HAPPY READIN GUYS
***
Hari yang sibu dan melelahkan.
Besok harinya, Fariz melakukan pemeriksaan tentang kondisi mentalnya ke Saida Hospital. Rencana sebelumnya memang seperti itu. Kaira bahkan sudah mendaftarkan Fariz untuk konsultasi dengan dokter spesialis jiwa di jam satu siang—lepas dari KUA.
Tapi karena kondisi semalam jadwal ditukar. Periksa dulu baru ke KUA. Jadi jadwal temu dengan dokter spesialis dimajukan jadi pukul sembilan pagi.
Tidak tanggung-tanggung setelah menyaksikan sendiri bagaimana kondisi Fariz, berkat posisinya sebagai salah satu dokter di Rumah Sakit itu, juga kenal dekat dengan keluarga pemilik Rumah Sakit. Jadilah Kaira meminta bantuan pada dokter Timo, ayah kandung dari dokter Kian untuk sang penguasa Saida Hospital itu sendiri yang menangani suaminya.
"Gak masalah Kaira, kayak sama siapa wae," kata dokter Timo ketika berulang kali Kaira mengatakan maaf dan terimakasih. Jadwal praktek dokter Timo jam sebelas siang, harus terpaksa maju demi Kaira yang menghubungi pria tua itu langsung.
Pemeriksaan Fariz sudah selesai dilakukan, ada sesi konsultasi yang dimana hanya si pasien dan juga dokter saja yang tahu. Saat ini giliran Kaira yang berbicara dengan dokter Timo mengenai kondisi Fariz, sedangkan pria itu tengah duduk di kuris tunggu depan ruang praktek dokter Timo, kepalanya disandarkan dengan kepala yang sedikit mendongak dan mata terpejam.
"Belum mau cerita banyak Kaira. Kamu bisa mulai bangun kepercayaan suamimu ndok. Rasa percaya ke orang lain tipis sekali soalnya. Kelihatanya suamimu malah lebih ke belum benar-benar siap buat pengobatan ini ya?"
Kaira menghela napas panjang. "Beliau memang minim kepercayaan dok—"
"Panggil saya Pakde Kaira, kamu sudah mau resign," potong dokter Timo lalu mendengus masa. Dia tidak suka mendengar laporan resign nya Kaira, sama seperti tidak sukanya dia metika dipanggil dokter oleh orang terdekat atau diluar jam praktiknya. Terkhusus Kaira sih lebih karena hampir jadi menantu tapi gagal total.
"Njih pakde," ujar Kaira masih sungkan. Senyum merekah timbul di sudut bibir dokter Timo. "Saya juga kurang tahu apa penyebabnya sebenarnya pakde. Yang saya tahu, beliau ditinggal orang tersayang berulang kali. Yang terakhir ibunya dan hampir kehilangan ayahnya juga. Tingkat kepercayaan nya sampai gak percaya Tuhan."
"Sudah pernah menyinggung? Setidaknya sedikit?"
"Cuma sebatas gak percaya siapapun termasuk Tuhan pakde. Mas Fariz sampai membenci Tuhan. Tapi semalam isi racauannya kayak takut kehilangan saya juga."
"Apa yang dibilang?"
Kaira lenggang lima detik, berusaha mengingat-ingat. "Kalau gak salah, bilang ... 'Mama sudah pergi tinggalin saya, kamu juga mau pergi kan Kaira ...' iya gitu pakde."
"Kita berarti butuh psikolog juga Kaira, ada luka dalam dari masa lalu yang berusaha ditutupi rapat-rapat. Sukur-sukur dia mau terbuka sama kamu. Kayaknya keinginan dia buat sembuh pun tipis. Pengobatan ini bukan keinginan dia bukan?"
Kaira mengangguk, lepas itu dia menceritakan semua yang terjadi sejak awal antara dirinya dan Fariz, minus perihal mimpi Bian. Tapi menengai suaminya, semua Kaira ceritakan. Sepat ragu memang, tapi kasus yang satu ini bukan perkara Aib suami seperti pada umumnya—semua bagian dari proses pengobatan.
