Firasat

211 22 51
                                    

"Sher, udah selesai revisinya?" Pertanyaan dari mas Haris kali ini membuat lamunanku buyar.

"Udah mas.. udah gue email tadi.." dengan segera aku membuka tab yang menampilkan email terkirim.

"Sher.. sorry.. ini typo banyak banget, coba cek ulang.." kali ini Vina menghampiri dengan lembar approval yang seharusnya hari ini sudah masuk ke bagian cetak.

Aku meraih selembar kertas glossy itu dari tangannya, melihat beberapa tulisan yang di lingkari. "Gue kerjain bentar ya.." kembali fokus pada monitor, mengarahkan kursor untuk membuka file desain yang harus ku revisi.

"Fokus dong Sher, seharian ini banyak ngelamun.. enggak lagi sakit kan lo?" Pertanyaan mas Haris ini ku hadiahi gelengan.

Entah, setibanya di kantor tadi perasaanku rasanya tak enak. Sedikit menyesal ketika aku mengijinkan Sadam untuk pergi bersama teman-temannya malam ini saat dia meminta ijin siang tadi.

"Misiii..misiiii.. Sher, keliru ukuran inii kurang setengah centi.." kali ini Aryo yang menghampiri tempatku. Reflek tanganku menepuk kening, berapa banyak kesalahan lagi hari ini?!

"Udah cetak banyak belum ini Yo?" Aryo menunjukan beberapa lembar wristband di tangannya.

"Baru coba print manual aja sih tadi.." jawabnya.

"Terus ini pada nunggu disini banget??" Menatap ke tiga orang yang berada di dekatku bergantian.

"Kalau nggak di tungguin kali aja malah revisi terus-terusan.. ayo kerjain.. udah malem ini, malam minggu pula.." ucap Aryo yang berdiri bersandar pada meja di sebelahku dengan melipat tangan didada.

"Gue sih abis cek email langsung balik.. kalau kalian lembur, jangan kemaleman ya!!" Mas Haris akhirnya meninggalkan kami bertiga.

"Lo kenapa Sher seharian ini? Lagi ada yang di pikirin banget kayaknya?! Cerita dong.." Vina bersuara saat aku tengah mulai mengerjakan revisi darinya. Setelahnya beralih merubah ukuran untuk wristband yang di minta Aryo tadi.

Aku memutar kursi, menatap dua manusia di dekatku bergantian. "Gak lagi mikirin apa-apa, gak enak hati aja dari siang.."

"Gak enak hati? Padahal tadi di anter pujaan hati kalau gue gak salah lihat.." ujar Aryo

"Kenapa lagi Sadam?" Kali ini Vina seperti langsung menebak sumber tak enak hatiku dari mana.

"Dia minta ijin buat ke club hari ini, ada acara temannya dia bilang gak enak kalau gak dateng.."

"Terus masalahnya dimana?" Aryo menatapku heran. Manusia satu ini memang hanya tahu sebagian kecil cerita tentang Sadam. Berbeda dengan Vina yang tahu detail hingga ke akar.

"Lo kasih ijin?" Pertanyaan lain muncul dari Vina yang sudah menarik kursi lain untuk ia duduki.

Aku mengangguk. "Gue ijinin, asal dia gak minum dan gak macem-macem.."

"Ngapain kasih ijin kalau jadinya lo kepikiran??"

"Ya gimana, dia bilang gak enak kalau gak dateng, udah janji juga gak bakal macem-macem.. cuma, abis gue kasih ijin ya gue nyesel.."

Aryo menatap ku keheranan "perempuan.. perempuan.." ia menggelengkan kepala kemudian mengangkat tangannya sebelum akhirnya menjauh meninggalkanku dengan Vina.

"Gue tuh gak mau setelah berubah status jadi ngekang dia, gue nyoba percaya kalau dia bisa pegang prinsipnya. Tapi sekarang gue ragu sendiri, takut temen-temennya maksa dia buat minum.."

"Lo gak minta ikut aja? Biar mastiin secara langsung kalau dia gak macem-macem.."

Aku terkekeh mendengar ucapan Vina. "Gimana bisa ikut Vin, kerjaan masih padet begini.. dia jalan jam sembilan tadi, kumpul dimana dulu gitu tadi buat siapin surprise buat temennya itu.. sedangkan gue aja jam segini masih disini.." jam digital di dinding ruangan menunjukkan angka sepuluh, lima belas menit.

Dear FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang