Sadam's POV
Nada dering handphoneku kali ini membuatku terpaksa kembali membuka mata setelah beberapa saat Sherina kembali ke apartemennya. Nama Nathan terpampang jelas di sana, ngajak clubbing pasti manusia satu ini.
"Hmmm??" aku bergumam malas.
"Lo di mana Dam? Barusan Sherina bilang lo sakit?!"
Ucapan Nathan barusan berhasil membuatku lebih memfokuskan diri. "Ngapain si Sher cerita ke elo kalau gue sakit??" aku mengernyitkan dahi.
"Dia ngajak gue ke Bandung besok, alesannya lo sa-"
"Terus lo mau?" Kali ini aku bangkit dari posisi berbaringku.
"Ya gue sih mau-mau aja.. tapi gak enaklah kalau harus juga bohongin keluarganya.. Sherina emang ada gila-gilanya dikit ya!? Masa minta gue pura-pura jadi calonnya?! Mau aja sebenernya gue kalau iya kita udah jadian.. anjir PDKT aja susah gue rasanya, melulu elo yang jadi topiknya dia!"
"Ya terus tujuan lo telepon gue jam segini tuh apa kampret?! Pamer besok mau ke Bandung sama Sherina? Sialan lo ganggu aja!!" kali ini aku menjatuhkan diri, berbaring kembali.
"Tunggu dulu gila!" Teriak Nathan seolah tahu jika aku akan mematikan sambungan teleponnya "Gue sebenernya gak bisa, tapi gak enak nolaknya.. jadi besok lo aja yang pergi ya?! lagian lo libur kan Dam?! Please lah gue gak siap tiba-tiba harus ngaku jadi calonnya Sherina padahal kita gak ada hubungan apa-apa.."
"Ya udah iyaaaa.. Males juga padahal gue!"
"Males apa males?? Kartu lo ada di gue Dam!" Nathan mengingatkan. Bukan tidak pernah, ini bahkan sering terjadi ketika aku sudah kelewat mabuk, yang keluar dari mulutku selalu nama Sherina. Itulah kenapa teman-temanku selalu mengantarku pulang ke tempatnya jika sudah mabuk berat.
"Berisik ah!"
"Coba di ungkapin, gue tahu lo ganti-ganti cewek tuh buat pengalihan doang! Gak akan berhasil kalau lo masih melulu prioritasin Sherina bro!"
"Ragu gue.. lo tahu sendiri se-gedeg apa Sherina sama kelakuan gue?!"
"Ya elah! Usaha dong broo! berubah! jadi ultraman atau spiderman gitu misalnya.. hahaha"
"Eh sialan!! Udah ya! Gue mau lanjut tidur! bye!" Aku mematikan ponselku setelahnya.
Dan di sini aku sekarang, duduk menikmati wedang jahe yang di buatkan oleh Ibu yang sudah seperti ibuku sendiri.
"Dam, kamu sama Sherina tuh emang beneran gak ada niat buat jadi pasangan gitu?" ibu bertanya dengan berbisik-bisik. Pertanyaan seperti ini sama sekali tidak membuatku kaget, sudah mainstream.
"Gimana ya bu?!" aku terkekeh.
"Kamunya udah ada calon kayaknya ya?"
"Enggak kok bu, cuma.. Sherina kayaknya belum kepikiran buat menikah ya bu??" aku gak mungkin kan bongkar kelakuanku di depan ibu yang sepertinya tidak tahu menahu tentang itu?!
"Memangnya kamu udah kepikiran nikah Dam?"
"Kalau menikah sih ya ada terpikir bu, hanya saja Sadam kan harus memastikan keadaan Sadam sudah settle.. menikah kan berarti Sadam ambil anak orang.. kalau sama orang tuanya saja di sejahterakan masa setelah menikah Sadam bawa susah.." jawabanku kali ini membuat Ibu tersenyum sambil mengusap-usap lenganku.
"Ibu sih bakal tenang banget kalau nantinya Sherina jadi sama kamu Dam.. Jangan mikir aneh-aneh.. masa lalu itu ada untuk menjadi pelajaran Dam.." Ibu seolah tahu apa yang aku pikirkan.
Setelahnya keributan terjadi di depan rumah karena beberapa sepupu Sherina baru saja datang bersama dengan Ayah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Future
Fanfiction"Ini kalau anak kita laki-perempuan sepertinya lucu ya jeng kalau nantinya kita besanan.." ujar wanita yang nampak jauh lebih dewasa dibanding wanita yang lain. Bu Ardiwilaga, beliau akrab di sapa seperti itu. Wanita disebelahnya tersenyum sambil me...