RCDD | 23. Yang Terjadi Sebenarnya

32.3K 1.1K 1
                                    

HAPPY READING

***

Yang terlihat di mata Kaira, berbeda dengan yang Fariz rasakan. Fariz mengakui dia jahat, tega, apapun itu yang buruk-buruk. Dia sadar dengan sangat.

Tapi penah tidak sih kalian melakukan sesuatu hal antara yang dipikiran dan dikerjakan itu berbeda?

Itu yang dialami Fariz. Dia tidak pernah ada niatan ingin melakukan hal itu, justru sebaliknya, Fariz ingin berbuat baik dengan Kaira. Tapi setiap wajah Kaira berada di pandangannya, rasa sakit, kesal dan kecewa itu tiba-tiba timbul. Tiba-tiba saja tanpa alasan yang jelas.

"Ini kopi sama sarapannya Bos Fariz, jangan kelamaan dimakannya Bos entar keburu dingin." ujar pria bertubuh besar, kepala botak. Sambil meletakan kantong plastik berisi bubur ayam dan segelas kopi hangat di atas meja—tepat di hadapan Fariz.

Fariz mengangkat kepala, dia mengangguk sambil tersenyum. "Makasih Pak Manut. Hari ini jaga sama siapa Pak?" tanya Fariz.

"Sama Tapir Bos, di pos depan. Kalau pos belakang Rudi sama Pak Imam. Kalau pos kanan kiri kayaknya Samsul sama Timin. Kalau yang jadwal patroli tadi malam saya sama Pak Imam." Pak Manut menjelaskan, usianya sudah setua Bian tapi semangatnya tidak kalah dengan para pemuda. Apalagi kopi buatannya yang selalu berhasil membuat Fariz merem-melek karena sangking sedapnya.

Fariz manggut-manggut. "Sampeyan sama yang lainnya juga sudah dibelikan sarapan kan Pak?" tanya Fariz.

Pak Manut mengangkat jempol. "Beres soal itu mah Bos, sudah saya tinggal di pos jaga. Terima kasih ya Bos." senyumnya merekah—lebar sekali.

"Saya yang harusnya berterima kasih Pak. Sudah dibelikan sarapan. Sama dibuatkan kopi juga. Kopi buatan Pak Manut sejauh itu tidak ada duanya."

Pak Matur tersipu malu, kumis tebalnya ikut naik turun. "Bos mah bisa saja," katanya tersenyum malu-malu. "Belum merasakan kopi buatan istri saja bos ini mah, jadi begitu. Kalau sudah nyicipin kopi buatan istri sendiri mah pasti kopi buatan orang lain tidak laku lagi."

"Apa iya pak?" Fariz bertanya penasaran-juga tidak percaya.

"La yo iyo to Bos, kalau tidak percaya coba saja sendiri. Tapi yo sebelum minta dibuatkan kopi tu cari dulu istrinya to Bos. Kalau belum ketemu gimana mau buatnya."

Kalau itu Fariz juga tahu. "Ya nanti saya coba minta dibuatkan kopi sama istri saya. Sekarang saya minum kopi jos buatan Pak Manut aja dulu."

Pak Manut terbahak, Fariz menyerngit-bingung. Jangan-jangan pria tua ini menganggapnya gila dan berhayal.

"Ada-ada saja bos Fariz ini. Saya doakan semoga cepat dapat istrinya," jawab pak Manut sambil menggelengkan kepalanya berulang. "Semalem nginep lagi bos?"

Fariz menggeleng, "pulang pak Jam satu kayaknya."

"Lah kok saya gak tau ya Pak Bos. Padahal saya datangnya dari subuh loh." Ujar pak manut.

"Saya baliknya sebelum subuh pak. Wajar kalau sampeyan gak tau." Fariz meluruskan, jangankan Pak Manut, Kaira yang statusnya istri saja tidak tahu bahkan tidak pernah tahu jika setiap malam Fariz pasti menyempatkan diri untuk pulang walau sekedar mengecek kondisinya.

Fariz pulang Kaira pasti sudah bergulung hangat di dalam selimut. Kaira bangun Fariz sudah balik kantor lagi.

"Oalah, yo pantes," lalu tiba-tiba pak manut geleng-geleng kepala. "Begitu kok punya istri." Ujar pria itu berkomentar, pelan tapi masih cukup bisa Fariz dengar. "Kalau begitu saya izin kembali ke pos jaga ya bos? Kalau ada yang dibutuhin lagi, bos bisa telepon saya seperti biasa selagi shift saya belum ganti bos," kata Pak Manut berpamitan.

"Buat sekarang, ini saja dulu Pak. Terima kasih ya Pak?" setelah itu pria botak itu benar-benar pergi meninggalkan Fariz seorang diri.

Fariz menggeleng berulang. "Hidup selucu ini ternyata," seru Fariz lalu menggeser berkas-berkasnya dan digantikan dengan sekotak bubur ayam. Bau sedap langsung menusuk hidung Fariz ketika dia membuka bungkusnya.

To Be Continued
____________

Resep Cinta Dalam Doa (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang