Ego (1)

252 23 23
                                    

Hari ini aku akan kembali bekerja setelah tiga hari cuti. Yang tadinya tujuan cutiku untuk menenangkan diri, kenyataannya di dua hari sisanya sama sekali tidak menjadi hari tenang untukku.

Ketukan di pintu apartemenku pagi ini membuatku menoleh seketika saat baru saja selesai menuangkan kopi ke dalam tumbler untuk ku bawa ke kantor. Sadam. Manusia yang di dua hari kemarin beberapa kali berusaha menemuiku namun selalu kuhindari. Ketukan itu semakin memekakkan telinga, memaksa kakiku untuk melangkah mendekati pintu.

"Apa??" tanyaku begitu pintu kubuka dan mendapati Sadam berdiri disana dengan pakaian rapinya.

"Ke kantor bareng aku ya?" aku tertawa sinis sambil menggelengkan kepalaku.

"Kamu tuh maunya apa sih Dam? Gak punya perasaan ya?" aku melangkah masuk kembali mendekati meja makan meraih kotak makan dan botol minum yang tadi sudah ku isi kopi. Kemudian menyambar tas berisi beberapa baju, alat make up dan alat mandi yang akan ku bawa ke kantor. Aku memutuskan untuk menginap di kantor beberapa hari ke depan karena mendekati hari H pekan raya Jakarta dimulai pasti akan sangat membuat divisiku menjadi yang paling sibuk.

"Kamu mau kemana?" Sadam masih berdiri di ambang pintu saat aku masih memastikan tidak ada yang terlewat untuk ku bawa.

"Gak perlu tahu aku kemana, gak penting juga kan? Gak usah repot-repot anterin aku ke kantor juga. Nathan udah jemput aku kok dari lima belas menit yang lalu." aku secara tidak langsung membuat Sadam melangkah mundur saat aku akan menutup pintu kemudian menguncinya dari luar.

"Jadian sama Nathan?"

"Bukan urusan kamu.." aku mengambil langkah cepat berusaha menjauhi Sadam namun sia-sia saja karena nyatanya Sadam terus menyamai langkahku.

"Kalau kejadian apa-apa sama kamu lagi gimana Sher?"

"Ya gak gimana-gimana. Aku gak akan minta kamu tanggung jawab atas hidup aku kok! Dari awal kan kita temen biasa. Kenapa kamu harus sebegitu repotnya ngurusin aku?!"

"Ta-"

"Satu lagi, aku juga gak mau kamu repotin aku lagi tiap kali kamu mabuk! Sana pergi datengin Erica! Aku rasa dia lebih bisa jadi pasangan yang baik buat kamu?!" aku memotong apapun yang akan Sadam ucapkan saat kami sudah berada di dalam lift.

"Er-"

"Apa? Mau bilang Erica tuh temen aja?! Aku sih gak yakin!" aku memasang senyum sinis tanpa mau sedikitpun menatap manusia labil di sebelahku.

"Pikiran kamu tuh ne-"

"Negatif terus? Iya! pikiran aku yang salah!" lagi-lagi aku tak mau memberi kesempatan Sadam berbicara. "Gimana gak negatif, kelakuan mu aja begitu-begitu terus. Janji mau berubah kenyataannya enggak juga.." gumamku. Saat pintu otomatis itu terbuka aku buru-buru melangkah ke arah lobi, menghampiri Nathan yang sudah menungguku di sana.

"Sorry ya nunggu lama.." ucapku pada Nathan.

"Gak apa-apa kok. Berangkat sekarang?!" Nathan kemudian mengambil alih tas berisi pakaianku kemudian tangan nya terulur mengusap kepalaku. "Duluan ya Dam!" teriaknya sesaat sebelum kami melangkah keluar.

***

"Kok bisa-bisanya sih Sher?" tanya Vina saat di jam makan siang aku menceritakan apa yang terjadi padaku dan Sadam karena perempuan ini sedari pagi tadi terus menerus menanyakan hal yang sama.

"Ya bisalah.. Makanya dari awal gue ragu buat jujur. Gue gak bisa kalau bukan dia, tapi dia?" aku mengaduk jus alpukat dengan menaik turunkan sedotannya.

"Tapi beneran Sadam sama Erica pacaran? Dia gak jelasin apa-apa gitu sama lo?" Aku mengendikkan bahu. "Sama sekali?!"

Aku menggeleng kali ini. "Vin, pacaran atau enggak. Dengan kelakuan dia setelah gue berkata jujur tentang perasaan gue aja rasanya gue cukup tahu aja.. yaaaa.. Sadam emang begitu dari dulu sih. Sekarang Erica, bisa jadi besok lusa lain lagi ceweknya?!"

Dear FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang