RCDD | 29. Senjata Makan Tuan

31.7K 1.1K 8
                                    

HAPPY READING GUYS

***

Kabar burung tentang Kaira menikah sudah melanglang buana di Saida Hospital. Gempar dan membagongkan.

Suaminya sakit, suaminya tampan, menikah korban perjodohan dan lain sebagainya. Sampai Kaira masuk kerja saja tidak tenang rasanya. Tidak ditanya langsung ya dipandang dengan tatapan yang—entahlah ambigu jika menurut Kaira.

Yang paling banyak pertanyaan seperti, "dari kapan nikahnya?" atau, "suaminya kerja apa dokter Ara?"

Soal kerja Kaira hanya menjawab ala kadarnya, "kerja kantoran Mas." Karena dia juga tidak tahu pasti, yang dia tahu hanya itu. "Nikahnya sudah ada lah satu bulan ini. Alhamdulillah memang cuma antar keluarga."

"Lah kenapa sembunyi-sembunyi. Dokter Ara hamidun duluan?" nah ada juga yang bertanya atau bicara seperti ini. Tidak banyak, tapi jika dihitung-hitung ini yang ketiga sejak kemarin. Yang kali ini Mas tom, si HRD mulut rombeng yang bertanya. Jadi dia tidak ambil pusing, toh semua tidak benar.

Rekan sebelahnya menyikut lengan pria itu. Kaira hanya tersenyum lalu geleng-geleng.

"Kalau gak hamidun berarti dijodohin kan dokter? Dokter Ara terpaksa makanya gak di publish."

"Lambemu to Tom." (mulutmu to Tom). Tegur rekan sebelahnya pada akhirnya. Dia wanita muda seumuran dengan Kaira.

Kaira hanya terkekeh—tidak ada beban sama sekali. "Iya Mas Tom, dijodohin Abi Alhamdulillah. Tapi masalah di privatnya bukan karena itu. Ada niatan kok buat di publish, dalam islam juga pernikahan wajib diumumkan kan?"

Rekan wanita itu mengangguk canggung sedangkan Mas Tm justru acuh tak acuh, masih bersedekap dengan kepala yang sedikit dia dongakkan. Sombong sekali.

"Qodarullah bulan ini sedikit ada musibah jadi harus tertunda. Insya Allah disegerakan." Ujar Kaira asal-asalan. Padahal rencana itu belum pernah ada. Terpikirkan ada, itupun hanya dari sisi Kaira.

"Oh, karena nikahnya cuma siri itu ya dok? Nikah siri tu harus nikah ulang lagi kan?" Mas Tom belum menyerah. Bersamaan dengan itu datang lagi satu wanita, jauh lebih tua, kerudungnya besar, dia pegawai bagian administrasi.

Dialah yang menjawab. "Gak mesti Tom. Bisa nikah lagi, enggak juga gak papa. Sah-sah aja. Asal syarat sahnya pernikahan terpenuhi ya sudah halal tidak perlu diulang akadnya. Hanya belum sah di negara aja. Kalau dimata Allah sama Agama ya sudah. Cuma kalau biar plong ya boleh akad ulang." Ujar wanita tua itu menjelaskan, lalu ganti menatap Kaira, tatapan sedikit mengiba. "Turut berduka cita ya Dok, semoga suaminya segera pulih."

Kaira tersenyum simpul, "terima kasih ya Bu Puput."

Jawaban Kaira itu akhir dari percakapan mereka, jam tukar sift sudah semakin mepet. Mereka harus segera kembali ke habitatnya—Kaira ke IGD, Mas Tom ke ruang HRD dan para pengurusnya, si wanita muda tadi dan Bu Puput ke balik meja administrasi.

Eh, sampai IGD di serang ganti oleh suster Indri. Sembari tersenyum meledek dia berseru. "Aduh-aduh, lemes amat dok. Belum dapat sajat dari pak Su gara-gara dia sakit?"

Kaira melengos, tanpa menjawab dia melewati suster Indri yang berdiri di depan meja perawat dan masuk ruang karyawan. Balik lagi di serang lagi. "Dokter Kian sampe sakit gara-gara patah hati loh dok."

"Sakit apa dok? Dari kapan?" Tanya Kaira menyerang. Pandangannya sudah terpusat pada suster Indri yang menatapnya sambil senyum-senyum. Memuakkan.

"Kemarin. Mama gaul yang belakang, dokter Ara sih kelon (pelukan) sama pak Su mulu. Jadi gak tau berta kan?"

