19. Tidak Peduli

1.2K 84 3
                                        

Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Setelah membereskan bukunya, Arfian menoleh kepada Akram.

"Ram, tadi katanya lo duel basket satu lawan satu, ya, sama si Bobi? Emang tangan lo udah bener-bener sembuh?" tanya Arfian basa-basi.

"Gak apa-apa," jawab Akram dingin. Karena dari kemarin pun tubuh Akram tidak kenapa-kenapa. Yang sebelumnya mungkin ulah Rifka saja, Akram tak peduli.

Melihat Akram di hadapannya kini sudah terlihat normal dan tidak seperti Akram yang dilihatnya kemarin, Arfian kemudian menyimpulkan bahwa temannya sudah seratus persen sembuh sekarang. Dia lega.

"Oke, gue pergi duluan ya, lo nggak perlu dianter lagi, kan? Gue ada dapat OSIS."

"Thanks. Gak perlu. Udah pesen ojol," balas Akram.

Tidak lama, Arfian kemudian pamit pergi menuju ruangan OSIS.

Akram baru saja akan membereskan kembali alat-alat tulisnya, tetapi Helly menghampiri.

"Ram, pulang bareng yuk? Hari ini lo nggak ada keperluan lagi, kan?" tanya Helly. Cewek itu selalu berharap Akram bisa mengantarkannya pulang, padahal setiap hari Akram menolaknya. Tetapi, Helly tidak pernah kapok. Ia tidak mau menyerah untuk mendapatkan cinta dari cowok dingin itu. Dia yakin, lama-lama Akram bakalan luluh juga. Salah satu caranya, dengan cara mengajak Akram pulang bersama agar mereka menjadi lebih dekat.

Akram menatap Helly dengan tatapan sinis tidak suka. Dulu, sebelum jiwanya berada di tubuh Rifka, cowok itu merasa biasa saja didekati oleh Helly. Seperti dia berhadapan dengan cewek-cewek lain di kelasnya. Tetapi, kali ini ia sangat membenci cewek itu, semenjak merasakan menjadi Rifka dan ketika itu perlakuan Helly-lah yang paling membuatnya benci. Baginya, cewek seperti Helly tidak pantas untuk didekati.

"Gak," singkat Akram to the point. Ia masih membereskan buku-bukunya.

"Kenapa?"

Akram tidak menjawab, lebih tepatnya, malas untuk menanggapinya. Lagipula tidak menguntungkan juga banginya.

"Lo gak bawa motor ya? Tadi pagi gue lihat di jalan lo naik ojek," kata Helly. "Kalau gitu pake motor gue aja!"

"Gak!"

Helly tampak menghela napasnya. "Kenapa sih, Ram, lo kalau gue ajak pulang bareng selalu nolak?"

Akram tetap tidak menjawab, dia masih dengan kegiatannya sendiri untuk membereskan alat tulis, seperti tidak menganggap Helly tengah mengajak berbicara dengannya di sana.

"Helly, gue duluan ya!" kata Furi memberi tahu. Di samping Furi, Tasya melambaikan tangannya kepada Helly.

Helly tidak memedulikan. Prioritasnya kini, ia tetap kekeh ingin pulang sekolah dengan Akram.

"Tasya!" Tiba-tiba saja, Akram memanggil Tasya. Cowok itu sedikit tersenyum, ia memiliki ide bagus.

"Apa?" tanya Tasya. "Lo manggil gue?" Cewek berambut pendek itu takut salah dengar. Pasalnya, yang dia tahu biasanya cowok dingin itu tidak pernah memanggilnya, apalagi menyebut namanya. Makanya ia sedikit kaget mendengar Akram menyapanya.

"Gak, cuma mau bilang aja," kata Akram.

Tasya mengerutkan dahinya. Sikap Akram itu terlihat aneh. "Bilang apa? Tumben. Biasanya lo---"

"Lo cantik," balas Akram memotong kata-kata Tasya.

Tentu saja, Tasya terkejut. Jangankan Tasya yang dipuji, Furi dan bahkan Helly pun tidak menyangka Akram mengatakan Tasya cantik. Iya, Tasya memang cewek paling cantik di kelasnya dan salah satu cewek paling cantik di SMA Ran Durian. Masalahnya, yang bilang Tasya cantik itu adalah si cowok kulkas berjalan. Makanya mereka bertiga heran. Akram tidak pernah memuji siapa pun sebelumnya.

Helly yang mendengar itu, dadanya seperti ditimpuk oleh batu besar. Rasanya sakit sekali mendengar cowok yang disukainya memuji cewek lain. Bahkan cewek yang dipujinya itu adalah Tasya, teman dekatnya sendiri.

Tidak tahan, Helly lantas pergi meninggalkan ruangan kelas. Mengetahui Helly sepertinya sedang marah, Furi dan Tasya segera mengejar.

Ya, tentu saja tadi Akram tidak benar-benar tulus mengatakan Tasya cantik. Ia hanya kesal saja mereka bertiga mem-bully-nya ketika ia berada di dalam tubuh Rifka. Dengan mengatakan seperti itu, Akram pikir, siapa tahu mereka bertiga menjadi saling mem-bully satu sama lain. Dan juga dia berharap, setelah ini Helly tidak mendekatinya lagi.

Akram menggendong tasnya, bersiap-siap untuk pulang. Ketika hendak menuju pintu untuk keluar kelas, ia mendapati Rifka melewatinya dengan berjalan murung. Mata Rifka sembab, seperti habis menangis. Pakaiannya lusuh, rambutnya tidak serapi tadi pagi. Intinya cewek cupu itu tampak kacau sekali.

Mata mereka sempat bertemu sesaat, tetapi Rifka segera menoleh ke arah lain, mengacuhkannya. Ia tidak mau bertemu dengan cowok itu lagi. Dia tidak mau melihat Akram lagi. Rifka benci Akram.

Akramtentu tahu Rifka pasti marah kepadanya. Tetapi, dia tidak peduli. Justru kaliini dia senang sudah kembali ke tubuh aslinya tanpa repot-repot membantu hantubonyok tidak jelas itu. Dengan begini, dirinya tidak akan berurusan lagi dengansi cewek cupu itu yang terus merepotkannya.[]




AKRAM & RIFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang