Ini kali pertama aku pulang sendirian dengan diantar ojek online di tengah hujan ibukota yang sudah berlangsung sejak jam tiga sore tadi. Hari Jumat adalah hari terakhir kerja bagi sebagian besar orang, begitu juga denganku. Sabtu dan Minggu adalah waktuku menikmati hari libur.
Kemana Haidar? Dia sedang meeting di luar kantor hari ini. Janjinya sih akan segera kembali ke kantor sebelum jam lima sore, tapi hingga jam enam sore aku tunggu orangnya malah susah ku hubungi.
Aku mau tanya, apa yang kalian lakukan begitu sampai rumah setelah hujan-hujanan sepanjang perjalanan? Kalau aku, yang ku lakukan begitu sampai di apartemen adalah bergegas masuk ke kamar mandi karena sebagian badanku basah meski memakai jas hujan sekali pakai yang di berikan abang ojek tadi. Setelah itu baru aku mengeluarkan isi tasku, mengecek takut-takut air hujan rembes membasahi semua barang di dalamnya.
Setelah memastikan semua barangku aman. Aku menuju pantry, menyeduh teh hangat dengan madu dan juga jamu cair dengan kemasan berwarna kuning, percayalah umur tiga puluh jamu sachet ini adalah pertolongan pertama untuk badanku agar tetap sehat. Adakah yang sama juga?
Kembali ke sofa, tampak handphone ku beberapa kali bergetar dan menunjukan nama Haidar disana. Panggilan masuk.
"Ha-"
"KAMU TUH KEMANA AJA SIH SHER? DARITADI AKU TELEPON GAK DI ANGKAT-ANGKAT, DI CHAT GAK DI BALES JUGA!!" teriakan Haidar memutus kalimat yang akan keluar dari mulutku. Kaget, kenapa dia terdengar sangat marah?
"Apa sih? Aku tadi sam-"
"TAHU KALAU KAMU MAU PULANG SENDIRI GAK AKAN AKU BURU-BURU BALIK KE KANTOR! GILA YA KAMU! AKU TUH KHAWATIR, HUJAN DERAS, BANJIR JUGA! KOK BISA-BISANYA NEKAT PULANG?? KALAU AKU BILANG TUNGGU TUH YA TUNGGUUU!!!!"
"Haidar, aku capek. Kalau kamu telepon aku cuma buat marah-marah, aku tutup ya. Bye!" aku memutus sambungan teleponnya. Aneh, yang harusnya marah-marah kan aku ya? Karena di buat menunggu dua jam gak jelas di kantor, yang susah di hubungi tadi juga kan Haidar. Kok bisa-bisanya dia lebih galak?!
Ini bukan kejadian pertama kali dia membentakku setelah selama lima bulan ini kita berpacaran. Setelah aku kenalkan dia sebagai pacarku pada Ayah dan Ibu di bulan ke tiga, tingkahnya jadi sangat posesif dan otoriter.
"Kamu sama Sadam tuh emang sedekat itu ya? Bisa sedikit berjarak gak sama dia? Aku gak suka!"
"Kalau di kantor jangan keseringan ngobrol sama teman-teman cowok kamu dong Sher, takutnya pada baper!"
"Kamu kalau ketawa jangan kenceng-kenceng bisa gak?"
"Yang rapih kalau makan, belepotan!"
"Sher, bisa berdandan agak anggun dikit gak sih? Aku gak suka kamu pake tshirt oversize gini."
Dan satu lagi yang aku tidak suka ketika aku dan Haidar berbincang, akan selalu ada kalimat "Ngerti gak?" seolah aku ini begitu bodoh di matanya.
Aku menekan angka tiga di layar handphone ku dan akan langsung tersambung dengan kontak Sadam. Tanpa perlu menunggu lama, telepon ku di angkatnya.
"Kenapa Sher?" suara Sadam terdengar menggema di sana.
"Dimana? Aku mau cerita!" rengek ku.
"Lagi di tempatnya Kirana, di Bogor. Nanti aku pulang langsung ke tempat kamu ya!"
"Yahhhh.. ya udah lah!"
"Kenapa? Ada apa?"
"Haidar! Udahlah nanti aja ceritanya! Percuma kan? Gak bikin kamu tiba-tiba sampe juga!" Aku memutus sambungan telepon ku setelahnya. Masuk kedalam kamar, membanting badanku di atas ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Future
Fiksi Penggemar"Ini kalau anak kita laki-perempuan sepertinya lucu ya jeng kalau nantinya kita besanan.." ujar wanita yang nampak jauh lebih dewasa dibanding wanita yang lain. Bu Ardiwilaga, beliau akrab di sapa seperti itu. Wanita disebelahnya tersenyum sambil me...