Ini terakhir di malam ini guys. Mohon maaf kalau typonya gak ngotak.
Mohon dikoreksi ya.Sampai jumpa besok and ...
HAPPY READING
***
Pulang kerja Kaira menyempatkan diri datang ke rumah mertuanya. Kebetulan sekali bertepatan saat Bian sedang duduk santai di teras depan rumah, sembari makan buah segar dan menikmati lalu lalang anak-anak bermain sepeda dan skuter. Bian ditemani perawat profesional yang Fariz pekerjakan khusus untuk merawat dan menjaga ayahnya semasa sakit ini.
"Ners Roy gimana kondisi papa? susah gak minum obatnya?" datang-datang Kaira langsung menyerang. Suaranya ceria sekali, berbanding terbalik dengan suasana hatinya.
"Papa bukan anak kecil lagi Kaira." Jawab Bian membantah.
Kaira terkekeh, dia salami punggung tangan ayah mertuanya. Lalu duduk di kursi yang tersisa. Bian ditengah. "Papa gimana perasaan nya hari ini? Tanganya masih cekut-cekut rasanya?"
"Perasaan papa kamu sudah tau nak. Papa gak perlu jawab lagi, kalau tangan Papa aman. Luka-lukanya juga." Kaira melirik Ners Roy, yang ditatap membahas dan menganggukan kepala—tanda aman juga. "Abi sama Ummi mu tadi habis dari sini juga loh, pulang mau ashar tadi?"
"Lah Ara malah gak tau Pa, orang Ummi gak telpon-telpon dulu. Tau gitu Ara tetep dateng sekarang." Lalu dia terkekeh lagi.
"Sudah jadi anak Papa kamu berarti sekarang."
Kaira pura-pura sedih, dia kerucutkan bibirnya panjang-panjang. "Lah Ara kan memang putri Papa? Jadi selama ini Ara gak dianggap nih?" Ujar Kaira bermain peran, Bian juga demikian.
"Aduh biung, jadi sekarang salahnya jadi ke papa ni. Padahal Ustazah Silfi loh yang gak kabarin Ara tadi."
Kaira terkekeh. Dia manggut-manggut. Bian sudah kembali ke mode seriusnya lagi.
"Fariz gimana nak? Dia bersikap baik sama Ara kan? Gak nyakitin Ara kan?" runtun Bian bertanya.
Kaira sudah duga akan diserang begini. Papanya itu peka orangnya meski dulu pendiam. Sepeninggalan istrinya dia justru terlihat ceria dan banyak bicara terutama jika sedang bersama Kaira.
Kaira tebak ini caranya untuk menipu semua orang. Satu tahun bekerja di rumah sakit jiwa membuat Kaira sedikit banyak bisa membedakan kondisi jiwa yang terguncang dengan yang tidak. Bian ini sepertinya tipe orang yang akan menutupi kesedihan dan terpuruknya dengan senyum palsu dan akting terlihat bahagia.
"Baik pa. Mas Ariz baik. Cuma memang lagi banyak kerjaan aja, kan kemarin ditinggal satu minggu. Numpuk kayak gunung katanya. Papa jangan pikirin yang aneh-aneh ya?"
"Kamu sama Ariz gak mau pindah tinggal disini aja?" tanya Bian tiba-tiba.
Kaira bungkam cukup lama, pertanyaan Bian terlalu mendadak. Ini tidak ada dalam list tebakannya tadi selama perjalanan kemari.
"Kalau soal itu Ara diskusiin sama Mas Ariz dulu ya Pa. Kayaknya Mas Ariz juga bakal mau sih, tapi nanti Ara bicarain dulu deh Pa, soalnya jarak RS lebih jauh kalau dari sini."
"Atau enggak Mas Ariz aja yang tinggal disini gimana? Mas Ariz mondar mandir gitu Pa. Sehari di apartemen sehari di sini. Kalau misal Ara shift malam biar Mas Ariz tidur di sini. Gimana?"
"Nak? Gak ada yang Ara sembunyiin dari Papa kan?"
