Damai

196 23 39
                                    

Aku bersama Sadam dan teman-temannya memutuskan untuk duduk lesehan di angkringan pinggir jalan. Menikmati suasana malam hari kota Yogyakarta sebelum esok hari kembali pulang ke Jakarta. Di tengah obrolan kami yang tiba-tiba mengalir begitu saja, tiba-tiba seorang perempuan memanggil nama Sadam dengan begitu hebohnya.

"Ghea.." ujarnya saat memperkenalkan diri kepadaku. Yang membuatku salah fokus adalah sosok laki-laki di sebelahnya yang wajahnya terlihat tidak asing, mirip Sadam.

"Halid.." mendengar laki-laki itu menyebutkan namanya sontak aku menoleh ke arah Sadam. Sedikit tidak percaya kalau hari ini kami akan bertemu orang yang semalam kami bicarakan.

"Sherina.." aku menjabat tangan mereka bergantian.

"Apa kabar Dam?" Tanya Halid dengan suara baritonnya.

"Baik.." jawab Sadam singkat.

"Abis dari mana Ghe? Sini ikut gabung duduk! Udah lama kan gak ketemu sama Sadam nih kita.." Ajak Rengga.

"Duh, maaf ya, aku ada acara sebenernya.. ini kebetulan aja lewat dan lihat orang ini kok gak asing, tahunya bener aja kan, Sadam.."

Sadam terlihat memalingkan pandangannya, melihat ke arah manapun tanpa mau menatap dua manusia yang berdiri di hadapan kami. "Udah malem, pulang yuk neng.. besok kan udah harus pulang lagi ke Jakarta.." ucap Sadam yang tiba-tiba berdiri menarik tangan kiriku.

"Eehh?? Makananku belum habis!" Protesku.

"Kita order makanan lagi aja nanti.. aku juga belum betul-betul makan kan?!" Dari sorot matanya yang berubah dingin ku pikir saat ini Sadam marah(?) "Duluan ya!" Berpamitan dengan tidak ramah kemudian menarik tanganku menuju hotel yang tak jauh dari tempat kami berkumpul tadi.

"Dam, gak usah tarik-tarik bisa kan?" Aku sedikit berlari di belakang Sadam yang terus menarik tanganku. "Dam! Sakit!" Setelahnya dia menghentikan langkahnya tiba-tiba membuatku hampir menabrak pundak kanannya. "Apa sih? Kamu kenapa??" Tangannya beralih merangkul pundakku tanpa mau menjawab apapun.

"Dam, kenapa? Halid loh itu.. bukannya di sapa.. malah kabur.." Lagi-lagi pertanyaanku tak terjawab.

"Ish kenapa sih? Tiba-tiba diem gini? Aku salah salaman sama dia?" Tanyaku lagi saat kami baru saja tiba di kamar hotel setelah lima menit berjalan kaki.

"Ghea, mantan pacarku.." ucap Sadam setelah menutup pintu kamar dan menguncinya. Aku yang berdiri tak jauh darinya mengerjapkan mata, terkejut dengan apa yang baru saja Sadam ucapkan.

"Terus? Apa urusannya?" Aku berpikir sejenak "Cemburu lihat mantan mu sama dia? Oh my God!" Aku menaruh tas ku di atas ranjang.

Sadam terlihat sedikit terkejut. "Kamu gak nyadar kamu disini lagi sama siapa Dam?"

"Gak gitu Sher.."

"Takut mimpi kamu jadi nyata?" Setelahnya Sadam duduk kemudian merebahkan diri di sebelahku.

"Kesel aja ngapain dia muncul di depan aku. Mungkin kalau yang sama Ghea tadi bukan dia ya aku gak apa-apa, Ghea mantan pacar jaman SMA gak ada kenangan lebih sama dia juga.."

"Halid masalahnya kan? Padahal dia udah berbesar hati nyapa kamu duluan tadi." Ucapanku ini membuat Sadam bangun dari posisi berbaringnya.

"Jauh lebih baik dia kan dari pada aku?" Ucapnya pelannamun penuh penekanan. "Percuma ternyata semalam aku ceritain semuanya sama kamu, gak bikin kamu jadi lebih peduli sama perasaanku juga kan?" Ujarnya kemudian. "Bisa-bisanya lagi setelah bertahun-tahun malah ketemu dia gak sengaja, pas lagi sama kamu lagi.. mimpi aku semalam berarti pertanda.." Sadam terkekeh. "Gak nutup kemungkinan juga kan kalau tadi ngobrol lebih lama terus dia naksir kamu terus ambil kamu dari aku?!" Sadam terlihat kalangkabut.

Dear FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang