Pasien No. 36

3.3K 288 47
                                    

| Aylin: Aku otw yaaaa
| Aylin: gak sabar mau ketemuuu
| Aylin: aku baru beli lingerie baru khusus hari ini loh
| Aylin: miss u, Bekaa

"Kasian."

"Kok malah kasian?"

"Ya, kasian aja. Dia beli lingerie untuk ketemu elo, bukan untuk pacarnya. Udah gitu nggak bisa dipamerin ke elo ... kalo bukan kasian, terus apa?"

Beka mengangkat sebelah alisnya. Diliriknya Rona yang sedang menyantap sepotong almond croissant ditemani secangkir teh lalu kembali ditatapnya layar ponsel di meja. "Lo nggak ada takutnya, ya?"

Rona menunggu sampai mulutnya selesai mengunyah sebelum berbisik dengan satu tangan menutupi mulutnya. "Apa yang harus gue takuti?"

"Gue selingkuh sama Aylin."

"Bek, minta tisu dong. Gue tadi lupa ambil," bisik Rona sambil menepuk tangan Beka.

Dengan satu helaan napas panjang, Beka meraih tasnya di bawah kursi lalu memberikan satu bungkus tisu basah pada kekasihnya. Dia hanya bisa melirik, memperhatikan bagaimana Rona sibuk mengelap tangannya dari gula bubuk yang menempel lalu lanjut menyantap chocolate cookies.

Pasrah, Beka kembali melihat ke depan.

Pada layar yang sedang menampakan slide presentasi dengan tema 'Pengobatan Diabetes Melitus'.

This is boring.

Dia bukanlah tipe orang yang suka datang ke acara seminar dan duduk manis mendengarkan pembicara—yang sialnya, pembicara saat ini memiliki intonasi yang sukses membuatnya mengantuk—tetapi untuk hari ini, dia rela bertahan. Selain karena dia datang bersama Rona yang mendapat full sponsor dari perusahaan farmasi, hari ini dia harus menemui Aylin untuk memperjelas kondisinya.

"Gue nggak takut lo selingkuh kalau perempuannya kayak Aylin," bisik Rona sambil menyandarkan bahunya di kursi. Wanita itu menyilangkan tangannya sambil menutup mulutnya saat berbisik. "Dibandingkan klien lo yang lain—"

"Ex-clients."

"Ya, itu maksudnya," lanjut Rona. "Dibanding yang lain ... she's different."

Ada benarnya, sih ... batin Beka dengan kening mengerut.

"Lagipula, kalo pas ketemuan lo dibayar itu namanya kerja. Bukan selingkuh."

Beka terdiam. Lagi-lagi omongan Rona ada benarnya dan dia tidak memiliki tempat untuk protes.

"By the way, parfumnya baru?"

Di balik tangan yang menutupi setengah wajahnya, Rona tersenyum. Ia melirik sekilas lalu mengangguk.

"Gue kan udah lama ngincar parfum, terus kemarin disaranin sama Jacob beli decant untuk cobain baunya. Norak nggak baunya?"

Sambil bersedekap, Beka memiringkan tubuhnya mendekat pada Rona. Dengan suara yang amat pelan, dia berbisik, "it smells so good, I think I want to sniff more."

"In private," lanjut Beka sebelum Rona mencubit pinggangnya.

Bekas cubitan itu rasanya panas dan nyeri. Beka mengusapnya sambil menahan keinginan untuk protes. Tidak lucu kalau dia harus mengaduh di tengah forum ilmiah yang terdengar begitu syahdu.

Tidak lama, ponselnya menyala. Panggilan masuk dari Aylin sudah menjadi pertanda bahwa kliennya itu telah tiba di lokasi. Setelah berpamitan dengan Rona, Beka pun beranjak.

Begitu sampai di depan lift, ponselnya kembali bergetar. Sekilas dia melirik dan tersenyum usai mendapati notifikasi kali ini berasal dari Rona.


When The Room Gets Too HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang