Pasien No. 27

3.5K 301 65
                                    

🔞🔞🔞

Warning:

Rape attempt

(dimohon kebijaksanaan teman-teman pembaca)

🔞🔞🔞


Pintu ruang jaga diketuk saat Rona sedang mengenakan haircap. Yang mengetuk kemudian berdiri di ambang pintu dengan bertolak pinggang.

"Udah dimakan sarapannya?"

"Udah. Avery bilang nasi gorengnya enak."

"Cuma Avery yang bilang enak?"

Rona mengangkat satu alisnya, tetapi tidak menanggapi dan langsung mengantongi ponsel serta pulpen, dan memeluk gown disposable-nya. "Ganesa tadi nyicip, katanya enak. Alice juga bilang enak."

"Banyak banget yang nyicip, terus lo makan apa?"

"Gue sempat makan banyak, kok. Mereka kan nyicipnya tau diri, nggak seporsi dilahap semua," jelas Rona yang kemudian memindahkan paperbag berlogo kopi di meja. "Ini ada kopi sama sandwich buat lo, Bek. Sebelum pulang dimakan dulu, ya?"

"Eh, kebetulan!" ujar Beka seraya duduk dan meraih paperbag yang dimaksud Rona. "Thanks, Ron. Gue laper banget, nih. Tadi mau nitip Pak Dayat, tapi dia lagi pergi dan belum balik."

Rona tersenyum tipis melihat Beka membuka bungkusan pemberiannya dan terlihat antusias melahap. Namun, begitu menyeruput kopi susu, kening Beka langsung mengerut.

"Kenapa? Nggak enak, ya?"

"Bukan," ujar Beka sambil mencoba mengaduk ke dasar gelas dengan sedotan. "Keminum bagian bawahnya, jadi manis banget. Kayaknya next time pesan less sugar atau latte polos aja, Ron."

"Emangnya siapa yang mau beliin lo lagi?" cetus Rona sebal. Senyum hangat di wajahnya seketika hilang dan tergantikan cebikan sebal.

Beka tertawa kecil lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celana. "Lo jadi ngomong ke Avery? Gimana responnya?"

"Dia nggak mau," jawab Rona dengan suara pelan tidak bersemangat. Dia menarik kursi lalu duduk tidak jauh dari Beka. "Takut kalau Issa ketemu sama keluarga perempuan itu nantinya malah Issa dijeblosin ke penjara."

"Atau bisa juga karena Avery takut kalau ketemu Issa dia bakal dipukul lagi." Beka menggigit roti isi lalu meletakan makanannya di meja. Sambil mengelap tangan dengan selembar tisu, pria itu menyeruput kopinya untuk mempercepat mengunyah. "Ini cuma tebakan gue aja, tapi kayaknya Avery lebih takut gimana reaksi Issa kalo mereka ketemu lagi. You can tell by looking at her bruises."

Rona mengerucutkan bibirnya sambil mengangguk lesu. Sebenarnya, Rona juga berpikir demikian ketika pagi ini mencoba membujuk Avery. Sehalus mungkin dia mencoba memberi saran, tetapi reaksi Avery sesuai dengan dugaan. Sahabatnya itu bersikeras menolak. Mengganggap pertemuan Issa dengan keluarga wanita yang dihamili adalah percuma.

Akhirnya, Rona menutup pembicaraan mereka dengan "Coba pikirin lagi, Per. Ini hanya saran biar kalian berdua sama-sama tenang dan supaya masalah nggak semakin besar. Takutnya kalau udah viral dan Issa nggak kunjung menunjukan itikad baiknya, pertimbangan hukuman malah semakin berat.". Sebatas itu lalu mereka berdua tidak berbicara lagi sampai Rona berangkat jaga.

"At least you tried, Ron," kata Beka sembari mengelap mulutnya lalu mengeluarkan ponselnya. "Semalam Ganesa ngasih gue nomor polisi Omnya Avery. Gue coba tanya ke kenalan gue dan ternyata nopol sama kendaraan yang diliat Ganesa beda."

When The Room Gets Too HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang