Samudra Arkasana
"Kalian nunggu gua matikan? Tunggu sebentar lagi, sedang diusahakan"
Angkasa Nathan Wijaya
"Kalian cuma berusaha buat gua tetap hidup, tanpa pernah bertanya apa alasan gua ingin terus hidup"
Aurora Raza Derandra
"Sesekali tanyaka...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Samudra mengerjapkan matanya berkali-kali, membiarkan objek disekitarnya yang semulanya buram berangsur jelas.
Samudra meringis saat rasa ngilu itu menjalar hampir dari seluruh tubuhnya. Samudra mengedarkannya pandangan pada jam dinding yang menggantung di dinding kamarnya. Sekarang pukul satu lewat lima belas menit. Sudah lewat tengah malam.
Samudra berusaha untuk berdiri mengabaikan semua rasa ngilu di tubuhnya, dia segera mengambil ponsel yang tadinya di cas di atas mejanya.
"akhhh" Ringisnya sambil memegang perutnya. Rasa bertambah saat dia menunduk mengambil kunci motornya yang tergeletak di lantai.
Samudra berjalan, sesekali meringis mau tidak mau ada yang lebih penting dari rasa sakitnya saat ini, yaitu keadaan Angkasa. Samudra melajukan motornya menuju rumah sakit.
Samudra mengendari motornya membelah dingin malam itu, hujan ikut turun malam itu, menjadikan malam itu semakin dingin
"Permisi" Ujar Samudra pada seorang suster yang berjaga di resepsionis rumah sakit malam itu.
"Ada yang bisa di bantu" Ujar suster itu berbalik badan ke sumber suara.
Suster itu kaget melihat penampilan berantakan Samudra, baju sedikit basah ditambah memar dan luka disudut bibirnya.
"Silahkan duduk dulu, saya panggilkan dokter" Ujar suster itu segera mengarahkan Samudra ke ranjang pasien.
"Angkasa di ruangan mana?"Ujar Samudra.
Suster itu mengernyitkan dahinya.
"Samudra" Panggil dokter Jake yang tidak sengaja melintas.
"Dimana Angkasa, bagaimana keadaannya?" Ujar Samudra bergegas kearah dokter Jake yang tidak sengaja melintas.
"Pelan-pelan" Ujar dokter Jake memegang bahu Samudra yang berjalan kearahnya.
"Angkasa di ruang ICU, tadi sempat kritis tapi sekarang sudah jauh lebih baik"
Samudra tidak memberi jawaban, di segera berjalan menuju ICU, namun dokter Jake menahan tangannya.
"Obati dulu lukamu" Ujarnya dokter Jake, melihat Samudra memaksa langkahnya, seperti tidak peduli dengan rasa sakitnya
"Saya baik-baik saja dok" Ujar Samudra.
"Samudra tapi kamu perlu diobati"
"Sumpah saya baik-baik saja dok, sekarang yang tidak baik-baik saja itu Angkasa"
"Saya baik-baik saja jika Angkasa baik-baik saja, jadi berjanjilah untuk menyembuhkan Angkasa" Ujar Samudra menatap lamat dokter Jake yang menahan tangannya.
Dokter Jake menatap mata Samudra terpancar jelas kekhawatiran di sorot mata itu. "Saya janji Angkasa akan baik-baik saja" Ujar Dokter Jake.
Ucapannya terlarang itu keluar dari mulut Jake, menjanjikan suatu hal yang sebenarnya urusan takdir. Jake menjadi saksi betapa hebat Angkasa berjuang melawan penyakitnya, namun dibalik itu ada sosok yang selalu mendukung Angkasa yaitu Samudra. Jake masih mengingat bagaimana Samudra menangis ingin mengantikan saudaranya itu, Jake juga ingat wajah itu selalu merasa lebih sakit melihat saudaranya itu kesakitan.