Pasien No. 46

1.8K 216 26
                                    

Rasa-rasanya, Rona merasa semakin tidak mengenal ayahnya.

Semakin banyak info baru yang didapat, alih-alih semakin mengenal siapa ayahnya, yang ada malah menjadi asing.

Semalam suntuk Rona mempelajari berkas-berkas yang ditinggalkan ayahnya sebelum, di pagi hari, mengurus berkas kependudukan di kelurahan. Dari tumpukan berkas itu Rona jadi tahu ayahnya memiliki beberapa simpanan uang di beberapa bank berbeda dan perhiasan yang ternyata menyelip dalam map. Pun dari berkas-berkas itu Rona tahu bahwa enam bulan terakhir, ayahnya sudah tidak punya hutang berjumlah besar.

Memang masih ada beberapa orang yang dihutangi, terutama di sekitar kosan ayahnya, tetapi hanya sebatas hutang makan dan rokok harian. Untuk saat ini, Rona berharap tidak akan ada lagi yang datang menagih hutang padanya. Bahkan, kalau bisa, sampai kapanpun.

Dan selagi membahas hutang, satu pertanyaan besar muncul di kepala Rona; dari mana semua uang simpanan yang tercatut dalam buku tabungan ayahnya itu?

Selama ini ayahnya terkenal suka berhutang, judi, dan main perempuan. Namun, melihat sendiri apa yang ditinggalkan ayahnya, Rona jadi takut sendiri. Kalau-kalau ternyata uang tersebut bukan milik ayahnya dan benar adanya ayahnya seorang kriminal.

Masa iya karena banyak hutang Bapak jadi pencuri?

... atau punya pekerjaan seperti—"Amit-amit! Nggak, bukan! Bapak nggak mungkin kayak begitu." Rona menggeleng berkali-kali sambil mengetuk helm yang dikenakan.

Pikirin hal lain, Ron. Pikirin hal lain ... batin Rona yang geli sendiri dengan isi pikirannya.

"Pak, berhenti di samping pos satpam itu aja," pinta Rona pada si driver ojol saat matanya mulai melihat bangunan klinik Hartal Medicia. Sudahlah, lebih baik fokus bekerja dulu. Dipikir terus pun percuma karena yang tahu jawabannya—sepertinya—hanya mendiang ayahnya.

Setelah mengembalikan helm dan si driver pergi putar balik meninggalkan klinik, Rona pun termenung.

Selain masalah uang, masih ada misteri lain yang belum terjawab; Siapa wanita yang melahirkannya ke dunia ini?

Rona sudah berupaya mencari tahu. Dia membongkar seluruh berkas ayahnya dan tidak menemukan satu pun tanda-tanda kehadiran seorang wanita dalam hidup ayahnya. Tidak ada buku nikah, KK lama, dan/atau dokumen yang memperlihatkan nama ibunya. Rona sempat terpikir harus mencari dari buku KMS atau rapot semasa SD, tetapi nihil. Yang tertulis hanyalah nama ayahnya sebagai wali.

Ah, ya.

Dan selembar foto.

Foto yang memperlihatkan ayah ibunya di sebuah ruangan tengah menggendong seorang bayi dan di balik foto itu terdapat nama serta tanggal lahir Rona.

Selebihnya tidak ada.

"Eh, kok udah dateng, Dok?" Bang Ramli menyapa seraya membukakan pintu begitu melihat Rona berjalan lesu memasuki klinik. Pria itu mendongak, menatap jam dinding untuk memastikan, "masih ada setengah jam lagi, lho."

"Baru selesai urus berkas, Bang. Daripada balik ke kosan, nanti malah ketiduran, mending nunggu di sini." Rona mengedarkan pandangannya. Saat masuk, telinganya menangkap suara berisik dan asalnya dari ruang tunggu depan ruang periksa. "Itu berobat semua?"

Bang Ramli melongok untuk melihat ke ruang tunggu dalam kemudian tertawa kecil. "Nggak, Dok. Barusan saya liat antrian tinggal 3. Ya, biasalah. Yang sakit satu, yang antar se-kecamatan."

"Bilangin aja, Bang. Yang ikut masuk hanya yang tau riwayat penyakit pasien, yang nggak berkepentingan tunggu di luar aja. Itu mereka ngobrol suaranya tembus sampe ruang jaga, loh. Ganggu pemeriksaan di dalam."

When The Room Gets Too HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang