Samudra Arkasana
"Kalian nunggu gua matikan? Tunggu sebentar lagi, sedang diusahakan"
Angkasa Nathan Wijaya
"Kalian cuma berusaha buat gua tetap hidup, tanpa pernah bertanya apa alasan gua ingin terus hidup"
Aurora Raza Derandra
"Sesekali tanyaka...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Tiga hari setelahnya, dia kecelakaan karena menyelamatkan seekor kucing" Final Juan berusaha keras mencerita semuanya.
Satu tetes airmata lolos dari mata Aurora yang tampak pucat.
"Jadi dia sendirian sampai akhir?" Aurora bertanya dengan suara serak, pertanyaan yang membawa ketakutan mendalam dalam setiap jawabannya.
"Maaf" Ujar Juan lirih sambil menganggukkan kepalanya.
Tanpa berkata apa-apa, Aurora meraih tasnya dan keluar dari rumah. Langkahnya tergesa-gesa diiringi oleh langit yang mulai gerimis. Juan berusaha menahan langkah Aurora.
"Ra, lo mau kemana?" tanya Juan sambil menahan lengan Aurora.
"Ke Samudra," sahut Aurora dengan suara serak, diiringi oleh butiran air mata yang jatuh tak terbendung.
"Samudra benci sendirian," ujar Aurora, dan langkahnya semakin cepat menyusuri malam yang semakin basah.
Aurora melepaskan genggaman Juan, berlari tanpa arah. Juan mencoba mengejar, namun langkah gadis itu begitu cepat. Teriakan Juan tak terdengar karena malam yang semakin pekat.
"Aurora!" teriak Juan putus asa saat melihat Aurora terjatuh tersungkur di jalanan. Juan segera mencapai gadis itu, membantunya berdiri.
"Tenang dulu, Ra," ujar Juan dengan lembut, mencoba menenangkan Aurora yang tampak kehilangan arah.
Namun, Aurora menarik tangannya dengan kasar. "Lepas!" teriaknya, dan dengan cepat melarikan diri dengan taksi yang berhenti di depannya.
Tidak berselang lama, akhirnya taksi itu berhenti di pemakaman umum. Aurora merasa langkahnya kian berat, dia merosot tepat di depan makam dengan papan nama orang yang selalu Aurora doakan kebahagiaannya.
Aurora merangkak pelan, memeluk erat papan nama itu. "Jangan takut, sekarang ada Aurora. Samudra tidak sendirian lagi," ujar Aurora lirih, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Namun, air mata Aurora tak bisa dihentikan. "Gua gak mau nangis, tapi air mata gua rese Sa," ujar Aurora, menghapus air matanya dengan kasar. Dia berusaha tersenyum, berusaha keras mengusir rasa sedihnya.
"Tapi sakit, Sa."
"Disini sesak," ujar Aurora, memukul-mukul dadanya seperti ingin melepaskan keperihan yang terpendam.
Aurora menatap lama papan nama itu, seberapa lama pun dia melihat papan nama itu tetap saja tidak ada yang berubah. Sebanyak apapun dia ingin bangun tetap saja ini bukan mimpi ini kenyataan. Orang yang selalu Aurora minta Tuhan menjaga dan membuatnya bahagia. Kini orang itu pergi jauh, sangat jauh sampai Aurora tidak lagi bisa melihat wajahnya, memeluk tubuhnya, bahkan suaranya tidak akan pernah lagi Aurora dengar.
Aurora mengenggam gundukan tanah itu, sekarang temannya, sahabatnya kesayangannya, cintanya, superhero sudah tidur sangat nyenyak di bawah gundukan tanah itu.