Begin

239 23 30
                                    

Langit yang berubah jingga menunjukan jika matahari sudah akan pulang ke peraduan, seharusnya Sadam juga kan? Mengingat janjinya yang akan pulang sebelum jam enam hari ini. Sekali lagi kulirik jam di lockscreen handphoneku, tiga puluh menit menuju jam enam sore namun sudah sejak jam tiga sore tadi Sadam susah di hubungi, seharusnya jam segitu Sadam sudah dalam waktu santai menunggu jam pulang. Meetingkah?

Handphoneku berdering, ku pikir Sadam, rupanya telepon dari ibu. "Iya buuuu?" Ucapku setelah menggeser icon berwarna hijau di layar.

"Sher, lagi di kantor gak?"

"Enggak, aku di rumah.. ambil cuti bu.. kenapa?"

"Kapan bisa ke Bandung?"

"Belum tahu, ada apa emang bu?"

"Kok ada apa sih Sher? Kalian tuh gak mau bikin foto prewed emang?"

"Prewed? Nantilah aku sama Sadam bikin di jakarta aja, foto di apartemen juga bisa.."

"Kok gitu sih? Gak mau gitu foto-fotonya ambil di Bandung atau di Yogya..?!"

"Gak usah bu, buang-buang waktu.. lagian aku kan udah bilang, foto prewednya pakai foto-foto aku sama Sadam dari kecil sampe sekarang.. gak usahlah ribet-ribet kalau foto yang ada juga udah banyak.."

"Ya udah.. Terus kebaya kamu gak mau bikin?"

"Kebaya pula.. ngapain? Repot banget.. pakai yang dari MUA nya kan juga bisa bu? Buang-buang uang, udahnya gak tahu kepakai lagi apa engga kan itu bajunya?!"

"Sekali seumur hidup loh.." Berbarengan dengan ucapan ibu, suara kunci pintu di buka terdengar, membuatku beranjak dari meja makan mendekat ke arah pintu dengan perasaan yang...... antusias? Entahlah, padahal sebelumnya aku tak pernah sebegininya!

Benar saja, siapa lagi kan yang memiliki kunci selain aku? Sadam muncul dengan wajah lelahnya.

"Sadam baru pulang nih bu.." ucapku di depan Sadam yang tengah melepas sepatu hitamnya. Setelahnya kurentangkan sebelah tangan untuk memeluk Sadam ketika yang akan ku peluk justru melewatiku begitu saja.

"Nah coba tanya Sadam, maunya gimana buat baju resepsinya??"

"Bu.. nanti ku telepon lagi ya.. kayaknya Sadam lagi capek banget deh.." bisikku saat melihat Sadam yang langsung masuk ke dalam kamar.

"Duh Sher, kamu tuh gak mau di percepat aja akadnya? Kalian udah pantes jadi suami istri begitu.. jadi gemes ibu.." entah ucapan yang di iringi dengan kekehan ibu ini sarkasme atau memang berharap agar aku dan Sadam segera sah?

"Nanti kita obrolin ini lagi ya bu.. bye bu!" Dengan tidak sopannya aku memutus sambungan telepon dan segera menyusul Sadam kedalam kamar.

"Daaammm?!" Panggilku begitu masuk ke dalam kamar, setelahnya mendekati pintu kamar mandi. "Kamu kenapaaa?"

"Kenapa? Apanyaa?" Sahutnya dari dalam di tengah gemericik air dari shower.

"Kamu kenapa?"

"Sebentaaar aku lagi mandiiii!" Teriaknya.

Aku menjauh, memutuskan kembali ke dapur untuk menaruh piring di meja makan yang sudah terdapat beberapa makanan yang sudah ku panaskan sebelumnya. Iya, makanan kiriman dari Vina yang tersisa semalam.

Tak berapa lama Sadam keluar dari kamar sudah dengan pakaian santainya. "Tadi ada apa neng?" Tanya nya, duduk di depanku lantas meraih piring untuk di isi nasi.

"Kamu kenapa? Pulang-pulang langsung nyelonong aja ke kamar.." pandangan Sadam yang awalnya melihat ke arah lauk yang terhidang seketika beralih menatapku. "Padahal aku tuh udah effort nyamperin ke depan pintu buat nyambut, eh yang di sambut ternyata cuek bebek!"

Dear FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang