46. Bukan Inang dan bukan tumbal

157 29 0
                                    

-HAPPY READING-

Rumah Lyzura sepi dan sunyi. Lyzura tampak gelisah. Waktu terus berjalan, dan dia belum memiliki rencana yang cukup matang untuk menghadapi takdir mengerikan di masa depan.

"Tenang, Lyz. Seperti yang selalu aku katakan, kamu cuma perlu mengikuti alur yang ada. Melawan takdir gak bakal merubah apa pun," bisik Khaela dalam benak Lyzura, mencoba memberikan ketenangan.

"Dengan situasi yang genting, gimana gue bisa tenang, Kae? Semuanya terlalu cepat," balas Lyzura dalam komunikasi batin mereka. Mereka berkomunikasi melalui telepati. Kehadiran Rey di rumahnya membuat mereka harus berhati-hati dalam berkomunikasi.

"Kalau kamu kehilangan konsentrasi, maka akan sulit buat aku masuk kembali ke alam bawah sadarmu. Jadi tetaplah fokus apa pun yang terjadi, Lyz! Aku pasti membantu." Khaela berusaha menenangkan Lyzura, meski merasa kesulitan mempertahankan koneksi dengan pikiran Lyzura yang gelisah.

Lyzura menghela napas berat, membuat Rey menoleh padanya. Lyzura sadar betapa pentingnya untuk tetap fokus agar komunikasi dengan Khaela tetap lancar.

"Sekarang apa keputusan lo, Lyz?" tanya Rey setelah memberikan Lyzura waktu untuk berpikir.

Dengan serius, Lyzura menatap Rey, "Lo bisa bantu cari lokasi mereka, Rey?"

"Tergantung seberapa jauh mereka pergi, gua paling hanya melacak ponsel mereka. Akan lebih mudah jika ada pelac-"

"Ada sebuah pelacak di tas Salsa. Kita bisa menggunakan itu," potong Lyzura, teringat bahwa dia pernah menyimpan sebuah pelacak di tas Salsa.

Rey mengangguk, "Akan gua coba. Tapi kalau Salsa gak ngebawa tas itu, kita harus mencari secara manual."

"Oke. Lo bisa mulai melacak? Gue juga mau menyiapkan sesuatu."

Keduanya saling berpandangan sejenak sebelum mengangguk. "Aku duluan, Lyz. Kabari jika ada informasi penting."

"Iya." Perlahan, punggung Rey menghilang dari pandangan di gang depan rumah Lyzura.

Setelah merasa Rey benar-benar pergi, Lyzura menghela napas lega. Akhirnya dia bisa berkomunikasi dengan Khaela tanpa hambatan. "Jadi, apa rencana kita selanjutnya, Kae?"

"Kita perlu menemui keturunan ke-41 dari Buku Pusaka. Tanpa bantuannya, kita tidak akan bisa mengunci Alleba," jawab Khaela. Dengan pikiran Lyzura yang kini lebih tenang, koneksi telepati mereka menjadi lebih lancar.

Lyzura mengangguk. "Kita harus bertindak cepat sebelum pemilik Buku Pusaka juga menjadi target penculikan."

Zira, yang sejak tadi mendengarkan dari balik pintu, tampak cemas. Lyzura terkejut melihat ibunya di sana, lupa bahwa Zira berada di rumah.

"Apakah kalian akan pergi?" Tanya Zira dengan suara lirih, ada kesedihan mendalam dalam nada suaranya. Mata hitam Zira penuh kekhawatiran saat menatap Lyzura. Apakah Lyzura akan meninggalkannya dengan cepat?

Melihat kekhawatiran Zira, Lyzura segera mendekap ibunya dalam pelukannya. "Ibu, jangan khawatir. Aku akan kembali. Saat ini aku harus menyelamatkan teman-temanku agar mereka bisa pulang. Setelah itu, aku akan tinggal di sini sebagai putri Ibu satu-satunya."

"Berjanjilah untuk kembali, Zura ... atau setidaknya jika kamu memutuskan untuk pulang bersama mereka, pamitlah pada Ibu," kata Zira dengan suara serak, sambil menangis peluk tubuh ringkih Lyzura.

Another Life's Revenge [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang