Guys tolong koreksiin typo ya. Lupa cek eyd soalnya😁
HAPPY READING
***
Mustahil jika berita itu tidak mengganggu "JIWA" Fariz. Baru bertemu dengan Sindi saja Fariz sudah down, apalagi ini. Guncangan itu bagai badai yang siap melahap tubuhnya bulat-bulat, mengguncang tubuhnya hingga tubuhnya hilang tak tersisa.
Sejak kedatangan Sindi tadi, hingga kini matahari bahkan sudah berkemas untuk meninggalkan langit yang cerah, pintu ruangan Fariz terkunci dari dalam. Seakan tidak ada tanda kehidupan. Tidak bisa diganggu sekalipun Tian dan Tiara sudah mengetuk berulang kali, menelpon melalui telepon khusus kantor hanya sekedar ingin meminta tanda tangan. Yang pasti mereka mengkhawatirkan kondisi atasanya itu.
Tapi Fariz ya Fariz. Ketika hatinya berada dalam ambang keresahan, pikiran berkecamuk hebat hingga memporak-porandakan dirinya, maka mengurung diri adalah jalan satu-satunya yang akan dia pilih.
CLEK! CLEK! KREK!
Suara pintu terbuka, disusul dengan Fariz yang berjalan sempoyongan, penampilan super berantakan dengan wajah merah dan kedua mata yang menyipit—khas orang mabuk minuman keras. Tangan kanannya memijat pangkal hidungnya keras-keras menekan rasa sakit yang begitu menyiksa di bagian depan kepalanya.
Kaira yang baru datang melebarkan langkahnya—nyaris berlari dia menghampiri Fariz dengan wajah khawatir. Tadi dia dijemput pak Manut, diminta untuk datang ke kantor.
Pak Manut tidak mengatakan apapun karena beliau khawatir Kaira akan khawatir, hanya mengatakan, "diminta Pak Bos Bu Bos," tapi Kaira tetap khawatir. Mustahil sampai diminta datang padahal ini sudah lewat waktu kepulangan suaminya dan pria itu juga tidak menghubungi Kaira lebih dulu. Mencurigakan sekali.
Jadilah Kaira pergi dengan pakaian seadanya, gamis rumahan dengan cardigan rajut oversize dan kerudung menutup dada.
GREB! Fariz langsung menjatuhkan tubuhnya pada Kaira, tubuhnya yang besar tak sebanding dengan berat tubuh Kaira membuat wanita itu susah payah menahan berat badan Fariz. Tian dengan sigap membantu—berjaga-jaga di belakang Fariz, takut-takut bosnya itu limbuh dan Kaira tidak mampu menahannya.
"Mas kamu minum alkohol?" serang Kaira, saat hidungnya mencium bau menyengat yang begitu menusuk dari Fariz. Kaira reflek menjauhkan kepalanya.
"Kaira, istriku. I LOVE YOU," rancau Fariz, menelusupkan wajahnya di ceruk leher Kaira.
Otomatis saja tatapan Kaira jatuh pada Tian—meminta penjelasan. Yang ditanya justru mendadak bisu hanya menggeleng berulang, wajahnya pucat pasi.
"Kita pulang ya? Mas bisa jalan sendiri?" tanya Kaira lembut, memegang kedua lengan Fariz berniat melerai pelukan mereka. Tapi Fariz justru melakukan sebaliknya, dia semakin mengeratkan pelukannya.
Selang 20 detik justru terdengar isak tangis yang begitu keras, lambat laun disusul permukaan kerudungnya yang basah, tepat leher Kaira.
Kaira terbelalak lebar. Hei, Fariz menangis. "Are you okay Mas?" tanya Kaira khawatir.
"Kaira, jangan tinggalin saya. Saya mohon ..." disusul suara tangis yang semakin mengeras.
Kaira semakin bingung, tanpa dikomando keningnya berkerut, netranya menyipit. "Tolong Kaira, janji sama saya. Jangan tinggalin saya apapun yang terjadi."
"Ara gak akan ninggalin Mas. Mas kan tau Ara juga cinta sama Mas."
Fariz mengangkat kepalanya, pelukan mereka terlepas, pria itu hampir saja limbung, sudah terhuyung-huyung. Untungnya ada Tian yang sigap menahan tubuhnya berusaha membuat Fariz tetap berdiri tegak.
Fariz mengangkat jari kelingkingnya, "janji?" katanya sembari menatap Kaira—menuntut.
Kaira langsung menerima dan itu berhasil menciptakan senyum merekah di bibir Fariz. Fariz juga sempat menggerakkan tangan mereka berulang yang masih tertaut "I LOVE YOU, istrinya Mas," ujar Fariz.
"I love you too mas," jawab Kaira sekenanya tapi tetap jujur. Biar cepat.
Senyum Fariz semakin merekah, dia ingin memeluk Kaira lagi tapi karena memang kesadarannya sedang dalam ambang batas jadilah hampir limbung dan pegangan Tian semakin mengerat lagi.
