41

5 0 0
                                    

✨✨

Di sebuah area pemakaman khusus terlihat pemuda dan gadis duduk bersimpuh. Tangannya terangkat mendoakan sahabatnya yang telah tiada.

Setelah selesai mendoakan selanjutnya menaburkan bunga. Dua orang gadis menangis tiada hentinya. Mereka masih tidak mempercayai itu.

"Ra maafin aku ya kalau tidak tahu menahu tentang ini. Saat tahu kabar kamu aku langsung segera berangkat menuju rumahmu" Ana menangis tersedu-sedu.

"Gue juga minta maaf gak nyegah lo buat pulang. Andai waktu bisa di putar Ra, aku mau kita banyak menghabiskan waktu bersama. Kamu juga bilang kan kalau aku sembuh kita jalan-jalan bareng. Sekarang mana buktinya ha?" Key bersuara parau.

"Kamu harus nepatin janji Ra" Key menangis kembali.

"Kalian harus sabar, ini semua takdir. Tugas kita mendoakannya agar tenang dan diberikan tempat terbaik" Jay berusaha menenangkan mereka.

"Gue juga sama kayak kalian. Tapi, kita harus ikhlas bagaimanapun. Kalian cukup jangan menangis lagi kasihan dia juga gak mau liat kalian sedih"

"Ra, kita bakal lulus segera mungkin karena kami akan menjadi perwakilan buat kamu"

"Iya Ra! Orang pertama yang akan kita samperin itu kamu. Kita akan cari siapa pelakunya Ra" Key tersenyum.

"Kita semua pergi dulu ya. Kamu yang tenang di sana. Kamu tetap teman masa kecilku yang terbaik dan tak tergantikan. Geng bebas selalu sayang sama kamu" Ana mengusap air matanya dengan kasar.

"Kamu adalah teman terbaik buat kita Ra" Vano mengucapkan kalimat terakhir sebelum pergi dimana teman-temannya mengangguk menyetujui jika bagaimanapun Ira adalah sosok teman terbaik.

✨✨

Di lain tempat tepatnya sebuah rumah megah bernuansa putih berdiri. Corak dinding terukir mempunyai ciri khas tersendiri.

Seorang pemuda berperawakan tinggi, berhidung mancung, berbadan tegap, tegas, dengan balutan jas dan kacamata hitam bertengger di hidungnya. Rupanya jika ditebak ia tuan rumah.

Tidak sendiri ia ditemani sosok pemuda berwajah tidak jauh beda yang berumur jauh lebih muda. Perbedaannya ia menggunakan sweater, celana kain, serta jam tangan limited edition terpasang dipergelangan tangan kirinya.

Brak

"Lissa" suata intimidasi keluar dari mulut pemuda yang memakai jas.

"Grr" pemuda yang lebih muda mengerang layaknya singa yang siap menerkam mangsa.

"Kelakuanmu selalu saja tetap. Apa kau tidak punya attitude, bagaimana jika di dalam ada pembicaraan penting?"

"Maaf kak"

"Sudahlah biarkan dia bicara dari raut wajahnya ketara ada hal penting yang ingin dia bicarakan"

"Abang kenapa perempuan gak tau diri itu ada di rumah kita?"

"Hm"

"Kenapa? kalian tahu kan kalau dia dan keluarganya menyebabkan papa terbaring hingga sekarang!" berdesis.

"Kau tidak perlu tahu, apa yang ingin kau bicarakan?" Pemuda yang lebih muda kali ini membuka suara dengan sorot mata tajam.

"Kenapa Mama bersikap baik kepada perempuan itu? Bisa tidak perlu menutupi sebenarnya. Apa susahnya menyingkirkan keluarganya dan dirinya"

"Lissa kau adik perempuan satu-satunya bagi kami. Ikuti saja apa perintah abang"

ABHIPRAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang