Pasien No. 47

2K 203 31
                                    

Beka mendesis saat membilas sabun dari kedua tangan dan teringat bahwa sisi yang sedang dibilasnya merupakan sisi yang terluka.

Lukanya memang superfisial dan darahnya saat terluka kemarin hanya berupa rembesan yang cepat berhenti. Namun, setiap kali terkena zat kimia—sabun, hand sanitizer, bumbu masakan—rasa perihnya masih terasa.

Dan kalau mengingat penyebab luka di jarinya, Beka jadi ingat tentang flashdisk sialan itu.

Setelah menghancurkannya, Beka sudah memastikan tidak ada kepingan yang tersisa saat memutuskan untuk membakar agar serpihannya tidak dapat didaur ulang. Sulit dan makan waktu lama, tetapi dia telah memastikan sendiri dengan mata kepalanya tidak ada sisa dari benda sialan itu di dunia ini.

Sekarang hanya tinggal memikirkan bagaimana menyampaikannya pada Rona mengenai pertemuannya dengan Avery. Karena cepat atau lambat, Rona akan tahu dan dia tidak ingin kekasihnya tahu dari orang lain.

But it's already too overwhelming for her.

Masalah keluarganya yang tidak kunjung usai membuat Beka harus berhati-hati dalam bertindak. Sedikit saja salah langkah, dia hanya akan menjadi beban pikiran baru bagi Rona.

Sambil mengusap rambut basahnya dengan handuk kecil, Beka berjalan keluar kamar mandi.

Rupanya TV dalam keadaan menyala dan Rona berdiri sambil memegangi remot.

"It's over," kata Rona saat Beka menghampiri.

Pria itu melihat bingung pada kekasihnya, mempelajari raut aneh di wajah yang pucat itu, lalu beralih menatap layar besar di hadapannya.

'Tersangka Kasus Pemerkosaan Gantung Diri Saat Menjalani Pemeriksaan'

Kedua mata Beka membelalak.

Layar besar itu memperlihatkan sebuah klip video yang diulang beberapa kali. Orang-orang berseragam tampak sedang menggotong body bag keluar dari sebuah ruangan dan disambut ramai reporter dan kamera. Sesekali tayangan berganti menjadi slideshow foto-foto yang memperlihatkan alat yang dipergunakan untuk bunuh diri—selang infus yang diikat pada tiang gorden untuk sekat bilik.

'He's dead?' batin Beka yang masih tidak mempercayai apa yang dilihatnya. Berkali-kali matanya mencoba membaca running text yang tertera di layar.

'... tersangka berinisial IM memang benar sedang menjalani perawatan setelah melakukan penyerangan terhadap teman satu selnya. Namun, pagi dini hari, nakes yang bertugas mendapati pintu dalam keadaan terkunci. Setelah dicoba didobrak, IM ini ditemukan sudah tidak bernyawa dalam posisi gantung diri—' Samar-samar terdengar seorang polisi sedang menceritakan kronologi pada wartawan.

"That's it?"

Perhatian Beka seketika buyar saat suara Rona. Wanita itu sempat oleng, berjalan mundur dengan langkah sempoyongan, lalu duduk di tepi tempat tidur sambil menutup mulutnya.

" ... that's it?" ulang Rona dengan suara bergetar. "After all those bad things he did ... to other women ... and to me ... he's just ... gone?"

"Rona—"

Remot yang ada di tangan Rona jatuh. Suara kerasnya membuat Rona tertawa.

Tawanya pelan. Bermula seperti tawa cemooh yang kemudian menjelma menjadi isakan.

Sebelum Rona sempat menutupi wajahnya sendiri, Beka segera menangkup tangan wanita itu sambil berlutut.

"I ... didn't mean to laugh ... I swear ... I was ... I was just ...."

"It's alright. Just let it all out, Ron. I'm here, 'kay?" Beka mencium punggung tangan Rona lalu satu tangannya menarik tubuh kekasihnya mendekat. Dia biarkan kepala Rona bersandar di bahunya. "Kalo lo mau bicara, gue akan dengar semuanya. Jangan lo pendam sendiri nanti malah sakit."

When The Room Gets Too HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang