Pasien No. 9

4.5K 376 48
                                    

"Wow!" Rona berseru tanpa suara di tempat duduknya—di barisan tengah kursi ruang tunggu di depan ruang periksa—sambil mencengkeram ponselnya. Dua mata membulat penuh melihat nominal yang tertera pada invoice gaji minggu pertamanya.

Dua juta tujuh ratus lima puluh ribu.

Angka itu kini memenuhi kepala Rona yang sejak beberapa menit lalu tampak seperti lukisan pemandangan pegunungan. Dalam benaknya kini angka itu menari seperti gantungan mainan di tempat tidur bayi; begitu menyita perhatian.

"Oh ... my ... god ...," gumam Rona yang masih tidak bisa menutup mulutnya. Untunglah sebuah masker menutupinya dari beberapa pasang mata yang tengah berkumpul di ruangan itu. "Let's see. What did I do? Jumlah pasien dua kali jaga kemarin 67 orang, fee SIP, dan jasa tindakan."

Rona tidak bisa ingat apa saja yang dia lakukan selama dua kali jaga kemarin karena semua terasa begitu padat dan cepat dalam satu waktu. Berkat invoice yang begitu detail, Rona kini mengingat semuanya. Injeksi obat sebanyak tujuh kali, dua kali debridemen luka, dan satu kali aff jahitan.

Pulang dari sini gue mau ngitung ulang uang belanja minggu depan ... batinnya sambil menutup aplikasi banking—dia hanya ingin melakukan double check bahwa gaji pertamanya benar-benar sudah cair—dengan senyum merekah.

Sambil menyeruput iced lemon tea, Rona berusaha tenang di tempat duduknya. Matanya memandang berkeliling, melihat-lihat para tamu yang kini mengisi ruang tunggu klinik.

Kira-kira 45 menit yang lalu acara perpisahan dimulai.

Seorang pria—Sultan namanya—menjadi MC sepanjang acara. Sepertinya pria yang mengaku berprofesi sebagai perawat di RS ULILA itu mengenal banyak tamu yang hadir. Ia tidak memakai cue card dan dengan santai memanggil nama panggilan para tamu untuk maju menyampaikan kata-kata perpisahan.

Ada dr. Genta yang katanya seorang residen, dr. Mahesa yang sudah tidak asing lagi untuk Rona karena sewaktu koas Rona pernah bertemu saat bimbingan skripsi, lalu dr. Alexander. Dulu Rona pernah mendengar di ULILA ada seseorang bernama Alexander yang berhasil mendapat gelar cum laude dua kali. Saat preklinik dan koas. Katanya orang yang sama juga meraih nilai sempurna pada TO lokal, TO AIPKI, dan saat UKMPPD. Namun, di saat bersamaan Rona juga dengar ada kabar panas mengenai seseorang yang bernama Alexander. Katanya orang itu pacaran dengan seorang konsulen dan di saat bersamaan tinggal bersama dengan minor. Hanya saja, Rona tidak tahu apakah dua nama Alexander itu adalah orang yang sama dengan yang saat ini berdiri di tengah ruangan dan sedang memberikan salam perpisahannya untuk Luki.

Masa sih cowok babyface dan humoris kayak dr. Alexander bisa sebejat itu? Beda orang kayaknya ... batin Rona sambil melirik pada tumpeng yang berada di sebelah dr. Alexander. Kapan bisa makan, ya?

"Saya duduk di sini, ya?"

Rona tersentak saat Bu Mul tiba-tiba bergeser duduk di sebelahnya. Belum sempat dijawab, wanita itu sudah duduk dengan posisi sedikit condong ke arah Rona.

Mereka berdua hanya diam mengikuti jalannya acara sampai akhirnya Bu Mul membuka pembicaraan.

"Lain kali kalau ke acara yang diadain dr. Gadis, pakaiannya lebih formal lagi, Dok. Ini kan acara penting dan tamu-tamu yang diundang itu bukan tamu sembarangan," bisik wanita itu tanpa menggerakan otot wajahnya. Matanya tetap lurus menatap pada dr. Alexander yang sedang membicarakan sesuatu di depan sana. "Yang sedang bicara di depan itu pemilik hotel bintang lima, kalau dr. Mahesa yang di sana itu adik iparnya dr. Luki. Beliau anak direktur rumah sakit dan ibunya spesialis anestesi terbaik di Jakarta ...."

Rona melirik pada wanita di sebelahnya dengan sebelah alis terangkat.

Memangnya di mana letak kesalahan berpakaian yang dia lakukan?

When The Room Gets Too HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang