Chapter 7

211 16 0
                                        

Setelah memarkirkan motornya, Samudra melangkahkan bahkan sedikit berlari kecil dia tidak sabar memperlihat medali emasnya pada Angkasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah memarkirkan motornya,
Samudra melangkahkan bahkan sedikit berlari kecil dia tidak sabar memperlihat medali emasnya pada Angkasa.
Samudra membuka sepatunya sambil memperhatikan sekitar, sepi sepertinya papa dan mamanya belum pulang. Dan Angkasa pasti dia tengah bermain game di kamarnya.

Samudra melangkahkan menaiki anak tangga, tujuannya sekarang adalah kamar Angkasa.

"Asa tebak gua bawa medali apa?" Ujar Samudra sambil masuk ke kamar Angkasa.

Sayangnya kamar itu kosong, tidak ada tanda-tanda adanya Angkasa, tidak hanya itu Samudra juga sudah memastikan Angkasa tidak sedang di kamar mandi.

"Pasti tu bocah, main game di komputer gua lagi" Batin Samudra berjalan keluar menuju kamarnya.

Tapi lagi-lagi hanya kamar kosong yang menyambut Samudra, tidak ada Angkasa bahkan tidak ada tanda-tanda seseorang memasuki kamar hari ini.

Perasaan cemas mulai muncul, namun dia masih berusaha berfikir positif bisa saja Angkasa ikut mama atau papanya dinner atau acara keluarga.

Pasti Angkasa mengabarinya, Samudra segera mencari charger untuk handphonenya yang sudah dari tadi mati, dia sudah berusaha meminjam charger namun tidak ada yang cocok dengan handphone miliknya. Tadi dia juga sempat meminjam handphone milik Juan untuk mengabari bahwa handphonenya mati, jaga-jaga Angkasa mencarinya.

Samudra mengetuk-ngetuk meja di depannya, menunggu handphone itu bisa menyala.

13 panggilan tidak terjawab.

Notifikasi yang menyambut Samudra saat  handphone itu menyala, membuat jantungnya berdetak sangat cepat.

Saat dia hendak menelpon balik Angkasa, seru mobil memasuki telinga Samudra, membuatnya berlari bergegas turun. Berharap itu Angkasa dan yang terpenting dia baik-baik saja.

Langkah Samudra mendarat di tangga terakhir, dari arah pintu terlihat Andra Wijaya penampilannya jauh dari kata baik-baik saja. Kemeja yang dia gunakan kini keluar acak-acakan, begitu juga dengan rambutnya.

"Papa, mana Angkasa?" Ujar Samudra mendekat ke arah Andra.

"Anak sialan, ingat juga ternyata" Ujar menatap tajam ke arah Samudra.

"Kamu kemana saja sialan?" Ujar Andra menarik kerah baju Samudra kemudian mendorongnya kasar.

"Angkasa mana pa?" Ujar Samudra kini dia benar-benar merasa takut, bukan karena Andra tapi Angkasa, melihat papanya seperti ini, seperti Angkasa sedang tidak baik-baik saja.

"Dasar anak sialan, puas kamu buat Angkasa sekarat?"

Debaran jantung Samudra kini sangat cepat tidak beraturan.

"Angkasa dimana pa?" Ujar Samudra terbata-bata.

"Diam anak sialan, anak kurang ajar" Kemudian Andra menyeret kasar Samudra ke kamarnya.

Ujung SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang