Pasien No. 44

1.8K 251 48
                                    

"Kenapa orang-orang di dunia ini bisa setega ini?" Jacob mengeluh seraya mengeluarkan selembar uang pecahan Rp2000 dari amplop yang tampak lecek dan kumal. Dari tampilannya, amplop itu seperti dipakai berulang-ulang dan habis menerjang banjir. Uang itu kemudian Jacob lebarkan lalu diperlihatkan pada Alice. Sama saja dengan si amplop, uangnya pun tampak lecek dan menguning. "Look at this! Ngasih uang santunan cuma segini, memang seikhlasnya, tapi ini keter—"

"Selamat datang di hidup bertetangga di area ... " Alice mengecilkan suaranya, " ... perkampungan. This one looks decent tho, compared to the envelope I opened earlier. Udah ngasihnya cuma Rp2000, koin semua pula! Nih, dari baskom ini totalnya Rp734,000. Tukar dulu, Jack. Biar nggak tercecer uangnya."

Jacob yang kemudian mengeluarkan dompet dari tas selempangnya lalu mengeluarkan sejumlah uang. "I have Rp450,000 and take this extra Rp50,000. Baskom lain udah You tukar?"

"Udah, kok. Tadi Gen minta tukar recehan untuk bayar tukang parkir, orang-orang yang gali kuburan, sama beli kembang."

Jacob menghelakan napasnya sambil menutup kembali baskom dengan sehelai kain dan menumpuknya di kursi plastik di sampingnya. Pria itu mengedarkan pandangannya ke luar halaman, tepatnya pada gang tempat ayah Rona tinggal. Gang itu cukup sempit dan hanya bisa dilalui paling banyak dua motor di saat bersamaan. Kursi pelayat saja harus dipepet pada rumah warga agar bisa tetap dilalui. Lalu perhatiannya tertuju pada rangkaian papan bunga yang dibariskan menempel pada dinding rumah warga.

"Rumah sakit, kampus, teman angkatan, klinik Hartal dan ... who?" Jacob menunjuk pada satu papan bunga yang berada paling dekat dengan pintu masuk kosan. Memang tidak sebesar papan bunga lain, tetapi cukup menarik perhatian.

Alice menoleh dan ikut memperhatikan karangan bunga yang dimaksud. Dengan suara kecil dan tangan menutupi mulutnya, Alice berbisik, "kata Gen itu dari bokapnya Beka, tapi beliau nggak bisa datang karena ada kerjaan di luar kota. Don't tell anyone, 'kay? I promised Gen I woudn't tell anybody ... katanya bokapnya Beka ngirim uang santunan segini ... " sepuluh jari Alice terangkat setinggi wajahnya lalu ia kembali menutupi mulutnya, " ... dan uangnya dititipin sama yang anter papan bunga. All in cash."

"Terus uangnya ke mana?"

"Dikasih ke Beka, tapi kata Beka pegang dulu untuk jaga-jaga kalo dibutuhin. Ya, contohnya untuk bayar ustad, bayar nasi kotak dan snacks."

Jacob mulai mencondongkan tubuhnya. Ikut terbawa suasana yang Alice ciptakan. "I don't get it, Lis. Kenapa kita harus bisik-bisik kayak gini? Emangnya papanya Beka kenapa? He's a criminal? Corruptor? Or what?"

Alice menyengir.

"Nggak apa-apa, sih. Gue iseng aja pengen ngerjain lo," katanya sebelum ditoyor oleh Jacob.

"Hey, I'm hungry. Do we still have anything to eat?"

"Masih ada nasi kotak sama snack box di dalam," jawab Alice sambil memasukan uang yang tadi dihitungnya ke dalam amplop coklat. Dengan sebuah spidol hitam, wanita itu menuliskan jumlah keseluruhan uang santunan yang telah terkumpul. "Mereka masih di dalam, ya?"

"You mau ke dalam juga? Ambilin Me some snacks please! Me mager banget bergerak," pinta Jacob sambil menyengir.

Pasrah, Alice kemudian masuk.

| Me: You guys r comin riiitteee??

| Me: Bring sumtin 2 eat plssszzz
| Me: Mr. Smarty, dun forget bikinin me surat sakit lagi!
| Me: today I told my office mate ive got vertigo

| Mr. Smarty: yaaaah!!!
| Mr. Smarty: udah terlanjur gue tulis kanker
| Mr. Smarty: gpp lah ya? Biar dpt libur seumur hidup :p

When The Room Gets Too HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang