Pasien No. 37

3.2K 275 30
                                    

Kepala Rona pening bukan main.

Tenggorokannya sakit dan kerongkongannya terasa kering.

Dengan mata setengah terpejam, dia hanya diam merasakan cairan mengalir dari selangkangannya. Merembes pada kain yang dibentangkan Beka sebagai alas duduknya di atas toilet lalu menjalarkan sensasi hangat pada kulitnya.

Sejak Beka memulai, entah sudah berapa kali dia merasakan kedutan hebat akibat permainan sang kekasih dan akhirnya apa yang diinginkan tercapai.

Sambil melepaskan jambakannya pada rambut Beka, Rona mencoba mengatur napasnya. Dia menunduk, melebarkan dua kakinya untuk melihat suasana di bawah sana. Kekasihnya masih sibuk menunggu seluruh cairan itu keluar sambil memijat klitoris Rona. Begitu wajahnya maju untuk menjilat, Rona menahannya. Dirapatkannya dua kaki untuk mencegah Beka kembali menjilat.

" ... don't."

Beka tertawa.

Satu tangannya membentangkan kaki Rona agar mereka bisa saling tatap.

"Capek, ya? Mau istirahat dulu?"

Rona menggigit bibirnya sambil menggeleng.

"A, are you ... hard?"

Pertanyaan bodoh itu terlontar begitu saja. Padahal Rona melihat sendiri apa yang terjadi di antara kaki kekasihnya dan tadi pria sempat mendapatkan satu kali ejakulasi sembari memuaskan Rona—he even let her suck his cum.

Rona menggapai tangan Beka yang kemudian menarik tubuhnya untuk bangkit. Dari posisinya yang sekarang, bisa terlihat jelas milik Beka belum sepenuhnya ereksi, tetapi tidak mengapa. Rona tahu apa yang harus dilakukan.

Kakinya bergerak merapat lalu satu kakinya meraba milik Beka. "Can I play with 'this'?"

"Sure," jawab Beka seraya menangkup kaki Rona yang baru saja menggodanya. Berkali-kali Beka mencium di area betis, menggigitnya pelan, lalu turun untuk mencium di telapak kaki. "Mau di sini atau pindah ke tempat tidur?"

Tanpa menjawab, Rona menarik kakinya dari pegangan. Dia kemudian menarik pergelangan tangan Beka lalu mengajak kembali ke tempat tidur. Setelah mencium kekasihnya, dia dorong Beka berbaring di tempat tidur.

Cukup lama dia terdiam dalam posisi berdiri, menyaksikan Beka berbaring nyaman sambil sesekali mengusap kejantannya.

"Gue mau coba ... " Rona menarik napas, " ... penetrasi. Boleh?"

Beka tertegun.

"I did my math and today is my safe day. Let me do it."

"You." Beka berujar dengan kening mengerut dan tatapan tidak yakin. "Want to do it? I mean ... have sex? Penetrative sex?"

Kalau bukan karena hasratnya yang sedang menggebu-gebu, Rona pasti salah tingkah mendengar pertanyaan bodoh Beka. Namun, dia tahu maksud pertanyaan itu adalah sebuah bentuk penegasan. Siapa tahu mereka berdua memiliki pemahaman berbeda.

Biar bagaimanapun, mereka berdua adalah dewasa dengan pengalaman yang berbeda. Bagi Beka, hal-hal seperti ini nampaknya merupakan keseharian yang sudah menjadi bagian dari pekerjaannya. Sementara bagi Rona, yang belum pernah berhasil melakukannya, mengajak seperti ini membuatnya malu.

"It's okay if you don't want to do it ... with me."

"No, Ron. Nggak gitu," sangkal Beka seraya duduk tegak dengan kaki bersila. "How do I explain it ... hm, oh. Maksud gue, lo yakin mau coba? Seingat gue, lo pernah bilang pernah coba dan nggak bisa. Entah apa yang terjadi dulu, tapi di sini gue mau memastikan."

When The Room Gets Too HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang