Kutukan?

255 28 35
                                    

Aku menggelengkan kepala saat mendengar penjelasan tentang siapa Erica dan kenapa Sadam menghindariku sepulang ia dari Yogya kemarin. "Harus banget bawa-bawa orang lain buat menghindari itu?" tanyaku.

"Kalau gak gitu mami mana percaya Sher, dia bakal terus-terusan jodohin kita.." kemudian Sadam menutup setengah wajahnya dengan tangan, "Hatchim.." bersin.

"Kamu emang beneran mau serius sama Erica?" Aku meraih tangannya, mengelap telapak tangannya dengan tisu basah yang mengandung alkohol.

"Ya, bisa aja nantinya beneran serius..?! Lagian tentang perjodohan itu bukannya kamu juga nolak?"

Kali ini aku sejenak berpikir.. "Kalau gitu aku bisa ajak Nathan aja ya ke Bandung?"

"Ke Bandung?" Sadam kemudian mengambil selembar tisu kering ketika cairan bening mengalir begitu saja dari hidungnya. Benar-benar flu berat!

"Ibu nyuruh aku sama kamu ke Bandung besok.. ukur badan untuk bikin seragam braidesmaid-groomsmen nikahannya Diana.." jelasku. "Minum lagi..." aku menyodorkan segelas air hangat lagi pada Sadam.

"Diana? Ponakan kamu?" ujarnya setelah meneguk habis air hangat di dalam gelas. Aku mengangguk. "Nathan yang kamu ajak memang gak apa-apa?"

"Ya tinggal aku kenalin, dia calon aku?! Biar ibu juga berhenti jodoh-jodohin kita.." aku beranjak mendekati dispenser, mengisi ulang gelas yang sudah kosong itu.

"Kalian memang pacaran?" tatapan Sadam tak lepas mengikutiku.

"Ya kamu sama Erica memangnya pacaran?" tanyaku balik dengan nada sedikit meninggi. Kalau dia boleh membawa Erica bertemu maminya nanti, kenapa aku tidak boleh membawa Nathan?

"Ya belum, lagian bawa dia ketemu mami juga gak dalam waktu dekat ini.." ujar Sadam.

Aku terkekeh, "Ya udah aku ajak Nathan aja.. Kamu kan lagi PDKT sama Erica? Sabtu ngedate dong harusnya?!" aku mencolek dagu Sadam dan di hadiahi bersin darinya. "Kurang asem!" Sadam tertawa kali ini.

"Maaf.." ujarnya yang kemudian meraih tisu lagi.

Tanganku meraih balsam yang dapat meringankan gejala pilek karena flu, dengan jar berwarna biru dongker. "Lihat atas!" aku mendorong dagu Sadam sedikit agar bisa membaluri lehernya dengan balsem itu. "Biar enakan!" aku mengoleskan sedikit di bagian dadanya kemudian merapikan letak selimutnya. "Udah ya, istirahat lagi!" kini giliranku mengacak rambutnya sebelum beranjak.

Sadam menahan tanganku di sana. Membuatku mengurungkan niat untuk segera pulang ke tempatku. "Makasih ya.." ujarnya. Senyuman tulus itu selalu berhasil merubah image badboy nya di mataku. "Kalau boleh jujur.. aku.. kangen Sher.." ucapannya barusan membuatku tertawa.

"Kangen? Haahaahaa" aku terpingkal menjatuhkan diri bersandar pada kakinya yang di tekuk, meletakkan lenganku di atas lututnya. "salah siapa sok-sokan jadi orang asing?" responku kali ini membuat Sadam merubah raut wajahnya. "Hey! Moodswing sekali! Iyaa deh iyaa, aku juga kangen!! Udah ah, kamu kalau sakit begitu tuh.. mellow.. suruh Erica kesini dong buat urusin calon pacarnya lagi sakit.. eh apa calon suaminya ya?" kali ini Sadam hanya menggelengkan kepalanya.

***

Ketukan di pintu apartemenku di hari yang masih gelap ini terasa sangat mengganggu ketika aku baru saja akan tertidur lagi. "Sher.." suara Sadam terdengar, membuatku buru-buru membukakan pintu, mengingat jika Sadam sedang tidak enak badan, mana tahu dia butuh bantuanku?

"Dam?!" Aku menatapnya heran karna sudah berpenampilan rapi. "Mau kemana kamu?" tanyaku.

"Mandi gih! Kita jalan ke Bandung sekarang biar balik Jakarta masih siang.." Sadam menerobos masuk ke dalam apartemenku masih dengan suaranya yang sengau di tambah masker hitam yang menutupi setengah wajahnya. "Malah bengong sih? Cepet Sher.."

Dear FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang