Chapter 33

130 14 1
                                    

Semua tamu undangan sudah mulai memasuki ruangan bernuansa biru muda itu, dihiasi dengan bunga-bunga yang menghiasi setiap sudut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua tamu undangan sudah mulai memasuki ruangan bernuansa biru muda itu, dihiasi dengan bunga-bunga yang menghiasi setiap sudut. Lampu-lampu hangat menambah kehangatan malam itu.

Di ruang tunggu, Dean yang mengenakan tuxedo biru dongker berulang kali memperbaiki dasinya, meskipun sebenarnya sudah terpasang rapi. Dia sangat gugup.

"Kapan lagi gua bisa lihat Dean segugup ini?" ujar Revan saat masuk ke ruangan.

"Iya, gua gugup banget," Dean jujur.

"Santai, duduk saja, jangan mondar-mandir terus, lo bikin gua pusing," kata Revan, dan Dean pun duduk di sampingnya.

"Jangan khawatir, lo pasti bisa."

"Semuanya bakal berjalan lancar," ujar Revan sambil menepuk pelan bahu Dean.

Tiba-tiba, telepon genggam Revan berdering, ada panggilan video dari Juan.

"Selamat, bro," suara Juan menyapa Dean pertama kali.

"Maaf, gua gak bisa datang, tapi gua bakal doain semoga acara lo lancar," ujar Juan melalui panggilan video.

"Santai, terima kasih, bro. Kali ini masih gua maafin karena masih pertunangan, tapi kalau gua nikah nanti, lo harus datang," ujar Dean.

"Kok buru-buru banget, langsung nikah aja," goda Juan sambil tertawa.

"Tenang aja, gua pasti datang ke nikahan lo," tambah Juan.

"Gua pamit ya, kelas gua udah mau mulai."

"Semoga lancar, bro. Hadiah udah gua titipin sama Revan, hati-hati dia jangan sampai lo gelapkan," ujar Juan sebelum akhirnya mematikan panggilan teleponnya.

"Sialan," umpat Revan.

Dean menerima pesan singkat dari Aurora kali ini. Dia membuka pesan tersebut yang berisi sebuah foto tanpa penjelasan. Dean segera menekan foto tersebut dan dalam hatinya berkata, "Cantik banget."

"Mereka udah sampai, gua tunggu di luar," ujar Revan, berpamitan, dan meninggalkan Dean yang semakin gugup.

Dean mengambil nafas dalam-dalam, lalu berjalan keluar menuju kursi di luar yang telah disediakan. Di dekat kursi terdapat sebuah gitar, dan banyak tamu undangan yang menatap ke arahnya

Lampu ruangan dipadamkan, hanya satu lampu yang menyala menyorot kearah pintu masuk, beriringan dengan terbukanya pintu itu Dean memulai memetik gitarnya, dari arah pintu seorang gadis berjalan pelan karena ada penutup mata di matanya, sebuah gaun biru muda selutut yang beberapa minggu lalu Dean belikan untuknya, ternyata gaun itu jauh lebih cantik di pakai gadis rambut sebahu itu.

Dean terus berusaha menyelesai setiap bait dari lagunya, walaupun dia merasa detak jantungnya semangkin menggila saat gadis itu mendekat ke arahnya.

Sampai akhirnya, gadis itu melepas menutup matanya. Di depannya sudah ada Dean yang berlutut memegang sepasang cincin.

Ujung SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang