Pagi itu, Pak Yatno menyuruh Akram dan Arfian untuk mengambil buku tugas kelas di perpustakaan. Kini mereka berdua baru saja selesai mengambil buku dari sana dan akan kembali lagi ke kelas.
"Ram, menurut lo cewek itu paling suka dikasih apa?" tanya Arfian memulai pembicaraan.
Akram tampak berpikir sebentar. "Cokelat? Bunga?" Ia mengangkat bahu. "Ga tau, belum pernah juga," katanya.
"Lo nggak ada niatan cari pacar, gitu?" tanya Arfian. Selama berteman dengannya, Arfian merasa hidup Akram terlalu dingin dan lempeng-lempeng saja. Seperti tidak ada seru-serunya. Hanya mengikuti alur saja dan tidak peduli dengan dirinya sendiri.
Belum juga sampai ke depan kelas, mereka di pertigaan koridor bertemu dengan Helly dan Furi.
"Hai, Ram!" sapa Helly kepada Akram. Sedangkan cowok yang disapanya merasa kesal melihat cewek itu lagi-lagi mendekatinya.
Sementara Furi dan Arfian mengobrol berdua di sebelahnya, Akram terpaksa membalas sapaan Helly itu.
Akram bertanya, "Tasya mana?" dengan menatapnya menyipit. Biasanya pun, mereka selalu bertiga, termasuk Tasya.
"Kenapa harus nanyain Tasya sih, Ram?" Helly yang tadinya antusias, kini menjadi terlihat bete. Apakah perkataan Akram kemarin berhasil membuat pertemanan mereka rusak?
"Salah ya gue nanya Tasya doang?"
"Bukan gitu, maksud gue, kan masih ada gue di sini?"
"Gue nanya Tasya di mana karena dia cantik," kata Akram. Dia sengaja bilang begitu lagi agar Helly tidak terus menerus mendekatinya. Lagipula seru melihat cewek itu kesal dan pertemanannya terpecah. Biar mereka tidak bisa bertingkah seenaknya lagi kepada orang lain yang lebih lemah.
Dilihatnya, Helly tampak cemberut dan kesal. Akram berhasil.
"Lo ... suka sama Tasya, Ram?" tanya Helly.
"Menurut lo?" kata Akram tersenyum sinis.
Helly mengepalkan tangannya. Dia sedih terlihat dari matanya yang berkaca-kaca. Helly sangat kecewa dan marah. Ia pun segera pergi dengan melangkah sebal. Furi yang tadinya mengobrol seru dengan Arfian segera mengejar Helly.
"Si Helly kenapa Ram?" tanya Arfian.
Akram hanya mengangkat bahu. "Kesurupan, kali."
Arfian tertawa. "Eh tadi lo bilang Tasya cantik, ya? Apa gue salah denger?" godanya.
Akram tidak menjawab, dia tidak peduli. Mereka pun segera kembali menuju ke kelasnya.
[.]
Sebelum menuju kelasnya, pagi itu Rifka pergi ke toilet. Ia menatap wajahnya di cermin. Berniat untuk menyemangati dirinya sendiri. Apa pun yang terjadi di hari ini pada dirinya, ia harus kuat. Dia tidak boleh menyerah hingga kacau lagi. seperti yang dikatakan ibunya, dia masih memiliki Bu Hara dan Coki. Mereka berdua sangat menyayangi Rifka. Dia juga yakin, suatu saat Rifka pasti akan merasakan kebahagiaan yang dia mau.
Rifka menghela napasnya. Baru saja dia akan menuju kelas, terdengar suara tangisan dari bilik toilet yang paling ujung.
Rifka mengerutkan kening heran. Setahunya, semenjak dia datang ke sana, belum ada siapa-siapa yang datang. Tetapi kenapa di dalam bilik itu tiba-tiba ada seseorang sambil menangis?
Rifka khawatir. Dia ingin menyapa, tetapi dia juga takut. Bila dia menyapa seseorang, pasti dia selalu dibentak-bentak karena orang-orang tidak suka dirinya. Tapi, saat itu Rifka benar-benar penasaran. Siapa tahu memang orang di sana sangat membutuhkan bantuan. Dia tahu rasanya membutuhkan pertolongan sedangkan tidak ada yang menolong.
Rifka berusaha memberanikan diri. Walaupun sedikit, dia harus berusaha berubah menjadi lebih baik untuk berani.
Dia kemudian mendekat ke arah bilik itu dan mengintip dari bawah celah pintu yang bisa terlihat sejengkal ke dalam. Begitu dilihat, Rifka mendapati sepasang kaki, artinya memang ada orang di sana. Hanya saja orang itu sedang tidak memakai sepatu.
"Halo?" sapa Rifka. "Kak? Kenapa nangis ya?"
Sesaat Rifka bertanya, tiba-tiba suara tangisan dari dalam malah terhenti. Hening. Tidak ada jawaban sama sekali. Rifka menjadi merinding.
Rifka menelan ludah. Bingung apakah yang di dalam itu benar-benar orang atau makhluk tak kasat mata. Dia kembali mengintip dari bawah pintu. Tetapi kini, di dalam tidak ada sepasang kaki itu lagi.
Rifka membelalakkan matanya, reflek mundur sedikit. Takut dan was-was, ia berniat untuk segera pergi dari sana. Perasaannya tidak enak. Pasti itu bukanlah orang!
Rifka akan segera pergi menuju kelas, tetapi tiba-tiba tepat di hadapannya, sesosok hantu berkepala buntung muncul dengan tangannya memegang kepalanya seperti bola.
Tentu saja, Rifka berteriak begitu histeris. Dia menutup mata, benar-benar kalap. Dia ingin pergi tetapi kakinya sudah kaku dan lemas. Rifka hanya bisa menutup matanya dengan tangan dan duduk di pojokkan sambil teriak. Giginya gemelutuk. Dia benar-benar ketakutan.
"Heh, cupu! Ngapain lo teriak di situ?"
"Udah gila dia kayaknya."
Rifka kemudian membuka matanya dan mendapati Helly dan Furi di dekat pintu. Sedangkan hantu berkepala buntung itu sudah menghilang entah kemana.[]

KAMU SEDANG MEMBACA
AKRAM & RIFKA
Teen FictionAkram mau tidak mau harus terjebak ke tubuh cewek cupu indigo. Rifka malah kegirangan begitu tahu jiwanya masuk ke tubuh Akram, cowok tampan dan dingin yang selalu disegani oleh semua orang. Bagi Rifka, menjadi Akram adalah keberuntungan. Bagi Akram...