HAPPY READING
***
"Sayang mau minum gak? Apa makan? Atau mau ngemil? Biar Pak Manut yang beliin," Fariz mengambil ponsel dari saku celananya—siap menghubungi Pak Manut.
Tak menjawab, menggeleng atau pun mengangguk, Kaira justru menoleh, menegakan posisi duduknya dengan kepala Fariz yang masih bersandar di pundaknya manja. "Mas sanaan ih, gak enak loh diliatin orang," kata Kaira protes, setengah berbisik. Ujung matanya melirik sesosok wanita yang duduk bersebrangan dengan mereka dan sedang menatap keduanya dengan tatapan yang—entahlah. "MAS—" gertak Kaira.
Tapi Fariz justru acuh-tak acuh dan sibuk dengan layar ponselnya.
"Mas Ariz."
"Hem?"
"Mas ..." ujar Kaira lagi sedikit mengeram, menggerak-gerakkan bahunya brutal.
Berhasil. Fariz terusik, pria itu menggeser kepalanya agar bisa melihat wajah istrinya dan Kaira seketika juga menoleh.
Ini bukan drama Korea atau bahkan India. Tapi mereka seakan sedang bermain perang. Jarak wajah keduanya hanya satu jengkal tangan mungil Kaira. Wanita itu hingga mampu merasakan napas Fariz. "APA CINTA?" BUL! Bau mulut Fariz keluar juga langsung menusuk hidung Kaira.
Untung tidak bau bulut, yang tercium justru sisa buah durian yang mereka makan satu jam yang lalu. Sengaja juga volume suaranya Fariz tambah berkali-kali lipat. Tidak cukup dengan itu Fariz juga mengecup bibir Kaira sekali.
Spontan Kaira menoleh, menoleh melihat Sindi yang tengah menyaksikan keduanya dengan wajah datar. Selang dua detik toleh kanan kiri—memastikan lorong yang untungnya sepi itu.
Kaira bukan Fariz yang kebal muka, dia jelas tidak enak hati, malu juga karena ini tempat umum. Mereka sedang berada di Rumah Sakit sekarang, lebih tepatnya di lorong depan ruang Laboratorium.
Suasana yang memang sudah tegang, mencengkram dan canggung. Semakin canggung lagi, entah akan sampai kapan situasi itu akan berlangsung jika saja tidak terpecahkan oleh suara menggelegar si kecil Milla yang mengalihkan segalanya.
"MAMA—" seru nyaring Milla diiringi derap langkah kakinya yang begitu riang senada dengan senyum merekah di wajahnya. Tian mengekor di belakang bocah itu sembari menjinjing tas ransel milik Milla.
BRUK! Milla jatuh dalam pelukan ibunya yang sudah merentangkan tangan juga membungkukkan tubuhnya.
"Mama sudah bilang kan kalau Milla harus bawa barang-barang Milla sendiri."
Milla mengerucutkan bibirnya—enggan menjawab. Tian yang menyahuti. "Gak papa mbak, tadi memang saya yang mau bawain kok." Pria itu berdiri tepat satu langkah dibelakang Mila.
"Milla ayo salaman dulu sama dokter cantik sama Om Fariz juga! Milla sudah salaman kan sama Om Tian tadi?"
"Sudah Mama."
Mendengar itu, reflek Kaira mengangkat bahu kanannya berniat melepaskan kepala Fariz dari bahunya. Tapi Fariz tidak peka berujung dihadiahi cubitan maut di paha kirinya. "AW SAKIT CINTA," teriak Fariz mendramatisir. Padahal juga Kaira tidak sampai mengeluarkan seperempat tenaganya. Semua tatapan berpusat pada mereka.
Fariz bangkit berdiri, dia sempatkan diri untuk merapikan kemejanya sebelum akhirnya berseru, "ayo kita mulai sekarang!" selepas itu dia berjalan lebih dulu.
Mila belum sempat menghampiri Kaira sudah terpaksa harus diajak memasuki ruangan. Tinggallah Kaira dan Tian yang menunggu di kursi ruang tunggu.
Prosesi itu dilakukan. Paternity Test atau Tes DNA, dilakukan hari ini di jam sembilan pagi dan akan memperoleh hasil di dua minggu setelahnya. Itu kata Tian yang diberi tugas Fariz untuk mengurus segalanya bahkan termasuk menjemput Milla sebagai gertakan untuk Sindi yang bebal dan menolak melakukan prosesi ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Resep Cinta Dalam Doa (Revisi)
Romance❌️SUDAH REVISI❌️ Banyak yang berubah guys jadi yg mau baca ulang dijamin tetep dugun-dugun. Buat yang belum pernah baca cus merapat. Dijamin gak akan ada ruginya. Justru nagih Kalau gak percaya coba aja😋 ______________________ Disandera oleh trauma...