Tiba-tiba Fariz terkekeh hingga kedua bahunya bergetar. Fariz langsung dibawa pulang oleh Kaira selepas itu, sampai rumah langsung tak sadarkan diri.
Kaira yang harus mengurus semua, dari membasuh tubuh Fariz dengan handuk basah hingga menggantikan pakaian Fariz dengan piyama tidur yang lebih nyaman Kaira yang dengan telaten.
Semua seakan bisa Kaira atasi seorang diri, tidak sulit hingga akhirnya masalah besar baru benar-benar timbul. Pukul dua dini hari, disaat Kaira baru bisa masuk dalam alam mimpinya, Fariz tiba-tiba menggigil hebat, padanya panas tinggi tapi juga mengeluarkan keringat, terus meracau dengan pandangan kosong.
Isi racauannya sama, "please Ara please, jangan tinggalin saya," terus dan terus.
Itu saja Kaira masih bisa mengatasi dengan baik dan tenang. Ini bukan pertama kalinya terjadi, tanpa panik sedikitpun Kaira hanya segera berganti pakaian, menghubungi Pak Manut juga Tian untuk meminta bantuan. Tidak sampai satu jam Pak Manut datang bersama istrinya sedangkan Tian datang seorang diri.
Tian yang justru tampak panik, wajahnya tidak bisa dibohongi sedikitpun. Istri Pak Manut yang bernama Bu Lastri datang-datang langsung membawa tubuh Kaira dalam pelukannya, tapi Kaira masih tampak tenang, mengikuti Fariz yang dipapah Pak Manut dan juga Tian untuk dibawa ke Saida Hospital.
Pertahanan itu bertahan hingga pukul 11 siang dan runtuh saat Fariz menatapnya dengan kesadaran penuh.
Tangisnya pecah, hingga tak henti Kaira memukul dadanya sendiri.
BUK! BUK! BUK!
Keras sekali. Fariz yang panik lekas duduk, dia ingin turun untuk menghampiri istrinya yang duduk di kursi sebelah ranjang tapi Kaira ditengah tangisnya lebih dulu bangkit dan memeluk serta memukul punggung Fariz keras-keras.
"Honey—" ujar Fariz tercicit, tidak bisa melanjutkan ucapannya.
Kaira terus dan terus terisak, semakin lama semakin keras dan menusuk relung hati Fariz. Dada pria itu juga ikut sakit, bahkan sakitnya seratus atau seribu kali lipat dari pada Kaira.
Suami mana yang tidak sakit melihat istri yang teramat dia cintai semenderita ini. Tolong beritahu Fariz jika ada yang tidak mengalaminya.
Kaira masih terus memukul punggung Fariz kencang dan keras. Lambat-laun berangsur melemah begitu pula dengan tangisnya. Kaira berusaha menguasai diri dan Fariz memberi waktu.
"MAS GILA HA? MAS BOSAN HIDUP HA? MAS MAU NINGGALIN ARA IYA? MAS JAHAT," itu kalimat pertama yang keluar dari bibir istrinya setelah ia sadar. Kalimat terkasar yang pernah ia dengar dari bibir terjaga istrinya, kalimat penuh luka dan kekecewaan. Dan Fariz kelu dengan itu.
"Kenapa Mas? Kenapa Ara gak becus jadi istri, tolong jawab dan kasih tau Ara harus gimana?" ujar Kaira lagi menuntut.
Kini giliran Fariz yang terisak pilu, tapi Kaira seakan belum puas dia kembali menyerang. "Mas bodoh kalau mas kira Ara diem selama ini karena gak tau. Ara tau mas gak sungguh-sungguh kan jalani pengobatan? Mas bosan sama Ara iya? makanya mau ninggalin Ara?"
Fariz menggeleng brutal, lidahnya kelu. Ia hanya mampu menggeleng dan terus menangis, memeluk tubuh Kaira erat-erat begitu pula dengan Kaira yang masih menenggelamkan wajahnya di dada bidang Fariz. Baju Fariz sudah basah karena Air mata Kaira yang sejak tadi masih terus menetes deras.
"Sekarang terserah Mas, Ara nyerah Mas. Ara sudah capek. Ngeluluhin Mas bisa lewat doa, tapi yang satu ini .... pecuma, rasanya tiap hari Ara mengemis sama Tuhan buat kesembuhan Mas tapi Mas sendiri justru minta sama Tuhan buat gak dikasih sembuh ... ah enggak, Mas gak percaya Tuhan kan ya?"
Fariz menggeleng lagi, "Mas sudah mulai memaafkan Tuhan sayang," jawab Fariz membantah. Tapi Kaira justru terkekeh—seolah tidak percaya.
"Honey, mas punya anak dari wanita lain."
To Be Continued
_____________
KAMU SEDANG MEMBACA
Resep Cinta Dalam Doa (Revisi)
Romance❌️PROSES REVISI❌️ Mohon bersabar karena author tetep mikir ulang. Banyak yang berubah guys jadi yg mau baca ulang dijamin tetep dugun-dugun. Buat yang belum pernah baca cus merapat. Dijamin gak akan ada ruginya. Justru nagih Kalau gak percaya coba a...