Dokter Timo menyimak tanpa menyela, setelah dirasa cukup barulah dia berkomentar. "Kalau saya kasih kamu PR buat bikin suamimu bersedia cerita tanpa paksaan apa kamu keberatan ndok?" Nada suara dan tutur kata dokter Timo menggambarkan seberapa prihatinnya pria berambut putih itu.
"Cerita dengan saya dok?"
Dokter Timo mengangguk tanpa ragu. "Selain kedua orang tuanya ada orang lain lagi yang dia percaya dari yang kamu tau?"
Kaira mematung cukup lama—berusaha mengingat-ingat dan dokter Timo sabar menanti. "Saya kurang tau dokter. Tapi beberapa kali dia sering menyebutkan nama Pak Manut. Terakhir kali beliau minta dibuatkan bekal karena ucapan Pak Manut."
"Kamu bisa kerja sama dengan beliau dan ayahnya, atau seenggaknya contoh bagaimana beliau berinteraksi dengan suamimu."
"Dok, suami saya bisa sembuh kan?" sebetulnya sejak awal ini yang ingin Kaira tanyakan.
Respon dokter Timo justru diluar dugaan, pria tua itu justru terkekeh. "La yo setiap penyakit itu pasti ada obatnya to ndok. Minta aja sama yang kuasa. InsyaAllah dikasih."
Kalimat beliau sebagai penutup dari konsultasi mengenai penyakit Fariz hari ini. Fariz pulang dengan membawa satu kantong obat, sedangkan Kaira membawa tugas rumah dari dokter Timo yang begitu berat—membuat Fariz bersedia bercerita tentang masa lalunya padanya.
Selepas dari Rumah Sakit mereka langsung meluncur ke Kantor Urusan Agama (KUA). Diantar pak Manut—pria itu sudah mulai bekerja sesuai kesepakatan kemarin. Istrinya bersyukur tiada kira karena pekerjaan suaminya lebih baik dan lebih menjanjikan, gajinya besar pula. "Dapat salam dari istri saya Pak Bos, katanya utang budi banyak sama pak Bos sama Bu Bos dokter yang baik hati," itu katanya.
Fariz hanya terkekeh sembari menjawab, "saya yang punya hutang budi sama sampeyan Pak. Berkat sampeyan rumah tangga saya jadi terselamatkan," lalu Fariz melirik Kaira yang dia—menyimak dan bingung.
Pak Manut yang tidak terlalu paham ya hanya manggut-manggut saja.
Pulang dari KUA, buku saku hijau-hijau sudah tersimpan rapi di saku baju Fariz. Kalimat penegas sudah tigak kali pria itu utarakan pada Kaira, isinya sama pesis seperti inu, "ini jaminan biar Ara gak ninggalin Mas." Bebeberapa kali juga dia tengok untuk memastikan jika dua benda itu masih tersimpan aman di dalam sana.
No coment Kaira. Dia hanya mengangguk disertai senyuman lebar. Otaknya terlalu penuh memikirkan "Tugas Rumah" dari dokter Timo tadi dan bagaimana caranya dia bisa bekerja sama dengan Pak Manut.
Sedangkan pak Manut hanya bisa geleng kepala menyaksikan tingkah lucu Bosnya.
Seperti berat sebelah menurutnya, yang satu eksaitit yang satu justru mati segan hidup tak mau—datar saja. Tahu kan siapa yang eksaitit?
To Be Continued
______________

KAMU SEDANG MEMBACA
Resep Cinta Dalam Doa (Revisi)
Romance❌️SUDAH REVISI❌️ Banyak yang berubah guys jadi yg mau baca ulang dijamin tetep dugun-dugun. Buat yang belum pernah baca cus merapat. Dijamin gak akan ada ruginya. Justru nagih Kalau gak percaya coba aja😋 ______________________ Disandera oleh trauma...