Pasien No. 33

2.9K 277 59
                                    

"This is bad."

Dua orang pria dan seorang wanita duduk bersisian di bawah pohon rindang di Velodrome, Rawamangun, sambil menonton para pengunjung lain berlalu-lalang. Mereka bertiga memilih untuk tidak ikut lari atau bersepeda dan hanya duduk menjaga barang-barang milik rombongan.

Alice, satu-satunya wanita di antara mereka bertiga, mendorong kacamata hitamnya yang melorot usai membaca chat dari Jacob. Ia menghelakan napasnya tajam. "Kayaknya Jacob kita tinggalin aja, deh. Belum ada satu jam di sini, udah nyantol tiga orang."

"Sebelum pulang lo harus itung personel, jangan sampe beneran ngebungkus anak orang." Robyn mendengkus usai melihat isi dompetnya. Pria itu—yang dipaksa ikut lari pagi oleh Vic—menjulurkan tangan ke arah Beka yang duduk sambil menopang dagu. "Bek, bagi duit. Gue mau beli—"

"He's sleeping," ujar Alice yang sudah menyadari pria di samping kirinya sejak tadi tidak bersuara. Sempat Alice menoleh sambil menggoyangkan tangan di depan wajah Beka, tetapi pria itu sama sekali tidak merespon. "Bek, tidur di mobil aja, gih!"

"Mana mau dia nunggu di mobil? Beka ngebela-belain dateng kan biar bisa keep an eye out on Rona." Robyn kemudian menyimpan kembali dompet kosongnya ke saku celana lalu mengeluarkan ponselnya. "Jealousy at its finest."

"I'm not jealous."

"Ouch! He's no longer sleeping I guess," canda Robyn sebelum melambaikan tangan pada Vic dan Karina yang kebetulan lewat.

"What's wrong with being jealous?" Alice menopang dagunya lalu menoleh pada Beka yang sedang melakukan peregangan. Mata wanita itu kemudian melirik ke arah di mana Rona dan teman-temannya sedang berkumpul untuk foto-foto. "Ngeliat cewek gue bisa happy sama teman-temannya, padahal ada gue di sampingnya ... I'd be jealous. No offense, 'kay? Tapi Rona keliatan lagi happy banget sekarang."

"She's pretty too," imbuh Robyn yang ikut melihat ke arah Rona dan teman-temannya. Namun, komentar santainya itu menjadi bumerang baginya. Beka dan Alice seketika menatap sinis padanya. "What? It's my honest opinion based on what she looks. Last time I saw her, she didn't even have those shines on her eyes. Sebuah kemajuan yang harusnya dirayakan."

Alice mengangguk seraya melepaskan kacamata hitamnya lalu menyampirkan di atas kepala. "I know right? Semalam gue, Karina, Jacob dan Rona ngobrol sampe jam 11 malam. Dia excited banget mau ketemuan sama teman internsipnya sampe nge-aktifin lagi akun IG dan Tiktok-nya. Untung ada Jacob dan Karina yang ngerti sosmed."

"Mungkin karena akhirnya dia ketemu circle yang seumuran."

"Oh, damn!" Alice menghelakan napasnya. "We're not that old, dude!"

"We're not but someone at her age—I believe she's in her mid 20s—pasti lebih nyaman kalo berada di lingkungan yang seumuran. Dulu Vic juga begitu, 'kan? Butuh waktu menyesuaikan sama obrolan kita."

Beka memutuskan untuk berhenti mendengarkan obrolan dua orang di sampingnya. Pria itu membuka aplikasi Instagram dan melihat sendiri apa yang dimaksud Alice tadi.

Sebenarnya, Beka pun sudah lama tidak menggunakan akun sosmed untuk meng-update kehidupannya. Semua aplikasi itu terpasang di ponselnya dan dipergunakan apabila dia butuh hiburan atau untuk melihat berita terkini. Namun, setelah mendengar perkataan Alice, dia jadi tertarik untuk melihat-lihat.

Begitu Instagram terbuka, hal pertama yang Beka lihat adalah akun Instagram Rona berada pada urutan pertama daftar story-nya. Saat dibuka ada tiga update terbaru. Yang pertama adalah foto dashboard mobil dan lampu lalu lintas selama perjalanan ke Rawamangun tadi. Ada sepotong screenshot obrolan di WA yang menunjukan perintah dari teman-temannya agar Rona cepat-cepat menyusul ke Velodrome. Lalu di story selanjutnya ada foto landscape gedung dan langit yang pagi ini terlihat cerah.

When The Room Gets Too HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang