Cemburu (1)

245 23 77
                                    

Aku berlari di sepanjang lorong apartemen setelah pintu lift terbuka, beruntungnya Nathan bisa bergerak cepat menjemputku di kantor agar bisa segera pulang.

Berkali-kali mengetuk pintu apartemen Sadam namun tak ada jawaban hingga pintu apartemenku terbuka dan ku dapati sosok perempuan yang tak ku kenali berada disana. Siapa lagi?

Tanpa berpikir lama aku masuk ke unitku. Mendapati Sadam meringkuk lemah di atas sofa dengan wajah pucat.

"Daaam.. kenapaaa?? Kamu sakit?? Apa yang kerasa sekarang? Kita ke rumah sakit ya??" Aku menyentuh kening, pipi hingga leher Sadam yang terasa panas di tanganku. Dan tanpa sadar itu berbarengan dengan pipiku yang kian basah dengan air mata.

"Sorry Sher.. kenalin, aku Kirana.." suara itu membuatku menoleh berbarengan dengan tangan Sadam yang memegang erat tanganku. "Jangan salah paham.. kita satu kantor.. kemarin Sadam muntah-muntah di kantor, ngeluh perutnya sakit.. tapi berkali-kali aku ajak dia buat ke rumah sakit dia menolak.. kekeh buat di ajak pulang kesini karena nunggu kamu pulang."

"Kenapa gak telpon aku dari kemarin sih?" Protesku.

"Sadam bilang kamu masih sibuk-"

Kepalaku pening rasanya. Marah, khawatir, curiga jadi satu saat ini. "TERUS KALIAN BERDUAAN DISINI? DI APARTEMENKU??" aku menoleh ke arah dua manusia di dekatku ini.

"Enggak.. aku pulang kemarin malam dan baru kesini lagi sore tadi buat kembaliin akses card.. aku pikir Sadam udah membaik, ternyata enggak.."

"Hhhh astagaaa..." Aku mengusap pipiku kasar menyingkirkan airmata sialan yang tak juga bisa berhenti mengalir. "Kenapa kamu gak telepon aku sih Dam?? Kan udah aku bilang apapun itu, ada aku buat kamu! Hal urgent begini aja kamu bisa-bisanya gak kabarin aku?!" Aku memukul pelan dadanya meluapkan sedikit rasa marahku.

"Sher.. sher.. udah Sher.. kita ke UGD sekarang.. ayo Dam.." Nathan kemudian membuatku sedikit bergeser saat dia membantu Sadam untuk bangun dari tempatnya.

Terlihat wajah itu meringis, membungkuk memegangi bagian kanan bawah perutnya. Aku segera membantunya berjalan dari sisi sebelahnya. "Sakit banget ya? Kamu telat makan? Atau salah makan?" Sadam hanya menjawab dengan gelengan sedangkan wajahnya kian memerah.

"Sher, sorry ya kalau aku lancang.. ini kartu akses apartemenmu.. aku gak bisa temenin sampe ke rumah sakit soalnya udah ada janji lain sama calonku.." kemudian Kirana menunjuk seseorang yang berdiri di depan mobil, tak jauh dari lobi. Aku hanya bisa mengangguk singkat menanggapi.

"Thanks ya Ki.." Sadam berujar lemah.

"Giliran sakit bisa-bisanya yang di hubungi tuh mantan!" Gerutuku.

***

Dengan segera Sadam mendapat penanganan ketika sudah masuk ke ruang UGD setelah sepanjang perjalanan ia terus meringis kesakitan. Beberapa lama kemudian seorang dokter menghampiri aku dan Nathan yang menunggu hasil pemeriksaan.

"Mbak sama mas ini siapa nya mas Sadam?" Tanya dokter yang aku rasa usianya tak jauh dengan kami.

"Keluarganya dok!" Jawabku cepat.

"Pasien harus segera di operasi di karenakan radang Usus buntunya sudah parah.. bisa dibantu untuk mengurusi segala administrasinya sementara kami siapkan kamar rawatnya dulu?!" ujar dokter.

Lagi-lagi rasanya kepalaku mau pecah. Nathan mengusap pundakku. "Tenang Sher.. gue bantu semuanya.. lo samperin Sadam dulu aja gih.. atau mungkin ada saudaranya yang bisa di hubungi buat di kasih tahu keadaan Sadam sekarang.."

Dear FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang