Bukti?

219 25 21
                                    

"Hari ini kamu gak kemana-mana?" Tanya Sadam saat kami sama-sama duduk di atas sofa, menikmati tayangan drama korea yang ku tonton. Aku menggeleng, mataku tetap fokus menatap lurus ke depan.

"Hmmm.. aku gak bisa maksa kamu buat biasa lagi sama aku, tapi jangan diem gini dong Sher.." nada permohonan itu terdengar. Aku menoleh sesaat kemudian mendekatkan jari telunjuk pada bibirku, lantas menunjuk smart TV berukuran tigapuluhdua inch di depanku.

Sejujurnya akupun merasa aneh saat ini, sebelumnya meski aku dan Sadam tidak berstatus sebagai pacar, namun aku akan selalu bersandar dengan nyaman padanya setiap kali kami menghabiskan waktu luang di apartemen untuk menonton film di OTT. Tidak seperti saat ini bersebelahan, duduk tegak bersandar pada sandaran sofa dengan kaki yang di lipat.

"Biasanya kamu ribut komentarin jalan cerita filmnya Sher.." Sadam mengeratkan peluk pada bantal sofa di pangkuannya. Kali ini aku menjawab dengan gelengan kepala. "Aku ngantuklah kalau kayak gini, gak paham juga ceritanya tentang apa." Sadam beringsut merubah posisi duduknya. Meletakkan kepalanya di atas pangkuanku tanpa ijin. Hal yang biasanya terasa biasa saja kali ini membuatku sedikit terkejut namun tetap membiarkan Sadam dengan wajah babak belurnya itu terpejam.

Sesaat setelahnya handphone yang ku letakkan di atas meja berdering, menampilkan nama seseorang yang ku kirimi pesan di pagi-pagi buta. Aku meraih benda pipih itu dan segera menjawab panggilan.

"Sorry ya Sher, semalem aku udah tidur kecapekan habis lembur.." suara laki-laki di seberang terdengar. "Gimana Sadam? Beneran gak pulang sampai sekarang?" Tanyanya kemudian.

"Iya.. tadi aku cek ke unitnya.. dia gak ada. Kamu ada ketemu dia gak semalam?" Aku menatap Sadam saat merasakan pergerakan dari kepalanya, ia menatapku penuh tanya. Tanganku dengan segera menutup mulutnya saat ia akan bersuara.

"Duh, jangankan ketemu Sher.. aku sibuk terus nih di kantor.. kemarin pada ngasih sureprise birthdaynya Erica aja aku gak bisa.." aku bergumam menanggapi "coba aku hubungi Erica deh, kayaknya Sadam sama dia.."

"Ehh.. gak usah Than.. nanti malam, bisa temenin aku ke club?"

"Malam ini Sher? Kamu mau cari Sadam langsung kesana? Gak ke tempat Erica aja?"

"Ke club aja, sekalian biar aku bisa jelasin ke orangtuaku alasan aku gak bisa nikah sama dia.." Sadam meraih tanganku yang menutup mulutnya, menggenggam jemariku tanpa berniat beranjak dari posisinya bersamaan dengan suara Nathan yang terbatuk di seberang.

"Ya udah deh, jam sebelas malam aku jemput ya.. biasanya jam segitu Erica baru dateng buat prepare.. kebetulan malam ini dia ada jadwal DJ kalau aku gak salah.."

"Oke, nanti malam kabarin lagi yaa.. see you!" Aku meletakkan kembali handphone di atas meja, setelahnya balas menatap Sadam yang seperti tengah menunggu penjelasan. "Aku perlu buktiin semua omongan kamu. Malam ini, ijinin aku ke club bareng Nathan ya?!" Aku mengusap wajahnya.

"Kamu mau ngapain?" Sadam menghentikan pergerakan tanganku.

"Kan aku bilang, mau buktiin semua ucapan kamu.. Kenapa? Takut?" Tanyaku, kembali menunduk menatap mata Sadam, berusaha membaca apa yang tengah laki-laki yang membaringkan kepalanya di pangkuanku ini pikirkan. "Takut ketahuan bohong?" Sambungku.

"Enggak, aku beneran jujur Sher! Yang aku tanya kamu mau ngapain? Gimana caranya kami buktiin kalau emang mereka jebak aku semalam?"

"Bikin Nathan mabuk terus bikin dia emosi.. bukannya orang yang mabuk akan sangat mudah terpancing emosi?"

"Gak gitu dong Sher.. kamu ngebahayain diri kamu kalau gitu caranya!" Sadam bangkit dari posisinya, wajahnya jelas penuh rasa khawatir.

Aku menepuk pipinya pelan, "Ya buat apa dong aku punya kamu?"

Dear FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang