Pasien No. 43

1.5K 149 23
                                    

"Rahma, kenalin. Ini Rona. Pacarnya Rona ini salah satu tamu VIP di tokoku sekaligus dokter pribadi keluargaku. Rona, ini Rahma. Temanku yang tadi kuceritain."

Rona tersenyum tipis, mengangguk, lalu mengulurkan tangannya. "Rona."

"Rahma."

"Rona ini aslinya dokter umum juga, tapi lagi nggak praktek karena nungguin papanya yang dirawat di ruang ICU. Sama seperti mantan suami kamu, Ma."

Wanita di hadapan Rona itu mengangguk kecil usai mendengar penjelasan dari Tante Lilian. Ia kemudian menepuk punggung tangan Rona beberapa kali. "Turut prihatin sama kondisi papamu, ya. Semoga lekas sembuh."

"Makasih, Tante."

Jabat tangan mereka kemudian terlepas. Dua wanita di hadapan Rona kemudian melanjutkan perbincangan, sementara Rona terdiam memikirkan sebuah impresi yang tidak biasanya didapat dari pertemuan pertama dengan seseorang.

Mungkin ini hanya perasaannya saja, tetapi ada sesuatu yang janggal dari cara Rahma menatapnya.

Pertama tadi, sewaktu di lantai dua, Rahma tampak terkejut bukan main. Tatapannya seperti baru melihat penjahat. Lalu kedua kalinya saat Rahma menghampiri ke kafe, ada kesan seolah Rahma tidak ingin menatap langsung pada Rona. Berkali-kali Rahma menghindari tatapan Rona dan gestur tubuhnya saat berdiri dan duduk pun tampak seolah tidak memasukan Rona dalam audiensnya.

Penampilan gue seburuk itu, ya? Emang belum sempat mandi, sih, tapi udah cuci muka dan pake lipstik ... batin Rona yang kemudian melirik layar ponselnya untuk melihat penampilannya sendiri. Emang agak kusam, tapi masih cantik.

"Coba kita tanya Rona saja, Ma," usul Tante Lilian. "Ron, kalau di ruang ICU memang nggak bisa dijenguk bebas, ya? Nggak perlu sampai masuk, minimal bisa lihat aja gitu."

"Kalau lihat dari luar bisa, Tan. Dari kaca gitu, tapi itu juga harus tunggu jam visite biar dibukain tirainya dari dalam."

"Kamu bisa bantuin Rahma, Ron? Minta tolong supaya ketemu sebentar—"

"Eh, nggak perlu, Li." Rahma buru-buru mengelak. Wanita itu tersenyum canggung. "Yang penting sudah ketemu keluarganya dan titip salam. Nggak enak kalau saya maksa ketemu, nanti istrinya bisa mikir yang nggak-nggak. Biarlah sampai di sini saja."

"Loh, istrinya ...," gumam Tante Lilian dengan kerutan dalam di kening.

"Li, sudah jam segini. Kita pulang sekarang aja, yuk. Saya belum beres-beres, takutnya telat flight pulang."

"Flight ... Lah, Ma? Kamu pulang hari ini, toh? Aduh, kamu ini, Ma. Kenapa nggak bilang-bilang, sih?" Tante Lilian tampak kebingungan. Ditatapnya seluruh benda di meja lalu satu per satu miliknya dimasukan ke tas. "Ya, sudah. Ron, saya sama Rahma pulang duluan, ya. Salam untuk papamu, semoga bisa cepat pulih. Ingat, lho. Seandainya ada apa-apa dan butuh sesuatu, jangan sungkan hubungi saya ke nomor tadi, ya?"

Dua wanita itu kemudian pamit pulang. Salah satu dari mereka tampak terburu-buru, sementara yang lain terlihat tidak siap diajak pulang. Tidak berselang lama, Beka dan Jacob datang menyusul.


✿✿✿



Lilian baru saja mengeluarkan ponsel dari tasnya dan membuka pesan dari seorang staf toko ketika mobil yang ditumpangi keluar dari area parkir. Setelah mengabari bahwa dia tidak jadi datang ke toko siang ini, ponselnya kemudian ditelungkupkan di pangkuan.

"Ma, jadi mantanmu itu menikah lagi, ya? Sejak kapan? Kok aku baru tau."

Rahma tidak lantas menjawab. Ia masih termenung menatap ke luar jendela.

When The Room Gets Too HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang