Waktu

226 22 17
                                    

Sadam's POV

Sherina menutup pintu kamarnya kemudian menguncinya dari dalam. Ia sama sekali tak mau mendengar apapun penjelasan yang akan ku utarakan, meski semua yang ku ucap adalah fakta namun aku tahu bagi Sherina semua jadi terdengar abu-abu.

Ini kesalahanku.

Jelas kesalahanku.

Aku ketuk berkali-kali pintu kamarnya, aku bahkan tahu Sherina tak mungkin bisa tertidur dengan keadaan hati yang tak baik-baik saja saat ini.

"Dam... Sherina kenapa itu? Kamu berbuat apa? Ada masalah apa sampai dia mau batalkan pernikahan kalian?" - "coba di bicarakan baik-baik.. pelan-pelan, jangan sama-sama emosi.."

Ucapan ibu beberapa saat lalu terngiang lagi, dimana aku hanya bisa mengucap maaf pada sosok yang pasti akan menjadi salah satu yang merasa kecewa jika tahu alasan Sherina membatalkan pernikahan. Tapi lagi-lagi, ini salahku.

"Sher... Kamu beneran gak mau dengerin penjelasan aku sedikitpun?" Tanyaku, sesekali masih mengetuk pintu berwarna putih di depanku.

"Aku pergi dulu ya, ku pastiin ini beneran kerjaan Nathan! Kamu baik-baik ya, jangan nangis terus! Aku gak mau kamu sakit Sher!" Setelahnya aku meninggalkan apartemen, kembali menuju club untuk menemui dalang dari semua kejadian malam ini, karena aku yakin Nathan juga Erica masih berada disana saat ini.

Sudah tak lagi peduli dengan lampu merah yang menyala, ku terobos agar bisa segera menghajar manusia penyebab pertengkaranku dengan Sherina malam ini. Tak menunggu lama, mobil ku parkir asal dan segera turun untuk masuk ke dalam club. Melangkah tepat ke arah dimana manusia-manusia tak beradab itu berada. Ku tarik kerah baju milik Nathan yang sedang tertawa lepas, menampilkan beberapa foto yang ia tunjukkan pada teman-teman, ah sudah bukan lagi temanku itu.

"ANJING!" Pukulanku mendarat tepat di pipi kirinya, membuat luka di sudut bibirnya. "MAKSUD LO APA HAH? SENGAJA MAU BIKIN GUE SAMA SHER PUTUS?!" lagi, kudaratkan pukulan disana dan sesaat kemudian semua orang mengerumuni kami. Terlihat Jonathan juga Evan berada di kanan kiriku, menarikku agar tak lagi menduduki tubuh Nathan. Setelahnya Nathan bangkit dari posisinya, tampak seringai senyum di wajahnya yang sedikit babak belur.

"Sudah putuskah?" Tanyanya, kemudian terkekeh. "Syukurlah, emang itu tujuan gue dari awal kalian jadian! Bukan begitu Er?" Kulihat Erica menghampiri Nathan kemudian berdiri tepat dihadapanku dengan begitu sinis.

"Sudah sadar belum salahnya dimana?" Tanya Erica, ujung jemarinya yang berhias kuku berwarna merah darah itu membelai ujung pelipis hingga ke rahangku.

"Manusia kayak dia, mana sadar kalau dia bikin manusia lain sakit hati?!" Sahut Nathan.

Ini jelas membuatku bingung. Apa yang ku lakukan pada mereka berdua hingga mereka tega berlaku sejahat ini?

"Lo gak sadar kalau lo bikin gue berharap bisa jadi perempuan satu-satunya buat lo saat ini dan dengan seenaknya lo lebih milih perempuan itu di banding gue?!" Kali ini Erica menancapkan kuku runcingnya itu di sekitar leherku, mencekikku dengan sebelah tangannya. "Sikap manis lo selama ini ternyata sekedar harapan palsu!"

Aku mengernyit.

"Andai lo gak ada di deket Sherina, gue yakin dia juga akan lebih milih gue daripada lo!" Kali ini Nathan bersuara. Melangkah mendekat, balas menarik kerah bajuku.

"Kalau lo emang suka, lo mau sama dia, USAHA! Bukan malah ngedukung dia buat akhirnya nerima gue!!" Jawabku.

Lagi-lagi Nathan menyeringai. "Gak ada gue nyuruh dia buat terima lo! Gue pikir dengan gue berbaik hati, dia akan lebih mudah buka hatinya buat gue, bukan malah jadian sama lo! Dan kurang ajarnya lagi, lo ngusir gue waktu di rumah sakit!"

Dear FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang