Sadam's POV
Setelah hampir satu bulan yang lalu aku berusaha mengungkap kegamanganku pada Sherina, selama ini juga aku tidak pernah bisa melihatnya. Sepertinya Sherina sibuk dengan event di kantornya atau bisa juga dia sengaja menghindariku karena akses komunikasiku masih juga di blokirnya. Padahal hanya sisa empat hari lagi acara pernikahan keponakan Sherina di Bandung tapi keadaan kita saat ini malah begini gara-gara kelakuanku.
Jujur sebenarnya ada rasa rindu yang menyiksa. Bukan tidak berusaha menemuinya bahkan aku pernah semalaman membiarkan pintu apartemenku terbuka demi menunggu Sherina pulang ke apartemennya. Beberapa kali aku coba menemuinya di kantornya namun ketika di hubungi satpam ia selalu beralasan sedang sibuk dan tidak bisa diganggu.
Ya anggap saja ini hukumanku?!
"Gue sih sebenernya gak mau ya gantiin lo buat ke Bandung besok lusa!" Nathan duduk di hadapanku, memperlihatkan chat dari Sherina yang memintanya menggantikanku untuk menemaninya ke Bandung. Aku tersenyum getir membaca sederet pesan Sherina di benda pipih itu.
"Ya gimana, itu orangnya minta lo yang temenin dia.. Gue maksa dateng juga takut bikin dia gak nyaman.." jawabku kemudian meminum kopi di hadapanku.
"Gue kalau jadi Sher sih pasti capek juga sama lo Dam! Sher itu cuma pengen lo tegas aja.. Tegas sama apa yang lo rasain.. Masalah lo mau tolak atau terima dia kayaknya itu gak akan jadi masalah selagi kalian masih bisa berteman baik.." ujar Nathan, memperlihatkan isi chat lain dari Sherina yang sekilas ku baca sepertinya Sherina banyak curhat pada Nathan. "Come on bro, dimana-mana perempuan tuh gak bisa sekedar basa-basi 'jalanin aja'. Apalagi nginget umur kalian.. Udah bukan anak SMA lagi bro!!"
Aku terkekeh pelan, "Ya justru karena udah bukan anak SMA lagi makanya harus di pikirin baik-baik.."
Nathan kemudian menepuk keningnya lalu menggelengkan kepala sambil sedikit tertawa.
"Gue takut gak bisa bahagiain Sherina!Tanggung jawab gue sama keluarga gue nih banyak Than.. Gue bukan anak cowok yang bisa fokus sama kehidupan pribadinya.. Ada nyokap gue sama adik gue di pundak.."
"Lah, adik lo kan udah ada lakinya.. Kenapa masih aja jadi tanggung jawab lo?!" Nathan yang baru saja menyimpan kembali gelas berisi kopi di atas meja itu memasang wajah heran.
"Apa yang lo harepin dari anak mahasiswa yang belum punya kerjaan? Sedangkan perut ade gue makin hari makin gede.. After anaknya lahir ya siapa lagi yang tanggung jawab biayain?!"
"Nah hal-hal kayak gini nih lo harusnya cerita sama Sher! Jangan mendem tapi terus lo ngehindar.. Malah kesannya jadi kayak narik ulur cewek yang udah berusaha banget buat ngakuin perasaannya..!"
"Gue gak mau ngebebanin dia sama masalah-masalah gu-"
"HEH KAMPRET! Egois lo, sialan!!" Nathan hampir melempar stand kayu kecil berisikan menu-menu yang ada di coffee shop tempat kita berada saat ini. "Kalau denger gimana Sherina cerita tentang kalian temenan dari kecil dan sekarang gue denger lo ngomong kayak gini..gue jadi miris! Dari sisi Sherina, kalian terdengar deket banget, kesannya kayak udah saling tahu banget satu sama lain tapi ternyata dari sisi lo, malah kayak begini ke Sherina?! Secara gak langsung lo bikin dinding di tengah-tengah kalian.. Padahal Sher setulus itu sama lo!" Nathan menyimpan stand kayu itu dengan sedikit kasar sehingga menimbulkan bunyi ketukan yang lumayan menyita sedikit perhatian beberapa pengunjung yang berada di dalam ruangan yang sama dengan kami saat ini.
***
"Sher malem ini balik ke apart.. Kalau lo masih punya pikiran, masih pengen hubungan kalian baik-baik aja, lo samperin! Tapi kalau lo emang udah gak pengen ada di hidup Sherina, kabarin gue, biar gue yang habisin lo!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Future
Fanfiction"Ini kalau anak kita laki-perempuan sepertinya lucu ya jeng kalau nantinya kita besanan.." ujar wanita yang nampak jauh lebih dewasa dibanding wanita yang lain. Bu Ardiwilaga, beliau akrab di sapa seperti itu. Wanita disebelahnya tersenyum sambil me...