Selamat pagi guys, yuk sarapan yang manis-manis.
HAPPY READING
***
Semalam, masuk rumah Kaira langsung masuk kamar. Untungnya, meski fokus terbagi karena terkejut Kaira masih bisa menyerap informasi yang suaminya sampaikan—yah meski hanya sepenggal—sepenggal. Kamar utama ada di paling ujung, dekat dapur. Ada satu kamar tamu dan ruang kerja Fariz yang bersebelahan dengannya.
Jadi buka pintu, tanpa mampir Kaira langsung menuju kamar utama itu. Demi Tuhan meski Fariz mengatakan Kaira bebas memilih sesuka hatinya tapi tidak pernah terbesit di otaknya untuk pisah kamar dengan suaminya sekalipun pernikahan mereka didasarkan oleh perjodohan—bukan suka sama suka dari awal.
"Kamu bebas mau pilih tidur di kamar yang mana. Atur sesukamu dan senyamanmu." Itu kata Fariz semalam. membayangkan saja sudah membuat bulu kuduk Kaira meremang—dingin sekali.
Subuh-subuh Kaira baru sempat memindai seisi apartemen yang kedepannya akan menjadi tempat berpulangnya. Tidak ada yang istimewa. Apartemen ini justru terhitung kosong untuk ukuran rumah yang sudah ditinggali lama. Tidak banyak perabotan, dinding yang catnya masih putih mulus tanpa noda apalagi pajangan.
Lebih-lebih pada bagian dapur. MENGENASKAN. Hanya ada satu lusin piring, lima gelas, tiga pasang sendok garpu, kompor ada tapi tidak dengan alat masak, satu penggorengan pun tidak ada di sini. Dalam pandangan Kaira bahkan tidak ada pisau, tapi yang mengherankan justru ada mesin kopi lengkap dengan kopi instan satu kardus. "Beneran pecinta kopi ternyata." Gumam Kaira spontan.
Kulkas juga ada, tapi isinya. Jangan ditanya, hanya ada dua botol air mineral berukuran sedang, sudah begitu masih dinyalakan pula sama persis dengan dispenser yang menyala tapi isinya saja tidak ada. Kaira sampai geleng-geleng saking prihatinnya. "Untung gak meledak ini alat," gerutu Kaira sambil menekan tombol "Off" pada dispenser.
Ya sudah, niat hati ingin membuat sarapan jadinya Kaira justru masuk kamar lagi. Siap-siap, pergi ke rumah orang tuanya pagi buta bukan ide buruk. Dia paling tidak bisa jika tidak sarapan. Tapi faktanya dia datang di pukul tujuh pagi, di jam normalnya orang sudah berangkat bekerja.
"Loh mana suamimu sayang? Sudah berangkat kerja? Gak mampir dulu tah buat sarapan?" Kaira yang sedang membuka tudung saji mematung sesaat, dia menoleh menatap punggung Silfi yang bergerak-gerak karena si empunya sedang mencuci piring—Albi dan Silfi memang sudah selesai sarapan sejak 30 menit yang lalu.
"Ara ke sini sendiri Ma. Mas Ariz mau ada rapat jam delapan nanti katanya. Punya banyak berkas yang harus dikerjain dulu. Katanya gara-gara acara kemarin itu buat kerjaan terbengkalai." Jawab Kaira seadanya, tapi masih tetap menjaga martabat suaminya di depan Ibunya. Istri baik.
"Loh Abi mana Ummi. Sudah berangkat ngajar? Pagi betul." Tanya Kaira mengalihkan pembicaraan. Bisa terbongkar jika terus diungkit. Kaira itu paling tidak bisa berbohong.
"Ke swalayan. Panggangan sosisnya beberapa ada yang sudah rusak katanya."
"Loh kan belum ada setengah tahun ini kan Ummi."
Sifli berdehem. "Hem ... kayaknya Abi kurang cermat aja kemarin."
Albi memang memiliki usaha swalayan yang cabangnya sudah menjamur di Pulau Jawa. Baru-baru ini—kurang lebih enam bulan, Albi memang mengupgrade panggangan sosis dari yang model lama menjadi yang lebih modern. Tapi baru juga masa itu sudah banyak yang mengalami kerusakan. Merata pemutar otomatisnya macet.
"Terus jadinya gimana Ummi?"
"Ya sementara tempat-tempat yang panggangannya rusak itu pakai mesin lama dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Resep Cinta Dalam Doa (Revisi)
Romansa❌️PROSES REVISI❌️ Mohon bersabar karena author tetep mikir ulang. Banyak yang berubah guys jadi yg mau baca ulang dijamin tetep dugun-dugun. Buat yang belum pernah baca cus merapat. Dijamin gak akan ada ruginya. Justru nagih Kalau gak percaya coba a...