Kaira sudah bilang bukan jika Bian itu peka, ini buktinya. Sepandai apapun Kaira bersembunyi Bian pasti bisa mencium jejaknya. "Kalau anak papa buat salah sama Ara papa minta maaf ya nak. Mamamu pasti kecewa di atas sana lihat—"
"Pa ..." terpaksa Kaira menyela, dia genggam punggung tangan kanan Bian yang diletakkan pada sandaran kursi.
"Mas Ariz suami yang sempurna, insya Allah. Ara yang justru belum bisa jadi rumah yang nyaman buat mas Ariz. Kalau seandainya papa tau Mas Ariz jarang pulang dan pilih menginap di kantor, semata bukan karena Mas Ariz jahat sama Ara, atau belum bisa jadi suami yang baik. Tapi karena Ara yang belum bisa jadi rumah yang nyaman buat suami Ara pulang."
"Nak ... Ara tau apa yang Mama bilang sewaktu ketemu kamu pertama kali?" Bian diam sejenak, dia menatap Kaira dalam. "Mama bilang ke papa. Kamu itu punya aura yang positif. Mama yakin banget kamu bisa bawa putra kami kembali jadi Ariz yang dulu. Putra Papa itu sakit nak, mentalnya rusak. Cuma kamu yang bisa sembuhin."
"Papa Ara janji bakal selalu disisi mas Ariz, selalu dukung dan nemenin mas Ariz. Nanti Ara tempelin terus deh Mas Ariznya. Jadi Papa gak perlu khawatir ya?"
"Janji?"
"Janji Papa. Ners Roy tolong bantu Papa masuk kedalam ya. Waktunya mandi kan ini?" Kata Kaira memberi kode Pada ners Roy, pria itu langsung paham. Lebih dulu dia bangkit dari posisi duduknya dan berdiri di hadapan Bian.
Jika diteruskan ujungnya pasti tidak akan baik untuk jiwa dan juga proses penyembuhan Bian. Untuk itu Kaira lebih memilih ambil aman, menghindar.
"Mari Pak Bian, sampeyan kan juga harus siap-siap minum obat yang jadwal sore."
Kaira melingkarkan tanganya di tangan kanan Biar, sedangkan tangan satunya yang sakit di pegang oleh ners Roy dibagian lengan. Mereka jalan beriringan mengimbangi langkah Bian yang tertatih-tatih.
Siapa sangka tanpa mereka sadari ada pasang mata yang sejak awal memperhatikan semua itu.
Dia Fariz. Semua yang terjadi di kediaman Bian ternyata tidak terlewat satupun dari pantauan pria itu.
Fariz memasang kamera CCTV di setiap sudut rumah Bian dan terhubung langsung dengan laptop khusus yang selalu menyala. Di ipad dan ponsel Fariz juga, tapi yang standby 24 jam ya laptop itu.
Fariz melihat semua tapi dia mata rasa. Hatinya sudah mati hingga tidak merasakan perasaan terharu dan sejenisnya melihat pembicaraan ayah dan istrinya atau melihat betapa telatennya Kaira merawat ayahnya.
Apa yang bisa diharapkan dari manusia mati rasa kan? Tidak ada. Siapapun yang bersamanya pasti hanya akan berujung dengan sakit dan penyesalan.
Fariz juga ingin menerima sosok Kaira. Kaira itu sempurna seperti kata Lina dan yang Fariz akui. Kaira itu sosok idaman bukan hanya untuk dijadikan istri tapi juga ibu dan yang sudah terjadi sebagai menantu.
Tapi hati yang mati sudah tidak bisa merasakan perasaan apapun. Dan Fariz sudah menyerah akan semuanya.
To Be Continued
___________

KAMU SEDANG MEMBACA
Resep Cinta Dalam Doa (Revisi)
Romance❌️SUDAH REVISI❌️ Banyak yang berubah guys jadi yg mau baca ulang dijamin tetep dugun-dugun. Buat yang belum pernah baca cus merapat. Dijamin gak akan ada ruginya. Justru nagih Kalau gak percaya coba aja😋 ______________________ Disandera oleh trauma...