Lagi

168 1 0
                                    

Satu minggu berlalu setelah pertemuan antara sahabat dan juga Diana, hari ini Andre berniat berkunjung ke rumah David untuk mengambil berkas penting, tepatnya mobil sport hitam sudah terparkir di halaman mansion sebelas dua belas dengan kediamannya.

"Sayang dasi ka..." ucap Diana.

"Baby."

"Ada perlu apa anda kemari." datar.

"Aku cuma."

"Pergi. Sebelum aku panggil security untuk mengusirmu." pinta Diana berbicara tanpa melihat Andre.

Tak tak tak

suara langkah kaki dari belakang pria yang menatap lekat adik iparnya.

"Bang Andre." seru David menepuk pundak abangnya. "Sayang, kenapa kamu tidak ajak bang Andre masuk." beralih merangkul pinggang istrinya.

"Ayo bang kita masuk." ajak David mempersilahkan satu tangan ke dalam rumah.

Andre tau ada keterkejutan saat kedatangannya tak lama dari itu David juga datang. "Hmm... tidak perlu, abang kesini cuma mau ambil berkas yang kemarin Morgan berikan padamu."

"Berkas, ah... sebentar aku ambilkan, ada di ruang kerjaku." ujar David dianggukinya. "Sayang kamu temani bang Andre sebentar." berlari kecil memasuki lift yang terhubung langsung dengan ruangan kerjanya meninggalkan istri dan sang kakak berduaan di teras rumah.

'Keadaan macam apa ini, canggung sekali.' batin Diana mulai tidak nyaman. Lima menit suaminya belum kembali juga ia berbalik niat hati untuk menyusul ke dalam tetapi lengannya terasa berat.

"Baby. Boleh kita bicara." ucap Andre ragu.

"Tidak." menghempaskan tangan kekar kakak iparnya.

"Sebentar saja." mohon Andre.

"Telinga anda tidak dengar ucapanku tadi." ketus Diana.

"Diana. Maafkan aku." lirih Andre.

Bahkan intonasi bicara pria itu sangat kecil, namun Diana tetap bisa mendengar jelas.

"Sampai kapanpun aku tidak sudi memaafkanmu. Perbuatan anda terhadapku itu MENJIJIKAN." ucap Diana menekan kata menjijikan.

"Baby aku mohon ma."

Ucapan Andre terpotong melihat David keluar dari lift sembari membawa berkas di tangannya.

"Bang ini berkas yang lo minta bukan. Gue lupa warna map nya. Maklumlah kerja sambil ngurus bini." ujar David terkekeh.

Andre mengecek isi map berwarna biru teliti. "Iya benar ini. Kalo gitu abang duluan ya, satu jam lagi jadwalku meeting sama klien."

"Oh... gitu. Lo nggak mau minum atau makan dulu sebelum pergi." canda David berhasil merubah ekpresi serius sang kakak.

"Sorry gue lagi banyak urusan. Happy always." tersenyum manis bahkan senyuman itu mampu membuat Diana gugup. Karna memang Andre sengaja bermaksud menghibur.

Andre bergegas menuruni tangga kecil teras rumah hendak hendak membuka pintu mobil, tiba tiba saja perutnya terasa mual.

Hoek...

'Perut sialan, kenapa perutku mual banget. Mana kepalaku pusing, penyakit macam apa.'

"Kak lo." ujar David.

"Gue boleh ke toilet rumah kalian nggak." ucap Andre sembari menutupi mulutnya dengan kedua tangan.

"Boleh, masuklah. Apa perlu gue anter lo ke dalam." tawar David bermaksud ingin membantu.

"Tidak perlu, gue bisa sendiri. Lima menit." berlari begitu saja dari hadapan dua orang yang menatapnya heran.

Bang?

Lima belas menit berlalu Andre belum juga menunjukkan batang hidungnya, hal itu membuat David khawatir lalu memutuskan untuk menyusul nya ke dalam.

"Bang Andre lama banget. Katanya cuma lima menit." melihat jam di pergelangan tangan, waktunya melebihi waktu.

"Sayang kamu mau kemana."

Diana mengikuti langkah kaki sang suami masuk ke dalam kamar tamu.

Tok tok tok

"Bang. Lo gak kenapa napa kan di dalam." seru David dari luar pintu kamar mandi.

Ceklek

Pintu terbuka menampakkan sang kakak yang terlihat pucat. "Bang, muka lo."

"Gue tidak apa apa." keluar dari dalam sana dengan gontai.

'Kemana semua tenagaku.' batin Andre pandangan matan mulai buram dan.

Brugh... David segera menahan tubuh Andre agar tidak sampai ambruk, pingsan lagi untuk kedua kalinya.

BERSAMBUNG

IPAR KEMATIAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang