Sejenak Sadam terdiam mendengar ucapanku sebelum akhirnya memelukku dengan berusaha agar tidak menyentuh bagian punggungku yang ia bahkan tahu persis seperti apa bentuk memarnya di sana. "Maafin aku Sher.. harusnya aku bisa menjaga kamu dengan lebih baik.. Aku bahkan melihat kamu keluar dari pintu itu sebelum dia narik paksa-"
"Dam.. tolong berhenti bahas itu.. Please.. please.." Apa yang ku alami hari ini benar-benar diluar prediksi. Hingga detik ini bahkan aku masih tidak menyangka jika Haidar bisa berbuat sekasar itu dan lagi, setiap kali aku mengingat nama itu badanku gemetar, nafasku rasanya tercekat, diikuti dengan airmataku yang juga kembali mengalir. Aku hilang kendali atas reaksi ini. Aku mengeratkan pelukanku pada Sadam, menumpahkan semua rasa takutku disana sedangkan Sadam menepuk-nepuk pundakku pelan.
"Sher, tolong kali ini ikutin apa yang aku bilang.. kita ke rumah sakit.. Visum.. buat laporan ke kantor polisi biar aku tenang karena bisa memastikan kalau kamu aman.." ujar Sadam disela tangisanku.
Akhirnya aku hanya mengikuti apa yang Sadam inginkan meski selama proses laporan berlangsung tidak ada interaksi lebih di antara aku dan Sadam, ia terlihat sangat serius dan sedikit terlihat sesekali berusaha mengendalikan emosinya ketika mewakiliku untuk menceritakan kejadiannya, karena entah menghilang kemana nyaliku saat ini. Seorang polisi wanita membawaku masuk ke satu ruangan untuk mengecek luka lebam di punggungku kemudian setelahnya kami mendapat surat permintaan visum dari penyidik agar dapat segera melanjutkan proses ke rumah sakit.
"Mas ini sebagai siapanya?" tanya bapak penyidik.
"Saya orang terdekatnya dan kebetulan menjadi saksi saat kejadian berlangsung pak.." jawab Sadam, raut wajah penuh ketegangan itu terlihat jelas disana sedangkan tangannya tak lepas menggenggam tanganku.
Setelahnya kami di dampingi untuk membuat bukti visum ke rumah sakit. Aku merasa proses ini begitu rumit namun sisi lain ini juga demi keselamatanku. Tidak hanya Sadam, aku pun tidak akan bisa tenang rasanya berada di satu lingkungan yang sama dengan Haidar.
Hari sudah akan menjelang pagi saat kami kembali ke apartemen. Lelah? Tentu saja! Nyaris seharian aku belum sempat beristirahat. Begitu pula Sadam yang sebenarnya sedang dalam kondisi yang tidak fit.
"Aku balik ya, kamu istirahat.. Mudah-mudahan hari ini pelaku udah di amankan.."
"Balik?" tanyaku heran. Setelah aku berusaha untuk jujur lalu sikap Sadam menjadi begini? "Gak tidur di sini aja?"
"Takut kamu ketular Sher, aku lagi flu.." jawaban macam apa itu? bahkan tempo hari dia bersin tepat di depan mukaku!
"Gara-gara aku berusaha jujur ya Dam?"
Sadam terlihat berpikir. "Jujur??"
"Iya, pengakuan aku yang gak bisa kalau bukan kamu.. Aku baru sadar, selama ini kamu satu-satunya manusia yang selalu aku cari dalam keadaan apapun sekalipun aku ada pacar.." kulihat Sadam tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
"Kamu ngomong gitu, karena sekarang situasinya begini kan? Karena kamu merasa perlu di lindungi.." jawaban Sadam kali ini membuat hatiku mencelos. "Tanpa harus kamu bilang pun aku akan tetap ada buat kamu kok Sher, bagaimana pun situasinya.. udah ya, istirahat! Kamu udah capek banget itu!" Sadam mengusak rambutku sebelum tangannya turun mengusap pipiku pelan kemudian berbalik, hendak melangkah menjauh untuk kembali ke unitnya sebelum aku menghentikannya, memeluk tubuh tegap itu dari belakang.
Kali ini aku mengumpulkan keberanian lebih lagi untuk mengakui, "Aku cinta kamu Dam! Bukan karena situasinya sekarang begini!" ujarku, menahan tangis. Aku bisa merasakan tubuh Sadam menegang, kaget. "Aku gak butuh jawaban kamu sekarang, gak apa-apa kalaupun kamu tetap memilih Erica nantinya.. Aku cuma pengen kamu tahu, di balik sebelnya aku sama semua kelakuan kamu di luar sana itu karena aku peduli sama kamu, khawatir, bukan benci!! Mungkin selama ini aku menolak perasaan ini, tapi setelah ku pikir, membayangkan hidupku tanpa ada kamu, aku gak bisa!" Kali ini aku keluarkan semua isi pikiranku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Future
Fanfiction"Ini kalau anak kita laki-perempuan sepertinya lucu ya jeng kalau nantinya kita besanan.." ujar wanita yang nampak jauh lebih dewasa dibanding wanita yang lain. Bu Ardiwilaga, beliau akrab di sapa seperti itu. Wanita disebelahnya tersenyum sambil me...