Kisah Lama

265 30 23
                                    

"Sher, jangan dulu pacaran! Fokusmu itu sekolah, belajar, cari teman sebanyak-banyaknya!"

***

Kalian pikir aku menurutinya? Tentu saja tidak!

Lima belas tahun yang lalu.

Bisa dibilang saat itu kali pertama aku berpacaran. Randy, nama laki-laki yang berhasil mengusik pertahananku sebagai anak manis dan penurut. Sejak kelas satu SMA beberapa kali dia berusaha mendekatiku karena kita satu kelas, berkali-kali menyatakan perasaannya dan berkali-kali pula aku tolak. Hingga dia akhirnya mengikuti setiap ekskul yang aku ikuti. Mulai dari ekskul seni, karya ilmiah, hingga pecinta alam meski ia tak eprnah konsisten hadir disetiap jadwal latihan. Awalnya aku yang tak pernah peduli dengan manusia di sekitarku ini sama sekali tidak merasa terganggu dengan keberadaannya meski jelas aku tahu dia masih berusaha mendekatiku, hingga akhirnya desas-desus gosip sekolah yang membuat teman-teman dekatku kesal, sampai di telingaku.

Parah sih si Randy usaha segitunya buat deketin Sherina tapi tuh cewek masih aja jual mahal!

Gue jadi Sherina sih gak akan secuek itu ya sama Randy.

Muna tuh si Sherina, sok jual mahal!

Randy kurang apa coba? Tinggi, putih, anak basket pula. Sok cantik aja tuh si Sherina, ngerasa paling famous di sekolah kali ya karena jadi anak kesayangan guru-guru!

Di tambah lagi, beberapa temanku dari kelas yang sama dengan Randy selalu membicarakan usaha Randy mendekatiku, seolah berusaha membuatku merasa bersalah karena menolaknya. Dan suatu hari, di momen bertambahnya umurku, Randy memintaku untuk tidak langsung pulang. Alasannya ada yang mau dia bicarakan soal ekskul seni, sebagai ketua ekskul tentu saja aku mengiyakan. Aku berada di kelas XI-Ipa 2 sedangkan Randy di kelas sebelah, XI-Ipa 1. Kelasnya anak-anak pintar kalau sekolahku menyebutnya.

"Ada apa?" tanyaku saat ia menghampiriku melalui jendela kelas. Jika kalian pikir aku sendirian, tidak! Ada Tari xan Vanno, teman satu kelasku setia menemani.

"Ini, happy birthday ya.. kamu ulang tahun kan kemarin." ia menyerahkan kotak bening berisi kalung berwana perak dengan liontin bertuliskan namaku. Sontak aku mendorong mundur tangannya, menolak secara halus. Saat itu aku berpegang pada pesan ibu untuk tidak berpacaran selama masih di bangku sekolah.

"Sorry, aku gak bisa nerima ini.." ujarku.

"Aku ngasih ini beneran pengen ngasih aja kok Sher.." sanggahnya, masih berusaha menyodorkan kotak itu ke arahku, satu tangannya yang lain berusaha menarik tanganku agar mau menerimanya.

Tentu aku kekeh dengan pendirianku, jika aku terima barang pemberian darinya sedangkan perasaannya jelas-jelas aku tolak akan seperti apa gosip di sekolah esok hari?

"Sorry ya Ran, simpen aja.. aku gak bisa.." Aku menjauh dari posisi ia berdiri. Menyambar tas ku di meja lalu mengajak Vanno dan Tari untuk segera pulang.

***

Kalian pasti bertanya-tanya, dimana Sadam berada? Sejak kelulusan SD ayah kami yang berprofesi sebagai abdi negara di pindah tugaskan dari kota Denpasar ke kota yang berbeda. Ayahku berpindah ke Bandung sedangkan Papi Sadam ke Yogyakarta. Tapi meski begitu, kita masih selalu berkomunikasi, dari yang jamannya pakai telepon rumah, kemudian berganti dengan handphone berlayar hitam putih bertukar pesan melalui SMS, berganti menjadi Blackberry Messenger, hingga menjadi via Whatsapp.

Baiklah, kembali ke cerita tentang Randy, dimana akhirnya aku menerima dia di kelas XII. Karena berpikir ketika prom nite nanti aku tidak mau di tinggalkan sendirian sedangkan teman-temanku nyaris semuanya memiliki pasangan. Entah teman sekelas atau dari kelas tetangga.

Dear FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang