Pasien No. 30

3.5K 277 85
                                    

🔞🔞🔞

Warning:

Mentioning underage pregnancy & escort services

🔞🔞🔞


"Sudah mau pulang? Nggak mau nginep aja?"

"Aku mau jemput pacarku, Tan. Bentar lagi sifnya selesai."

"Pacarmu tetap kerja? Kenapa nggak disuruh cuti dulu, sih? Keterlaluan kamu, Beka."

Beka menggedikan bahunya sambil mengenakan kaus hitam yang dikeluarkan dari tasnya. Setelah merapihkan bagian bawah kaus, dia mengenakan jaket kulitnya. "Dia yang mau, Tan. Aku udah ngasih saran untuk cuti, tapi dia bilang mau cari kesibukan biar nggak kepikiran terus."

Sambil bercermin, Beka mengacak rambutnya sebelum mengenakan kacamatanya. "Setelah dipikir-pikir, ada bagusnya juga dia tetap kerja. Daripada di kosan dan nggak ada kegiatan, nanti malah nambah stress."

Clarissa, wanita kencan Beka malam ini, beranjak dari tempat duduknya lalu menghampiri Beka. Dibantunya Beka merapihkan pakaian agar tampak presentable. Dengan satu tangan, wanita itu mengusap wajah Beka. "Sebenarnya saya iri sama pacarmu itu. Dia bisa dapat perhatian sebesar itu dari kamu. Seorang Beka, loh. Tiba-tiba nelpon saya dan minta tolong untuk berurusan sama kepolisian."

Seulas senyum muncul di bibir Beka sebelum dia meraih tangan Clarissa dan mengecup telapaknya. "I was desperate, Tan. Cuma Tante yang bisa nolong pacar dan sahabatku. Makasih, ya. Kalo nggak ada Tante, sekarang aku nggak akan bisa di sini nemenin Tante, loh."

"Mungkin kalau saya nggak bela-belain merayu Mas Yanuar supaya bicara sama temannya di kepolisian, kamu nggak akan meluangkan waktu untuk saya. Jadwal kamu kan full terus." Wanita itu menarik tangannya dari genggaman Beka lalu merapihkan kerah jaket yang Beka kenakan. "Tapi nggak apa-apa. Saya senang bisa ngebantu kamu dan teman-temanmu. Kalau mereka kenapa-napa, kamu pasti sedih, 'kan?"

"Om Yanuar nggak curiga, 'kan?"

"Sejak awal saya sudah cerita soal kamu ke Mas Yanuar. Saya bilang kamu itu putranya Aman dan Widya. Dia kan butuh dukungan papamu untuk keperluan politik, mana mungkin dia melarang saya membantu kamu." Clarissa tertawa kecil sambil memandangi badan Beka.

Dia paham arti tatapan itu.

Dia tahu apa yang Clarissa pikirkan.

Namun, dia tidak bisa meladeninya lebih jauh.

"Kamu tahu? Tadinya saya sempat cemburu sama pacarmu itu, tetapi setelah tahu kamu ingat sama saya dan memohon di saat kamu punya masalah—saya senang. That means I have a special place dalam hatimu, 'kan?"

Beka tertawa pelan lalu mengecup lagi tangan Clarissa. Dihirupnya aroma parfum yang menguar dari area pergelangan tangan wanita itu. "Sebelum aku pulang, ada sesuatu yang mau kubicarain sama Tante."

"Oh, ya? Kenapa nggak bilang aja dari tadi?"

"Mana bisa?" Beka menunduk untuk kembali menghirup aroma telapak tangan Clarissa dalam-dalam lalu menggigitnya pelan. Dari sudut mata dia menyaksikan bagaimana Clarissa tampak antusias.

This woman ... she's like an open book.

Hanya sedikit rayuan akan membuat wanita di hadapannya itu mampu mewujudkan apapun keinginan Beka. Tidak sedikit hadiah yang telah Beka terima dari Clarissa sepanjang pertemuan mereka. Kalau Beka mau, bisa saja dia meminta sebuah unit apartemen atau mobil mewah, tetapi Beka tidak membutuhkan itu.

When The Room Gets Too HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang