16. Soal Matematika 2

1.3K 90 2
                                    

Akram mengusulkan diri untuk mengerjakan soal nomor tiga di depan. Orang-orang di kelas meremehkannya karena yang mereka lihat itu adalah Rifka, si cewek cupu yang mereka tahu, nilainya selalu terbawah.

"Heh! Cupu! Jangan sok bisa deh lo!" kata Helly meremehkan.

"Iya, lo kan bodoh! Tiap ulangan aja nilainya di bawah KKM terus!" Tasya menambahkan.

Meski begitu, Rifka yang mereka lihat tampak dengan percaya diri sekali ingin mengerjakan soal di depan papan tulis. Orang-orang di kelas tampak tak habis pikir melihatnya.

Dari bangkunya, Rifka yang asli melihat suasana begitu miris. Ia mengasihani tubuhnya sendiri yang diledeki oleh orang sekelas. Rifka merasakan sakit hati itu.

"Silakan, Rifkah," kata Bu Tinah setelah tawa orang-orang sekelas mulai mereda. "Semuanyah, jangan adah yang tertawah. Bagus dong, Rifkah sekarang adah kemauan untuk mauh majuh. Benar atau salah, yang penting beranih duluh!"

Dari omongannya itu, walaupun terdengar membela Rifka, tetapi Bu Tinah juga terlihat ragu Rifka bisa menjawab soal tersebut dengan benar. Bu Tinah tahu, bahwa Rifka adalah salah satu murid yang nilainya paling kecil di mata pelajarannya.

Akram hanya diam saja melihat reaksi teman sekelasnya yang mengejek. Ia lalu berdiri, kemudian berjalan tanpa ragu ke depan dan mengerjakan soalnya dengan santai.

Sedangkan semua orang sekelas tampak penasaran dengan hasil yang dikerjakan si cewek cupu yang mereka lihat. Selama ini, seorang Rifka tidak pernah maju ke depan untuk mengerjakan soal di depan atas kemauannya sendiri.

Setelah beberapa menit, akhirnya mereka bertiga selesai mengerjakan soal-soal tersebut. Furi, Arfian dan Akram disuruh untuk berdiri di samping papan tulis dahulu. Sedangkan Bu Tinah tampak memeriksa hasil jawaban masing-masing soal yang telah dikerjakan.

"Nomor satuh, Furih, sebenarnyah proses penyelesaiannyah sudah betul, tetapih jawabannyah salah, kurang satuh angkah nol dih belakangnyah," kata Bu Tinah, mengoreksi. Furi hanya kurang teliti.

"Nomor duah, Arfian, jawabannyah benar, tetapih proses penyelesaiannyah terlaluh berbelit-belit. Pastih kamuh carih caranyah sendirih, padahal kemarin ibuh sudah memberih tahu cara yang gampang. Tetapih tidak apah-apah, kamu memang kreatif," lanjut Bu Tinah. Yah, Arfian memang pintar. Dia selalu punya caranya sendiri dalam mengerjakan suatu soal hitungan. Uniknya, hasil jawabnya selalu saja benar.

"Kemudian Rifkah, nomor tigah," Bu Tinah lalu memeriksa jawaban yang Akram telah kerjakan dengan saksama. Setelahnya, Bu guru itu tampak tak percaya sampai lama sekali memeriksa jawaban Akram tersebut. Beliau seperti memeriksanya dua kali.

"Rifkah, ibuh sampai tidak percayah! Jawaban dan proses penyelesaiannyah benar semuah! Padahal ini soal yang paling sulit dih antarah duah soal sebelumnyah," kata Bu Tinah. "Perkembanganmuh bagus sekalih, Rifkah! Inih sangat cukup untuk memperbaikih nilaih kamuh yang kurang sebelumnyah!"

Sontak, seluruh siswa di kelas yang tadinya meremehkan Rifka, terdiam tidak percaya. Mana bisa seorang Rifka Helena, si gadis cupu dan bodoh itu, bisa mengerjakan soal Matematika dengan benar?

"Gak mungkin! Masa si cupu aneh itu bisa benar ngerjain soalnya?" Helly tidak terima mengetahui itu. "Pasti dia nyontek tuh, Bu!"

"Iya Bu betul, dia pasti nyonyek! Dia ngitung aja harus pakai kalkulator!" tambah Tasya mendukung Helly.

"Oh, ya?" Akram menanggapi. "Coba aja cari contekannya kalau gue emang nyontek."

Helly lalu berdiri dan segera menghampiri Akram. Ia memeriksa tangan dan kantong pakaian yang Akram pakai itu. Di sebelahnya, Furi membantu mencari.

"Gimana?" tanya Akram ketika Helly sudah mulai menyerah. Ia merasa menang.

Helly kesal. Dia bingung, dari mana seorang Rifka yang dilihatnya itu bisa menjawab soal itu dengan benar? Dia tetap saja tidak mau percaya.

"Sudah, Helly, terimah sajah. Ibuh tauh, Rifkah tidak mungkin mencontek. Lagih pulah ituh soal ibuh bikinnya mendadak," kata Bu Tinah. "Sekarang, kalian boleh langsung duduk ke tempat masing-masing."

Furi, Arfian dan Akram lalu kembali ke bangku asalnya.

"Minggir, bodoh!" bisik Akram kepada Helly karena menghalangi jalannya.

Helly tentu saja semakin kesal. Ia masih tidak mau menerima bahwa Rifka bisa mengerjakan soal itu dengan benar. Dia yakin, tidak mungkin seorang Rifka bisa mengerjakan soal Matematika yang diberi Bu Tinah. Kalaupun Rifka sebelumnya belajar keras, tidak mungkin secepat itu bisa menjadi pintar. Helly merasa Rifka berubah secara tiba-tiba.

SedangkanRifka yang asli melihat peristiwa itu dengan sedikit bangga. Andai saja iabenar-benar pintar seperti Rifka yang di dalamnya ada Akram. Pasti adakelebihan yang bisa diunggulkan dari dirinya. Selain itu, orang-orang tidakakan sepenuhnya menyebut Rifka aneh, cupu, bodoh dan tidak bisa apa-apa.[]



AKRAM & RIFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang