Pasien No. 35

3K 325 26
                                    

Hanya dengan melihat wajah masam Rona yang berjalan menghampiri mobilnya di lobi, Beka tahu ada yang tidak beres. Wanita itu masuk ke mobil, duduk, lalu memasang seatbelt tanpa mengatakan sepatah kata pun. Begitu Rona sudah menyilangkan tangan di dada, barulah Beka melajukan mobilnya.

Sepanjang jalan pun mereka tidak berbicara sama sekali. Setiap Beka mencuri pandang, Rona sedang menghelakan napas, berdecak, atau hanya diam menatap ke luar jendela.

"Did something happen?" Akhirnya, setelah melewati dua kali lampu merah, Beka memberanikan diri bertanya. Namun, Rona tetap diam tanpa memberikan respon apapun.

Oke, baiklah.

Sepanjang pengalamannya berada di dekat Rona, pacarnya itu memang tipe yang diam saat dalam masalah. Terlebih masalah yang masih baru terjadi. Karena itu Beka mencoba memahami kondisi dan tidak mencecar lebih jauh.

"How's the food? Did you enjoy it?"

"Everything's fine, kecuali baksonya."

"Oh, ada bakso juga?" Sambil melajukan kembali mobilnya, Beka melirik sekilas pada Rona sebelum kembali melihat ke depan. "Kenapa baksonya?"

"Enak, tapi nggak cocok di lidah. Terlalu elite rasanya."

Sebuah deskripsi yang terdengar aneh, tetapi Beka bisa paham apa yang dimaksud.

"Dan rasanya makin nggak enak karena topik obrolannya," lanjut Rona sebelum kembali diam di sisa perjalanan.


✿✿✿



Mendengar pintu kamarnya diketuk, Beka hanya melirik sekilas lalu mengizinkan pada siapapun di balik pintu untuk masuk. Hanya saja, orang yang mengetuk tidak kunjung masuk, jadi Beka terpaksa membukakan pintu agar—"may I help you, Ma'am?"

Rona berdecak mendengar sambutan manis dari Beka. Ditatapnya tajam sosok pria yang berdiri telanjang dada di depannya.

"Ngapain?"

"Baru selesai mandi."

"Pake bajunya!"

Buru-buru Beka mengenakan kaus hitam polos yang baru diambilnya dari lemari lalu mempersilakan Rona masuk. Saat kekasihnya berjalan melewati, hidungnya bisa mencium aroma sabun menguar.

Seulas senyum kecil muncul di bibir Beka, tetapi detik berikutnya wajahnya berubah datar ketika Rona berbalik menatapnya.

"Tadi sama anak-anak KB jadi makan di mana?"

"Balai Pustaka. Makanannya enak, Ron. Kapan-kapan gue ajak ke sana, ya?"

"Gue nggak suka sama kli—si Aylin."

"Sebentar," kata Beka seraya menutup pintu kamarnya. Pria itu mempersilakan Rona duduk. "What happened?"

"I don't like her," tegas Rona sambil menghelakan napas. "Di depan orang dia bersikap manis, tapi di depan gue sikapnya ... " suaranya mengecil, " ... kayak setan."

Okay, that girl definitely did something ... "do you wanna talk about it?"

Dengan tatapan sinisnya, Rona memandang Beka yang duduk di hadapannya selama beberapa detik lalu memalingkan muka. Dan bibirnya tampak cemberut.

"She said you're ... sterile."

"Hah!?"

"Katanya lo vasektomi karena habis kecelakaan."

...

Beka mengerjapkan matanya. Dia terlalu syok mendengar penuturan Rona sampai-sampai tidak tahu bagaimana harus merespon. Sambil memijat kening, dia mengembuskan napasnya. "Gue pernah dioperasi dua kali. Pasang pen di tangan kiri karena kecelakaan dan tonsilektomi—everything else remains untouched."

When The Room Gets Too HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang