Pak Yatno masih belum selesai menjelaskan materinya di depan kelas. Tetapi, suara bel terdengar nyaring berbunyi. Menandakan sudah saatnya untuk beristirahat.
Sambil berjalan ke arah meja untuk merapikan buku-bukunya, Pak Yatno menyampaikan, "Silakan kalian baca-baca lagi materinya di buku faket. Lalu kerjakan soal-soalnya. Minggu defan dikumfulkan."
"Baik, Pak!" seru semua murid.
Setelah itu, guru tonggos itu kemudian pergi keluar.
Rifka menghela napas. Ia selalu mengeluh jika guru-guru memberikan tugas PR. Apalagi biasanya Pak Yatno sering memberi soal PR yang banyak dan sulit. Jika sudah begitu, Rifka selalu malas mengerjakannya. Ketika hampir deadline, baru dia mengerjakan. Itupun mengerjakannya asal-asalan, tidak peduli jawabannya benar atau salah. Yang penting mengerjakan, pikirnya. Walaupun hasil nilainya pasti akan jelek nantinya. Toh memang Rifka tidak bisa juga.
Di samping itu, kini Rifka masih memikirkan perkataan Akram pagi tadi. Jadi ... yang membuat dirinya dan Akram bertukar tubuh adalah bapaknya sendiri, Pak Budi? Lagi-lagi Rifka menghela napas. Rifka tidak menyangka. Ternyata, Pak Budi masih mengkhawatirkannya sampai sekarang. Padahal beliau meninggal sudah lima tahun yang lalu. Tetapi ia heran, jika Pak Budi masih mengkhawatirkannya, kenapa tidak menampakan diri saja kepada Rifka? Kenapa hanya menampakan diri kepada Akram dan membuat mereka bertukar tubuh? Kenapa malah menyuruh orang lain untuk menggantikannya dan malah merepotkan Akram.
Lalu ... hantu bonyok yang sering muncul kepadanya adalah tantenya. Tante Lisa. Mau apa Tante Lisa menampakan diri kepadanya? Apakah tantenya itu ingin memberi tahu sesuatu kepadanya?
Ah. Entahlah. Rifka pusing sekali memikirkan ini semua. Ia bahkan baru ingat, bahwa kematian Pak Budi dan Tante Lisa akibat dikeroyok warga karena mereka kepergok akan mencuri di rumah bosnya, sampai wajah mereka bonyok-bonyok. Kenapa ia baru sadar setelah Akram memberi tahunya tadi pagi hantu-hantu bonyok itu adalah mereka?
Rifka lalu melihat Furi berjalan menghampiri Arfian yang masih duduk di depannya. Dari tadi, cowok itu tampak diam saja. Karena Rifka saat itu duduk di belakang bangkunya, ia mencuri dengar apa yang ditanyakan Furi kepada cowok itu.
"Arfian, katanya kemarin lo mau ngajak gue jalan, kok enggak jadi?" tanya Furi. "Bahkan kemarin lo enggak ada kabar. Gue chat gak dibales, ditelepon enggak diangkat. Lo kenapa?"
"Gue enggak apa-apa, Ri," jawab Arfian sekenanya.
"Serius lo gak apa-apa? Tapi kok sikap lo ke gue sekarang jadi beda gini sih, Ar? Gue ada salah ya sama lo? Maafin gue kalau gue ada salah."
"Serius, Ri. Gue enggak kenapa-kenapa. Gue lagi males ngapa-ngapain aja." Arfian kemudian menoleh ke belakang ke arah Rifka, lalu bilang, "Lo ngobrol sama Akram aja ya, Ri." sambil mengangkat kedua alisnya kepada Rifka.
Melihat Furi dan Arfian tampak ada masalah, Rifka merasakan dirinya antara senang dan sedih. Senang karena akhirnya Arfian seperti menyueki Furi, sedih karena yang membuat mereka seperti itu adalah Rifka sendiri karena ulahnya waktu di rumah kado itu bersama Arfian. Saking baiknya, pasti Arfian berusaha mengalah untuk Akram. Rifka makin merasa bersalah.
"Apa deh, kok malah ke Akram? Gue cuma pengen ngobrol ke lo, Ar," ujar Furi, tak nyaman dengan sikap Arfian yang tiba-tiba berubah kepadanya seperti sekarang.
Dari belakang Furi, Helly berjalan menghampiri Rifka setelah tampak menyuruh Tasya pergi ke arah Bobi yang ternyata sudah berdiri menunggu di pintu kelas.
Rifka masih agak takut Helly menghampirinya lagi, walaupun kali ini ia sedang berada di tubuh Akram. Helly seperti tidak ada kapok-kapoknya untuk mendekati Akram. Padahal sebelumnya, Akram sudah bilang bahwa dia membenci Helly.

KAMU SEDANG MEMBACA
AKRAM & RIFKA
Teen FictionAkram mau tidak mau harus terjebak ke tubuh cewek cupu indigo. Rifka malah kegirangan begitu tahu jiwanya masuk ke tubuh Akram, cowok tampan dan dingin yang selalu disegani oleh semua orang. Bagi Rifka, menjadi Akram adalah keberuntungan. Bagi Akram...