Chapter 54

118 5 1
                                        

"Gimana? Cantik gak?" ujar Aurora sambil berputar, memperlihatkan gaun yang membalut tubuhnya dengan indah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gimana? Cantik gak?" ujar Aurora sambil berputar, memperlihatkan gaun yang membalut tubuhnya dengan indah. Hiasan tipis di wajahnya menambah keanggunan penampilannya. Senja yang mulai meredup membuat siluet tubuhnya tampak semakin memukau.

Aurora menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara sore yang sejuk meresap ke dalam paru-parunya. Dengan hati-hati, dia berjongkok di depan gundukan tanah itu. Tanah sedikit becek akibat hujan, tetapi Aurora tidak peduli. Dia membiarkan rasa dingin dan lembab dari tanah menyusup ke kulitnya, menambah kedekatannya dengan tempat Samudra bersemayam. Dengan lembut, dia memeluk gundukan tanah tersebut, membiarkan tanah mengotori gaun putihnya. Nafasnya teratur, dan matanya terpejam saat dia berbaring, memeluk gundukan tanah itu.

"Samudra, Aurora rindu," ujarnya pelan, mengadu. Suaranya nyaris tenggelam oleh desiran angin yang menerpa pepohonan di sekelilingnya.

Tujuh tahun telah berlalu sejak kepergian Samudra. Aurora berdiri di sini bukan dengan jas dokternya. Aurora kini berdiri bangga dengan gaun-gaun hasil desainnya. Perjuangannya terbayar lunas; dia kini memiliki sebuah butik yang dia kelola sendiri dan mulai dikenal di kalangan desainer dan media. Dia ingat betapa kerasnya usaha yang dia lakukan, melewati malam-malam tanpa tidur, menangis dalam kesendirian, merajut setiap mimpi dengan benang keberanian dan ketekunan.

"Lihat, sekarang aku berhasil jadi desainer," ujar Aurora sambil tersenyum pahit, mengingat Samudra, satu-satunya orang yang dulu percaya bahwa dia akan menjadi desainer, bahkan saat dirinya sendiri meragukan dan mengubur semua mimpinya itu. Samudra yang diam-diam menyimpan uang sakunya untuk membelikan alat lukis untuknya. Dan sekarang dia berhasil, sayangnya orang yang dulu satu-satunya itu belum sempat melihatnya sekarang.

"Lihat baju ini, hasil desain lo, Sa. Setelah tujuh tahun, gua akhirnya berhasil menyelesaikannya," katanya, menatap gaun hasil desain Samudra yang kini membalut tubuhnya. Gaun pernikahan yang Samudra desain untuk Aurora untuk pernikahan impiannya. Gaun itu di jahit sendiri sedikit demi sedikit oleh Aurora.

Angin senja yang sejuk berhembus pelan, membelai lembut wajah Aurora yang mulai basah oleh air mata. Matahari yang hampir tenggelam memberikan sinar keemasan pada gaun tersebut, membuatnya berkilauan indah. Gaun itu terbuat dari satin lembut dengan detail renda rumit di bagian leher dan lengan. Rok gaunnya mengalir dengan elegan, menciptakan siluet yang mempesona, sementara sebuah pita besar di bagian belakang melambangkan ikatan kuat mereka, kini hanya tersisa dalam kenangan.

Aurora merasakan campuran perasaan bangga dan sedih bisa menyelesaikan gaun ini. Setiap detail gaun itu mengingatkannya pada Samudra, pria yang begitu ia cintai dan kagumi. Dia bisa merasakan kehangatan tangan Samudra dalam setiap desain dalam jahitannya. seolah-olah pria itu masih ada di sisinya. Namun, gaun ini hanya bisa membalut tubuh Aurora tanpa kehadiran calon pengantin pria yang seharusnya berdiri di sampingnya.

Aurora memutar tubuhnya perlahan, membiarkan ujung gaun itu melambai mengikuti gerakannya. Bayangannya terpantul samar di genangan air di sekitar makam. Dalam pantulan itu, Aurora melihat dirinya sendiri, namun di sampingnya tidak ada Samudra. Rasa kehilangan yang mendalam menyesakkan dadanya, seolah-olah ada lubang besar yang tidak akan pernah bisa terisi.

Ujung SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang