Tangisan bayi di tengah malam ini membuatku terbangun, kamar Sadam yang tepat berhadapan dengan kamar milik Livia membuat tangisan Kana terdengar amat nyaring di telingaku, tidak dengan Sadam yang sepertinya tak terganggu sama sekali. Aku menepuk-nepuk tangan Sadam, berusaha membangunkannya.
"Kenapa?" Suaranya terdengar teredam di belakang ku.
"Kana nangis itu.." bisikku.
"Ya kan ada ibu ayah nya.." jawaban Sadam kali ini membuatku menepuk kencang tangannya, membuat si empunya mengaduh kesakitan. "kok di pukul sih Sher?!" Sadam menjauhkan tangannya, mengusap-usapnya dengan sebelah tangannya yang lain, wajahnya mengernyit dengan mata yang terlihat masih sangat mengantuk.
Aku bangkit dari tempatku, menuju ke luar dari kamar dan mendapati Livia tengah berusaha menenangkan Kana dalam gendongannya. Aku masuk ke dalam kamarnya yang pintunya tak tertutup itu, Gilang tampak menutup wajah dengan bantal seolah tak mau mendengar tangisan Kana.
"Kana kenapa Liv?" tanyaku, Livia yang sibuk berusaha menyusui Kana itu seketika menoleh ke arahku.
"Duh mbak Sher, keganggu ya tidurnya? Maaf yaa.. Kana masih sering kebangun di jam segini nih.." kemudian Livia kembali fokus pada Kana.
"Ayahnya gak bantuin?" aku menatap ke arah Gilang sesaat. Livia tersenyum tak enak.
"Giliran kok mbak.." jawabnya.
"Aku boleh coba bantu tenangin Kana? Kayaknya gak mau minum susu juga dia.." entah dorongan dari mana, aku sama sekali tak berpengalaman menangani anak bayi namun rasanya kali ini aku perlu turun tangan untuk membantu.
"Gak apa-apa emangnya mbak?" tanya Livia, terlihat ragu menatap bergantian padaku dan bayinya.
"Ya.. aku mau coba.. boleh kan?" tanganku terulur dan di saat yang sama Livia menyerahkan bayi yang usianya baru akan dua bulan di minggu depan. Kana masih terus menangis saat baru saja aku gendong dengan posisi bayi pada umumnya. Mungkin dia tidak nyaman dengan posisi ini? Aku duduk di tepi ranjang Livia, merubah posisi Kana untuk bersandar di pundakku, tangan kiriku menahan bagian kepala dan lehernya sedangkan tangan kananku menahan bagian tubuhnya kemudian berdiri dan mengayun pelan tubuh mungil Kana dengan mulutku yang sesekali berdesis berharap ia akan segera menghentikan tangisnya.
Perlahan tangisnya mereda, sisa rengekan kecil yang keluar dari mulut Kana. Bahkan ia sepertinya sudah akan kembali tertidur dalam dekapanku.
"Kayaknya dia gak suka di gendong kayak bayi biasa Liv.. coba lihat, tidur lagi ya?" bisikku. Aku membalik badanku agar Livia bisa melihat wajah Kana di pundakku dan entah sejak kapan Sadam berdiri di ambang pintu kamarnya dengan senyuman lebar sebelum melangkah mendekat ke arahku.
"Hebat nih mama Sher nya Kana.. kok bisa Sher?" pertanyaan Sadam ini membuatku berpikir.
"Insting??" jawabku ragu.
"Udah tidur lagi mbak, mau di taruh sekarang? Biar mbak Sher bisa istirahat lagi.." Livia beralih merapihkan sisi ranjang tempat Kana berbaring dengan kasur bayinya.
"Sebentar lagi deh, takutnya belum pules dia.. nanti di taruh malah nangis lagi.. kasihan.." jawabku ketika merasa Kana menarik nafas dengan sisa sesenggukkan tangisnya.
"Pegel loh mbak.." ucap Livia.
"Liv, namanya juga ngurus bayi, wajarlah pegel karena gendong kayak gini.. pegel sebentar doang mah gak apa-apa yang penting nyenyak dulu dia."
Sadam mengusap kepalaku "Makasih ya udah bantu.." ujarnya "Kalau bangun lagi, kamu coba gendong begini Liv.. Mbak Sher harus tidur lagi, besok kita mau cari cincin nikah sama buat mas kawin sebelum pulang ke jakarta.." Ujar Sadam kemudian memintaku meletakkan Kana di tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Future
Fanfiction"Ini kalau anak kita laki-perempuan sepertinya lucu ya jeng kalau nantinya kita besanan.." ujar wanita yang nampak jauh lebih dewasa dibanding wanita yang lain. Bu Ardiwilaga, beliau akrab di sapa seperti itu. Wanita disebelahnya tersenyum sambil me...