Happy reading!
Tatapan itu masih sama, teduh dan indah.
Bagaimana orang seindah kamu menyimpan
Seribu enigma?
-Queensha Nursabrina AisyahQueensha tampak berlari tergesa-gesa menuju kantin, ntah apa yang membuatnya terus berlari hingga menjadi tanda tanya bagi orang-orang yang melihat nya berlarian.
Tepat di meja inti Tigerangers, gadis itu berhenti berlari "Huh huh, Devan ada huh lihat Gavin ga?" Tanya Queensha dengan nafas ngos-ngosan.
"Buset sha, tarik nafas lo dulu pelan-pelan kayak habis di kejar setan aja lo" celetuk Ardan. Dimeja itu memang hanya ada Devan dan Ardan saja. Keenan bersama Reysa, Raga bersama Acha, sedangkan Gavin tak tau kemana.
Queensha mengatur nafasnya, setelah kembali stabil ia menatap Devan dengan raut tanda tanya. "Gak tau sha, tapi mungkin di rooftop deh" balas Devan.
"Emang ada apa?" Tanya Ardan.
"Eeeu gak papa. Yaudah thanks ya Ar, Dev" ucap Queensha sebelum kembali berlari ke arah rooftop.
Setelah berlari hingga sampai di rooftop, ia melihat seseorang duduk di tempat duduk yang memang ada di rooftop. Tampak tengah menunduk seperti melihat sesuatu di bawah. Tentu saja Queensha mengenalinya. Tak sia-sia ia berlari ke rooftop karena yang di cari memang ada disini.
"Gavin?" Panggil Queensha tetapi tak beranjak, Queensha masih diam seolah terpaku. Tampak enggan untuk melangkah mendekat. Sedangkan yang di panggil tampak tersentak hingga menoleh belakang.
Takut itu yang di rasakan Queensha, ia takut Gavin merasa terganggu seperti dulu-dulu. Masih diam di tempat dengan bertatapan, Queensha melihat Gavin dengan gamang. Berbeda dengan apa yang ia pikirkan, Gavin malah tersenyum tipis.
"Ngapain disitu? Sini" titah Gavin menyuruh Queensha mendekat. Yang di suruh kini ikut mendekat. Huft, sifat bossy Gavin memang tidak akan pernah hilang. Setelah sampai tepat di depan Gavin, kini Queensha duduk di samping Gavin dengan masih ada jarak.
Hell, emangnya siapa yang suruh ia duduk? Tidak ada. Itu inisiatif nya saja, jangan lupa bahwa Queensha memang agresif mengenai Gavin.
"Gak perlu bilang apa yang mau lo sampe in, gue udah tau. Nanti aja di bahas. Mumpung matahari gak nyengat lo duduk di sini dulu, temenin gue." Ujar Gavin tanpa berbasa-basi.
Selalu begitu. Tak ada kata pembuka langsung to the point. Rasanya Queensha canggung,. Tapi tak urung ia senang bukan main. Namun tak ada guratan bahagia dari raut Queensha, ia memendam nya sendiri.
"Yaudah" balas Queensha kalem.
Suasana tampak canggung, Gavin masih membaca novel yang ia pegang. Sesekali melirik pada Queensha yang menatap langit. Syukurlah tak ada matahari sengat, hanya awan yang sedikit menggelap dan angin yang hadir di antara mereka.
Gavin berdehem, mencoba mencairkan suasana yang tampak canggung. "Malah mendung, kemana perginya matahari tadi" gumam Gavin.
Queensha menoleh pada lelaki di sampingnya, "sukar ya jadi matahari?" celetuk gadis itu.
"Kenapa?" Kini pandangan Gavin tertuju pada Queensha.
"Tadi pas matahari lagi teriknya, banyak yang ngeluh panas. Tapi giliran matahari berganti awan mendung ada yang ngeluh juga" jelas Queensha setelah melihat langit, kini pandangan nya ikut tertuju pada lelaki di depannya. Hingga mereka bersitatap, masih sama pikir Queensha.
Sorot mata teduh itu masih sama, masih bisa menggetarkan hati Queensha. Sorot mata yang biasanya terkesan tajam dan sinis kini berganti dengan menatap nya secara hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATAMORGANA? [SUDAH TERBIT]
Roman pour AdolescentsSudah terbit di Penerbit Teori Kata Publishing! ★✿ ★✿ ★✿ ★✿ ★✿ ★✿ ★✿ ★✿ ★✿ Apa rasanya terlalu fatamorgana untuk kita bersama? Lalu mengapa takdir menciptakan rasa jika yang ada sebuah fatamorgana? Kita bisa bersama kan? Begitu banyak tany...