Kamu

224 22 30
                                    

"Yang, aku turun sebentar ya.. ada ojek online anter makanan dari Vina.." ucapku saat baru saja keluar dari kamar. Terlihat Sadam yang sibuk dengan laptopnya menoleh.

"Sini sebentar neng.." dia menepuk tempat di sebelahnya memintaku untuk duduk.

"Itu ojeknya nunggu.." ucapku meski tetap mengikuti permintaannya untuk duduk di sampingnya.

"Lupa? Masih merah.. aku aja yang turun ya.. takutnya kamu papasan sama orang, di pikir cewek apaan nanti?!" Jarinya menunjuk leherku.

"Kamu juga mukanya masih babak belur.. emang orang gak akan mikir macem-macem?!" Kali ini Sadam beranjak, menepuk pelan kepalaku sebelum berlalu.

"Namanya juga cowok, baku hantam mah biasa Sher.." ucapnya kemudian menghilang dari balik pintu.

Tak berapa lama dia kembali dengan dua kantong plastik di tangannya. Aku yang sedang mengamati pekerjaan Sadam di laptopnya langsung beranjak menghampiri, mengambil alih salah satu plastik dari tangannya "Banyak banget???"

"Ini kayaknya bisa buat makan malem kita sampe besok lusa deh.. di sini berdua aja dia kirim seabrek gini.." kami sama-sama meletakkan kantong plastik di atas meja makan. "Udah bilang makasih belum sama Vina?" Tanyanya yang kini sibuk mengeluarkan beberapa makanan, menatanya di meja makan.

"Ya udah dong Yang.." aku mengambil dua buah piring untuk kemudian mengisinya dengan nasi. Setelahnya aku menggeser kursi di sebelah Sadam.

"Tumben? Biasanya sebrangan duduknya.." tanya Sadam.

"Lagi pengen aja duduk deket kamu, gak boleh?"

"Boleh dong sayangkuuu.. cuma gak biasanya aja makan duduk sebelahan begini.. aku jadi gak bisa liatin kamu ngunyah.." Sadam terkekeh setelahnya.

Aku menepuk lengannya pelan "apa sih ada-ada aja kamu nih!"

Setelahnya kami menikmati makan malam dengan hening, sibuk dengan pikiran masing-masing. Di kepalaku bahkan masih banyak pertanyaan yang muncul tentang kejadian yang seharusnya mungkin terasa mengerikan kemarin.

Aku menggeleng pelan, mengenyahkan semua pikiran tentang kemungkinan terburuk yang mungkin saja terjadi kemarin.

"Gak usah di pikirin Yang, udah lewat juga.." ucapan Sadam membuatku menoleh "Gak habis-habis ini makannya, ngelamun terus dari tadi.." setelahnya ia menyuapkan makanan ke dalam mulutku dengan tangan kosongnya. "Makan yang banyak, jangan sampai sakit!" Ucapnya lagi.

Sadam merapikan meja makan ketika aku sibuk mencuci piring bekas kami makan barusan, beberapa makanan yang tersisa di taruhnya ke dalam kulkas setelah memindahkannya pada kotak-kotak untuk menyimpan makanan.

"Mau aku bantuin?" Tanyanya, berdiri di sampingku menaruh tiga piring kotor lagi ke dalam sink.

Aku menggeleng, "biar aku aja.."

"Kamu kenapa? Masih mikirin yang kemarin malam?" Sadam beralih, berdiri di belakangku, melingkarkan tangannya di perutku.

"Aku takut.." ucapku, tanganku masih sibuk menyabuni kemudian membilas piring-piring kotor di depanku.

"Its oke Sher, setelah ini aku pastiin kamu aman.." ucapnya. Aku membalik tubuhku menghadapnya, menatap tepat pada mata pria yang terlihat amat tulus di hadapanku ini. Sekarang aku mengerti, bukan pribadinya yang salah, hanya lingkungan pergaulannya terlalu negatif untuk dia yang terlalu baik.

"Makasih ya.."

"Dari kemarin makasih sama maaf terus yang kamu ucapin.. yang lain kek.." jawabnya, berusaha mencairkan suasana.

"Ya apalagi? Kalau ada kata yang lebih dari terimakasih mungkin itu yang aku utarain.." aku mengalungkan tanganku yang basah di lehernya.

"Ya gak usah meper tangan basahnya juga dong neng.." ucapannya kali ini membuatku terkekeh.

Dear FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang