Aku meringkuk memegangi perutku di bagian atas kasur di kamarku. Sedangkan Sadam duduk di atas kasur bagian bawah. Tempat tidur slide di kamarku membuat kami tidak bisa menolak saat ibu menyuruh Sadam tidur di kamarku karena ada beberapa anggota keluargaku yang lain menempati kamar tamu.
"Masih sakit perutnya?" Tanya Sadam dengan wajah khawatir.
"Lumayan.. stress nih.. kecapekan.. bulan lalu malah gak dapet selama sibuk dikantor.." ujarku.
"Stress juga ngaruh sama siklusnya ya ternyata?" Sesaat kemudian tangan kiri Sadam terulur mengusap bagian belakang pinggangku. "Sabar yaa.." ujarnya.
Aku terkikik, merasa lucu. "Orang datang bulan di suruh sabar, kayak orang kena sakit parah aja! Ada-ada aja kamu!"
"Salah ya?" Gerakan tangannya berhenti.
"Enggak..lucu aja.." aku menepuk pelan tangannya. "Usap lagiii.." rengekku. Dengan segera Sadam menuruti keinginanku. "Dam.. aku mau tanya.."
"Apa?" Ia menopang dagu di atas tangan kanannya yang terlipat di kasur, menatapku.
"Nathan ngomong apa lagi sama kamu? Yang aku tahu, Nathan jadi konsultan pribadi kamu soal kita kan?" Aku menyisir rambut yang menutupi bagian mata kanan Sadam dengan jemariku.
"Kamu juga kan? Kamu ada dua, sama Vina.. kan?"
"Malah balik tanya.." aku menarik tanganku, kemudian menjadikan tanganku sebagai bantal. "Harusnya yang disini sekarang kan Nathan.. bukan kamu.." sambungku.
"Ooohh.. jadi maunya tidur sekamar sama Nathan ya? Kenapa gak ngerengek aja tadi, maksa dia biar dia aja yang ikut..?!" Sadam menarik tangannya kemudian merubah posisi duduknya, membelakangiku.
"Gak gituuuuu.. ngambekan deh nih anak mami!" Aku mencubit pelan pipi Sadam yang bentuknya tidak berubah dari sejak kami kecil dulu. "Aku kan sebelumnya minta Nathan buat temenin aku kesini karena-"
"Sengaja jaga jarak sama aku kan?" Dengan cepat Sadam menoleh. "Nathan bilang, takut bikin kamu gak nyaman kalau dia yang temenin kamu.. keluarga kamu bakal banyak tanya-tanya siapa dia, dia gak mau kamu bohong sama keluarga besar kamu.." kali ini Sadam merebahkan kepalanya di dekat badanku. "Satu lagi.." mengangkat lagi kepalanya, menatapku, "aku gak mau ada orang yang gantiin aku!" Setelahnya dengan gerakan cepat sadam meraih selimut yang masih terlipat rapi, merebahkan tubuhnya di kasur bagian bawah, bersembunyi dibalik selimut.
***
Aku merasakan tepukan di pipiku dan melihat ibu duduk di tepi ranjang. "Bangun.. mandi.. siap-siap make up.. bantu make-up ponakan-ponakan yang cilik-cilik itu loh jangan lupa.." serentetan kalimat dari ibu membuatku sedikit mengernyitkan dahi.
"Itu Sadamnya di bangunin.. tuh bajunya udah siap.." setelahnya aku melirik ke samping kananku dan mendapati Sadam masih terlelap pulas. "Ayo cepet..nanti repot rebutan kamar mandi.." aku mengangguk pelan, masih mengumpulkan kesadaranku saat ibu melangkah keluar kamar dan menutup kembali pintu kamar.
Tanganku terulur menyentuh bahu Sadam lalu mengguncangnya pelan. "Daaam.. bangun!" Ujarku dengan suara serak. "Daaammm.." berusaha mengguncang tubuhnya lebih kencang. "Ah si kebo satu nih!" Aku akhirnya terpaksa bangkit kemudian berpindah tempat duduk di kasur bagian bawah agar lebih leluasa membangunkannya.
"Daaaaaammmm.." dengan sengaja aku sedikit mengencangkan suaraku tepat di sebelah telinganya membuat Sadam terperanjat.
"Astagaaaa!" Sadam berteriak dan reflek menjauhkan kepalanya membuat aku tak tahan untuk tidak tertawa. "Aaakh Sheeer!" Sedikit merengek lalu membalik tubuhnya membelakangiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Future
Fanfiction"Ini kalau anak kita laki-perempuan sepertinya lucu ya jeng kalau nantinya kita besanan.." ujar wanita yang nampak jauh lebih dewasa dibanding wanita yang lain. Bu Ardiwilaga, beliau akrab di sapa seperti itu. Wanita disebelahnya tersenyum sambil me...