Ini mungkin baru sebuah dugaan dan belum bisa dipastikan kebenarannya, tetapi pengalaman mengatakan memar yang ada di tubuh Avery terjadi dalam 24 jam terakhir. Ukurannya beragam, tersebar di beberapa titik, dan warnanya mulai membiru. Ditambah dengan bekas cakaran di sana-sini.
Rasa-rasanya, tidak perlu menjadi seorang dukun untuk bisa menebak asal semua luka di tubuh Avery. Ditambah dengan kondisi terpukul sahabatnya kala datang ke kosan, semuanya semakin jelas. Hanya saja, Rona tidak ingin terdengar sok tahu dan memilih untuk mendengar langsung dari Avery kala sahabatnya itu siap bercerita.
Setelah mengambil sekotak tisu dan segelas minuman hangat, Rona menarik kursi mendekat ke tepi tempat tidur di mana Avery duduk.
"Who did this?" tanya Rona dengan rahang mengeras. Sebisa mungkin dia menahan pergelutan hatinya dan mencoba tetap tenang sembari memberikan kenyamanan pada Avery. Selembar tisu dilipatnya asal-asalan lalu dibantunya mengelap air mata Avery yang tidak kunjung berhenti.
Avery itu orang yang sangat kentara suasana hatinya. Semuanya terbaca seperti sebuah buku yang terbuka. Meski begitu, sahabat Rona itu jarang sekali menangis hingga tersedu-sedu seperti ini.
Dan melihatnya membuat dada Rona terasa seperti diiris.
Sahabatnya menggeleng pelan.
"Per, I know it's hard and painful, but ... " Rona menelan kelu ludahnya, " ... if you need anything or want to share something, I'll be here, kay?"
"Ron ...," isak Avery sebelum menghamburkan pelukannya pada Rona. " ... help me. Please, help me."
Kedua tangan Rona langsung melingkari tubuh Avery untuk membalas pelukan sahabatnya itu. Erat dia mendekap tubuh Avery yang bergetar hebat, mendengarkan semua tangisan itu, dan mencoba semampunya memberikan rasa aman.
Rona memejamkan matanya sambil menggigit bibir. Semakin dia mendengar tangis Avery, semakin ngilu dia rasakan.
Namun, dia tidak bisa ikut menangis.
Saat ini dia harus menguatkan Avery dan tidak boleh membuat Avery ragu untuk bercerita.
"I'm here, Per," bisik Rona sambil mengusap punggung sahabatnya. Melakukan hal yang selalu Avery lakukan saat dia mengadu. "Gue di sini."
Tangis Avery semakin keras dan satu tetes air mata akhirnya menetes dari sudut mata Rona.
✿✿✿
| Alicia (KB): dude! do sumthin!
| Alicia (KB): I heard some1's cryin next door
| Alicia (KB): u guys breakin up?| Me: long story
| Me: and we're not breaking up
| Me: let them be for now"Talk to Alice, Gen."
"Kenapa? Apa katanya?"
"Nothing. Just let her know what's going on. Gue nggak mau penghuni lain nantinya malah mikir yang nggak-nggak soal Rona."
Ganesa menggerakan alisnya lalu kembali menghisap rokok, "fine, I'll let everyone know."
✿✿✿
Isak tangis Avery sudah semakin reda dan napasnya mulai terkendali. Minuman hangat pemberian Beka berhasil membuat sahabat Rona itu lebih tenang.
"Gue kira karena kami kembar otomatis gue jadi orang yang paling bisa ngertiin Issa." Kalimatnya masih terdengar patah-patah dan tersendat, tetapi Avery sudah mampu berbicara. Wanita itu kini duduk bersandar pada beberapa bantal dan guling sambil memeluk sekotak tisu. "But I was wrong. I don't know anything about him."
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Room Gets Too Hot
ספרות לנערות[21+] [Chicklit / Romance / Medicine] Start: 01/12/2023 🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞 "Karena lo nggak mau pacaran, gimana kalo kita FWB-an aja?" "Emangnya lo berani bayar berapa untuk bisa FWB-an sama gue?" " ... what? FWB kok bayar?" "Bukannya emang gitu, ya? Ba...