Kaira mendengus, dia buang muka lagi dan pura-pura tuli. Jika diteruskan panjang ini nanti urusannya. Dia tidak bodoh akan sindiran itu. Semalam pasti ada suster yang memergokinya sedang berpelukan dengan Fariz kala tidur. Atau tidak, tadi pagi.

Ah, Kaira lagi-lagi mendengus. Rasanya dia ingin mengutuk suaminya itu. Andai Fariz tidak meminta adekan pelukan itu, andai Kaira tidak terlena hingga telat bangun pagi tadi. Pasti semua ledekan itu tidak sampai ke telinganya. Tapi nasi sudah terlanjur basi kan? Jadi ya mau diapakan lagi.

Kaira jamin seribu persen, sampai suster Indri saja sudah mendengar berarti enam puluh persen bahkan lebih, karyawan Saida Hospital juga sudah dengar.

***

Kaira pulang kerja pukul dua siang, dia balik ke ruang rawat Fariz. Kerja hari ini bukan hanya menguras otak dan tenaga tapi juga batin. Bagaimana tidak jika pertanyaan para "netizen" yang budiman itu suka diluar nalar manusia.

"Mas Ara capek banget ..." baru buka pintu, masuk saja belum Kaira sudah mengeluh, badanya lunglai, wajahnya tak ada ceria-cerianya.

Tatapan Kaira lalu jatuh pada lapis legit yang tengah dilahap suaminya. "Mas Ummi tadi ke sini?" Lapis legit itu khas dengan Albi dan Silfi karena sekeluarga menyukai kue yang satu itu.

Fariz hanya mengangguk—masih asik mengunyah.

Dengan langkah seribu Kaira mendekat dan HAP! Kue itu berhasil Kaira rebut dan masuk kedalam mulutnya.

Fariz terbelalak, dia tatap Kaira nyalang. "Ambil sendiri Kaira, kan masih banyak," lalu melirik kotak lapis legit di atas lemari sebelah ranjang.

"Kok Ummi gak bilang-bilang dulu sih sama Ara. Ah licik lah ..." ujar Kaira bersengut.

"Cuma sebentar, katanya tadi mampir abis dari jenguk temannya Abi yang sakit juga."

"Siapa?"

Fariz angkat bahu. "Ummi gak bilang siapanya."

"Mas Ara resign aja ya?" ujar Kaira tiba-tiba.

Mulai lagi. Belum menyerah dia. Fariz cuek, tidak menanggapi.

"Capek betul rasanya mas. Capek hati, capek fisik, capek mental. Boleh ya mas ya?" ujarnya manja, dia duduk dibangku sebelah ranjang, menatap Fariz dengan mendongakkan kepala, wajahnya sendu dan terlihat sekali lelahnya.

"Capek ya tidur lah," jawab Fariz enteng.

Kaira berdecak nyaring—bukan itu maunya. "Mas ..." dia merengek lagi.

"Apa Kaira?"

"Ara capek loh."

"Capek ya tidur, istirahat Kaira."

"Gak ngertiin istri banget," keluhnya bergumam. "Boleh ya Mas ya Ara resign?"

"Saya sudah bilang bukan bahas ini selepas saya keluar dari rumah sakit?" Ujar Fariz tanpa empati atau sekedar menatap istrinya. "Namanya kerja capek tu wajar."

Kaira mendengus.

"Sana tidur!" Titah Fariz menambahkan.

"Peluk lagi boleh?" Kaira bertanya, niatnya sih menggoda Fariz. Berhasil, atensi pria itu berpusat padanya, seutuhnya. Fariz juga memicingkan matanya. Seolah bertanya, "tidak salah bicara kan kamu?"

"Peluk lagi ya mas? Biar capeknya cepet ilangnya." Dia mengulang.

"Kamu serius Kaira?" Fariz bertanya, memastikan.

Dengah mantap Kaira mengangguk.

"Nanti sesak napas lagi kayak semalam. Saya tidak mau tanggung jawab ya Kaira, suara detak jantung kamu loh semalam kaya orang tawuran."

Kaira menggigit bibir bawahnya, semburat merah timbul langsung di kedua pipinya. Tanpa ba-bi bu, dia langsung bangkit, balik kanan, lari terbirit-birit masuk toilet.

Sedangkan Fariz hanya geleng-geleng. Sudah tahu dia jika istrinya itu hanya ingin menggodanya.

To Be Continued
____________

Terakhir buat hari ini ya guys. Mohon maaf jika typonya bejibun.

Resep Cinta Dalam Doa (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang