Pasien No. 31 B

3.2K 282 57
                                    

🔞🔞🔞

Warning:

Mentioning suicide attempt.

🔞🔞🔞


"Hape lo dari tadi bergetar," terang Rona ketika Beka kembali dengan dua gelas minuman. Satu gelas berisi teh beraroma herbal yang sangat harum dan membuat nyaman dan satu lagi hanya air mineral hangat. Setelah diberitahu, Beka terlihat meraih ponselnya. "Bukan hape yang itu, yang satu lagi."

"Oh, biarin aja," kata Beka seraya mengembalikan ponsel yang dipegang ke meja, lalu meraih ponselnya yang lain. Alih-alih memeriksa siapa yang menghubunginya, Beka malah mengaktifkan moda pesawat lalu menelungkupkan ponsel itu di meja. "Hape itu khusus untuk client. Gue nggak mau mereka ngeganggu kehidupan pribadi gue di luar sesi kencan. Termasuk pasien yang suka konsultasi di luar jam praktek. And this one is my personal phone."

"Kalau lagi sama klien lo, hape ini di-airplane juga?"

"I left it on vibrate. Sometimes I need a distraction to get out of a client's place."

"Lo kan udah dibayar, kenapa malah pengen kabur?" Dengan bibir mencebik, Rona memalingkan muka, "nggak profesional."

Beka menggerakan kedua alisnya sambil menatap pada gelas berisi air mineral di tangannya. "Meskipun udah dibayar, akan selalu ada kondisi yang ngebuat gue berubah pikiran, Ron. Misalnya ada klien yang nggak jujur lagi keputihan atau kena herpes. Or some of them have this bad odor coming out of—"

"Okay, stop!" sela Rona sambil meringis. Dia bergerak tidak nyaman dan bergeser agak jauh dari tempat duduknya semula.

"Yours is fine," bisik Beka sebelum berpura-pura menempelkan gelas ke mulutnya.

"Shut up!" cetus Rona sambil mendorong Beka menjauh dengan kakinya. Wajahnya memerah menyadari gelagatnya barusan ketahuan Beka dan baru saja pria itu mengomentari area kewanitaannya. "Lanjutin aja ceritanya!"

Beka tersenyum tipis. Dipegangnya pergelangan kaki Rona lalu ditariknya tubuh Rona agar mendekat. Kini kedua kaki Rona dipangkunya dan dijadikan tempat untuk mengistirahatkan tangannya.

"I was 14 when I first started it," mulai Beka lagi. "When I said 'first started', maksudnya pertama kali gue disuruh jadi escort dan sejujurnya gue baru paham istilah 'escort' pas duduk di kelas 10."

"Disuruh?" tanya Rona memastikan. Keningnya mengerut dengan satu alis terangkat.

Beka mengangguk lalu menjawab, "gue tadi sempat bilang, 'kan? Sikap Bu Widya ke gue berubah sejak digugat cerai bokap? Semuanya bermula dari situ, Ron. Perubahan sikap paling kentara adalah dia selalu ngajak gue kalo ada acara ketemuan sama teman-temannya. Awalnya, dia cuma nyuruh-nyuruh selayaknya orang dewasa yang bawa anak—salim kalo ketemu orang tua, bantuin ini-itu, harus memuji perhiasan atau baju baru, something like that—gue perhatiin setiap anak suka disuruh begitu sama orang tuanya. Sampai suatu waktu, salah satu teman Bu Widya memuji sikap gue dan minjem gue untuk diajak ke acara amal."

"Minjem," ulang Rona yang tidak familiar dengan pilihan kosakata yang Beka lakukan. He's not a 'thing', kenapa harus disebut 'meminjam'?

"Minjem," tandas Beka sambil mengangguk. "Gue masih ingat orang itu bilang ke Bu Widya, 'Wid, gue pinjam Beka sehari, ya? Suami gue nggak bisa datang dan nggak ada yang bawain barang-barang gue di acara nanti.'. Terus dibolehin sama Bu Widya setelah orang itu nawarin bayarin trip ke Raja Ampat."

When The Room Gets Too HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang