Menjelang

174 22 12
                                    

"Sher.." suara mas Haris kali ini membuatku menghentikan kegiatanku, kemudian memutar kursi ke arah kiri.

"Ya mas?"

"Nih, cutinya gue acc.. tapi inget hari selasa udah masuk lagi ya neng!" selembar kertas yang aku minta dari HRD pagi tadi terlihat sudah di bubuhi tandatangan dari mas Haris selaku atasanku. Iya, pada akhirnya aku meminta cuti mulai hari kamis hingga senin nanti. Menggelar akad pun rupanya tak sesimpel yang ku pikirkan, ada rangkaian acara lain yang ingin keluarga buat sebelumnya. Pengajian dan siraman. Ayah bilang, karena aku anak satu-satunya ayah dan ibu tentu ingin membuat acara yang berkesan juga untuk mereka.

"Makasih ya mas.. hari ini gue selesaikan dulu semuanya deh.." Aku menunjuk tiga sticky notes yang tertempel di bagian bawah monitor.

"Santai aja, kalau gak keburu nanti gue lempar ke yang lain Sher.." Mas Haris baru saja akan beranjak namun seketika terhenti lagi. "Gue lupa! Ini, dari tim PH.. Selamat ya Sher, di tunggu undangan resepsinya.." sebuah paper bag berukuran cukup besar itu ia angkat sebelum di serahkannya padaku.

"Waduuhh apa nih? Repot-repot banget mas? Jadi seneng gue.." kelakar ku.

Mas Haris terkekeh. "Kado kecil dari kita, semoga suka dan cukup ya buat lo sama.....Sadam. Lancar-lancar ya acaranya Sher.."

Aku mengangguk, mengintip isi dari paperbag, terlihat sebuah kotak di dalamnya. "Aamiinn..Makasih banyak ya mas.."

Sebenarnya saat ini aku sudah bisa pulang ke rumah, lalu menyiapkan segala keperluan yang harus ku bawa ke bandung esok hari. Namun yang terjadi, aku dan Vina masih betah duduk di salah satu meja kafetaria sambil menunggu Aryo selesai dengan pekerjaannya.

"Menghitung hari, lo gak deg-degan Sher?" tanya Vina dengan mulut yang sibuk mengunyah bola ubi.

"Enggak.. biasa aja gue atau mungkin belum ya?" aku ikut mencomot satu bola ubi di hadapanku. "Lo waktu akad dulu gimana Vin?"

"Gue sih jelas deg-degan.. sampai selesai resepsi pun masih aneh rasanya karena gue sama suami kan kenal juga baru.. besokannya bangun pagi gue kaget karna ada orang di sebelah gue.. Lo sama Sadam mungkin akan skip momen awkward-nya ya karena udah tinggal bareng?! Sadam gak harus bersabar dulu buat nunggu lo siap.. bisa abis akad langsung gaspol sih kalian.."

"HEH! YA KALI VIN!!!" aku mengibaskan tangan di depan wajah Vina.

"Ya kali enggak, kan?" Vina tertawa di ujung kalimatnya. "Merah tuh mukaaa.. apa jangan-jangan udah?" sambungnya.

"Yaaaaa... hampir.. tapi enggak.."

Vina tertawa sambil menepuk tangannya berkali-kali "Kaaann gue bilang juga apa?!" ucapnya. "Udah keputusan paling bener dah akad dulu kalian! Bahaya!!" Ia masih terlihat untuk menghentikan tawanya. Tangannya meraih botol minum di sampingnya lalu meneguk isinya. "Gue sih dulu sebulan kemudian baru bisa.."

"Sebulan banget?"

"Ya lo pikir segampang itu buat bisa yakin? Sebulan nikah gue sama sekali belum ada cinta-cintanya sama laki gue.. selama itu juga kita bener-bener banyak-banyakin ngobrol, tiap hari adaaa aja yang di ceritain, setelah nya ya gue percaya kalau emang beneran manusia yang tiap pagi ada di sebelah gue itu orang yang tepat.."

"Seru ya kalau berawal asing gitu? Ada banget masa-masa penjajakannya.. gue sama Sadam saking udah terlalu kenal malah banyak ributnya.." aku menopang dagu.

"Heh, keuntungan buat lo tuh bisa sama-sama manusia yang udah pasti terima lo apa adanya, kayak dia udah hapal banget penampakan terkacau lo tapi dia tetep ada di samping lo itu tuh previlege buat hubungan kalian!"

"Ayoo balik yokk!" Aryo bersuara sedikit kencang sambil menuruni tangga yang menghubungkan kafetaria dengan lantai satu gedung kantor. "Lo bareng gue juga Vin?"

Dear FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang